Selamat Datang di Era Baru: Apokaliptika

Selamat Datang di Era Baru: Apokaliptika

Kemudian saya teringat seorang bassis bernama Mattheus Aditirtono dari band D’Ark Legal Society. Saya pernah diajak membantu dan berkolaborasi dengan mereka di salah satu single mereka. Awalnya kami mempertimbangkan jarak karena dia tinggal juga di Jakarta, tapi melihat hal ini juga saya jalani dan bukan kendala berarti. Bali menjadi panggung pertama Mattheus bersama kami dan dia berhasil melewati ujian pertama. Kami kemudian mengajaknya untuk membantu proses rekaman, diapun bersedia. Dengan adanya jadwal manggung di Jakarta, tepatnya di 'Blackandje Fest' di bulan Oktober 2019, kami berencana rekaman di Dark Tones Studio di Cijantung Jakarta Timur.

Dua lagu dipersiapkan, yaitu "Dead Shall Rise" dan satu lagu aransemen Isa yang belum ada lirik dan judulnya. Tiga hari kami berkutat di dalam studio merampungkan semua instrumen musik bersama engineer Adria Sarvianto yang merangkap produser bersama saya. Adria sering juga menjadi sound engineer live kami bersama Yossy Herman dan beberapa band lain, seperti Noxa, Inlander, Dead Vertical, Surken dan lainnya. Dalam keseharian, kami juga berteman dekat. Kecocokan dalam hal selera musik dan kepiawaian dalam mengolah sound membuat saya mengajak pria jebolan Lim Kok Wing University Malaysia jurusan sound and music ini untuk menjadi produser di album keempat Down For Life. Selama tiga hari kami berkutat di studio. Rio dan Latief menginap di sana juga, sementara saya, Mattheus dan Isa bisa pulang ke rumah masing-masing. Diskusi dan perdebatan mewarnai proses rekaman dua lagu itu, tapi akhirnya berhasil dilalui dengan cukup lancar.

Selesai rekaman dan beristirahat, sehari kemudian kami manggung di Bulungan, Jakarta. "Dead Shall Rise" kembali dibawakan untuk kesekian kalinya. Setelah menjalani beberapa panggung lagi, akhirnya di bulan November saya kembali ke studio merekam sesi vokal untuk lagu Isa yang akhirnya saya beri judul "Mantra Bentala". Single ini kemudian dirilis videonya di tanggal 25 Desember di kanal YouTube Blackandje Records. "Mantra Bentala" yang sebenarnya adalah lagu kedua malah dirlis terlebih dulu, sementara "Dead Shall Rise" masih dalam penggarapan liriknya. Dengan ini pula, kami meresmikan Mattheus menjadi personil Down For Life dan mendapatkan panggilan sayang Mamat.

Memasuki 2020, kami masih terus mematangkan materi lagu untuk album baru. Mamat sangat berperan dalam hal ini karena kemampuan dalam teknologi, dibanding personil yang lain. Bersama saya, Mamat mengumpulan materi yang sudah direkam dan disusun menjadi mock up lagu yang lebih matang. Bersama Isa, dia juga beberapa kali merekam materi baru di rumahnya dan apartemen Isa. Apa yang dulu menjadi harapan dan saran dari Jojo terjawab sudah dengan kehadiran Mamat. Dengan mock up lagu yang ada, kami merencanakan untuk masuk ke studio rekaman lagi di bulan Mei.

Tapi, semesta berkehendak lain. Di awal Maret, pandemi Covid-19 memaksa semua rencana berantakan. Jadwal manggung, termasuk juga beberapa di luar negeri terpaksa ditunda. Rencana rekaman pun juga harus ditunda. Posisi Rio dan Latief di Solo, Isa di Yogyakarta, Mamat dan saya di Jakarta membuat kami tidak dapat berbuat banyak. Hampir tiga minggu kami hanya pasrah, tapi kemudian saya berpikir keras harus melakukan sesuatu. Saya merasa Down For Life harus merespon keadaan ini Saya berdiskusi dengan teman-teman, "Bagaimana kalau judul dan lirik "Dead Shall Rise" diganti dalam bahasa Indonesia dan bercerita tentang keadaan sekarang". Saya segera menyelesaikan liriknya dalam waktu dua hari, tapi belum menemukan judul yang tepat.

Stephanus Adjie

Stephanus Adjie. Dikutuk menjadi metalhead sejak 1990 sampai akhir menutup mata.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner