Pertunjukan Mesti Tetap Berjalan
Namun, jika mau digali lebih dalam, apakah iya media daring memang jawaban paling jitu? Atau pantas disebut sebagai solusi?
Bagi saya, iya. Walau tidak sepenuhnya membereskan masalah. Untuk jangka pendek memang daring bisa menjadi jawaban. Namun kian lama opsi daring ini bakal perlahan meredup dan jeblok popularitasnya. Kenapa demikian, sebab salah satu kunci utama dari pertunjukan hidup yang ditonton secara langsung, audiens secara fisik berada di lokasi konser, nilainya pasti berbeda.
Pemain band yang berada di atas panggung bak mendapat energi lebih, adrenalin kian terpacu, ketika penonton di depan bertepuk tangan, berteriak, turut bersenandung mengumandangkan koor. Hingga akhirnya terjadi encore. Hal-hal fundamental sedemikian rupa tak bisa didapati lewat konser digital. Energi sering terasa datar. Kejutan-kejutan spontan menyenangkan mustahil terjadi. Apalagi encore.
Konser berpenonton yang kita semua rindukan.
Bersama beberapa teman, saya sendiri sedang mencoba merespons ketiadaan konser berpenonton dan bukan daring dengan mencoba menyusun konsep pertunjukan yang sesuai protokol Covid-19 yaitu tegas mengatur jarak, membatasi jumlah penonton, serta menyiapkan unsur-unsur penunjang lainnya macam hand sanitizer dsb. Memang mengesalkan mengubah kebiasaan yang sudah mengakar. Namun sebaiknya dijalankan saja dulu. Daripada jagat hiburan berpenonton (bukan daring) sepi sama sekali.
Sama sekali tidak mudah, tentu saja. Tapi ketika sudah ada yang memulai, memberi contoh (serta semoga berjalan baik) maka yang lain pasti bakal mengikuti. Sebelum konser daring jadi barang membosankan, kita sudah mengantisipasi dengan opsi berikutnya. Bukan opsi terbaik, memang. Tapi, harus diakui, konser berpenonton belum tergantikan. Energinya berbeda. Yang lebih penting lagi: jagat hiburan harus terus aktif, kala apokalip sekalipun. The show must go on.
Comments (0)