Persona Sebuah Band Sebagai Sesuatu yang 'Menjual'

Persona Sebuah Band Sebagai Sesuatu yang 'Menjual'

Jika bicara industri, penciptaan persona dan branding itu menjadi sesuatu yang menguatkan musiknya untuk kemudian ‘dijual’. Selama tidak menurunkan kualitas musikalitasnya rasanya itu sah-sah saja

Gambaran tentang band bisa dimaknai beragam dari bermacam sudut pandang. Ada yang memaknai band secara filosofis, seperti misalnya menjadikan band sebagai pilihan hidup dengan idealismenya masing-masing. Namun, ada juga yang memaknai band sebagai sebuah produk yang punya nilai jual. Layaksnya sebuah produk, maka yang berikutnya dipertimbangkan adalah bagaimana membangun sebuah image, atau dengan kata lain branding si bandnya, agar tidak hanya punya nilai jual, tapi juga punya kekhasan.

Misalnya saja kemudian kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan “siapa band rock dengan nuansa industrial yang paling dikenal di scene musik lokal sekarang ini?”, maka beberapa dari kita mungkin akan menjawab Koil. Ini bukan tanpa alasan ketika Koil menjadi yang paling menonjol diantara band-band dengan nuansa dan warna musik yang serupa. Bukan hanya karena Koil telah menjadi band senior dengan jam terbang yang tinggi saja, namun konsistensi mereka pada penciptaan image dan branding bandnya lah yang menjadikan mereka masih jadi jawaban dari pertanyaan di atas tadi. Mereka jadi yang terdepan karena konsistensinya terhadap image yang mereka buat.

Jika sebuah band sudah memiliki image yang kuat saya pikir dengan sendirinya itu akan menjadi nilai jual bagi si bandnya. Misalnya, sebuah perusahaan ingin membuat konser dengan tema “Rock Industrial 2024”, maka karena Koil dianggap sudah kuat dengan brandnya sebagai band rock industrial tadi, namanya menjadi muncul ke permukaan dan si perusahaan yang ingin menyelenggarakan konser itu akan tertarik mengundang Koil untuk mengisi acaranya. Ditambah dengan banyaknya para Koil Killers dan Koil Army (sebutan untuk penggemar Koil). Secara hitungan kasarnya saja, acara itu bisa ramai dan sukses. Artinya: keuntungan untuk pihak penyelenggara maupun bandnya.

Lain dengan Koil, lain pula dengan Seringai misalnya. Tanpa mengecilkan peran dari personil lainnya, Seringai beruntung mempunyai seorang frontman Arian13, yang tidak hanya bisa menjadi provokator di atas panggung, tapi juga bisa menjadi ilustrator yang bertanggung jawab akan image yang Seringai citrakan. Dia cukup rajin menggambar, hingga kemudian hal itu diaplikasiannya ke dalam bentuk merchandise, seperti kaos misalnya. Ketika kita melihat gambar tengkorak dan serigala pada akhirnya itu telah menjadi sebuah keidentikan dengan image Seringai.

Seringai cukup jeli dengan penciptaan karakter serigala sebagai image bandnya. Ini menjadi bersinergi dengan nama Seringai itu sendiri. Jika saja kita mengetik kata Seringai di mesin pencarian Google misalnya, beberapa sugesti yang muncul akan menampilkan gambar sesosok serigala. Pada akhirnya, Seringai dan serigala sendiri menjadi padu padan yang pas sebagai penciptaan image mereka. Sebuah band rock dengan karakter serigala kiranya akan menjadi sesuatu yang cool, dan ini dibuktikan dengan barisan penggemar Seringai yang biasa disebut dengan nama Serigala Militia. Coba bayangkan jika Arian memilih binatang lain sebagai karakter yang dia pilih sebagai image bandnya, kelinci misalnya. Mungkin kesan ‘garang’ tidak akan muncul dalam persona bandnya.

Dua band tadi dinilai cukup sukses menjadikan bandnya menjadi sebuah “produk” yang menjual. Lewat berbagai macam merchandisenya saja, rasanya kita tidak akan kesulitan menemukan banyak orang dengan kaos hitam-hitam bertuliskan Koil atau Seringai. Dengan beberapa ‘gimik’ dan propaganda yang mereka buat, pada akhirnya namanya menjadi terdepan dan muncul ke permukaan dan dapat dikatakan membuat band-band lain dengan warna serupa harus berada di bawah keidentikan identitas mereka.

Selain dua nama band itu tentu ada banyak lagi band atau musisi yang muncul ke permukaan dengan penciptaan persona atau branding yang kuat. Saya pikir dalam konteks industri hal itu menjadi penting gak penting, mengingat pada akhirnya sebuah band bisa diingat bukan hanya dari sisi musikalitasnya saja. Ozzy Osbourne misalnya. Pada tanggal 20 Januari 1982, Ozzy melakukan aksi panggung yang terbilang ‘gila’ dan hingga hari ini masih diingat. Ketika itu bandnya, Black Sabbath manggung di Auditorium Memorial Veteran di Des Moines, Iowa. Ditengah pertunjukan Ozzy melakukan aksi menggigit kepala kelelawar. Tak pelak hal itu menjadi perbincangan dimana-mana, dan citra Ozzy sebagai ‘prince of the darkness’ makin kuat dengan aksi panggung tersebut.

Saya pikir jika bicara industri, penciptaan persona dan branding itu menjadi sesuatu yang menguatkan musiknya untuk kemudian ‘dijual’. Selama tidak menurunkan kualitas musikalitasnya rasanya itu sah-sah saja. Tapi baiknya jangan sampai menomor satukan persona tapi melupakan esensi dan estetika musiknya itu sendiri.

Penciptaan persona dan branding ini sendiri rasanya makin kuat ketika hadir MTV di dunia. MTV menawarkan video klip dan cara orang menikmati musik jadi melebar karena ‘dimanjakan’ pula dengan sajian visualnya. Dari sana banyak musisi/band seolah berlomba menciptakan karakternya masing-masing, dari mulai David Bowie hingga Ozzy Osbourne. Orang kemudian terhubung dengan musik dan sajian visualnya.

BACA JUGA - Kreativitas Visual si Penyampai Pesan

M. N. Jordie

M. N. Jordie, drummer dan pencetus 'CJ1000". Band yang dimulai dari obrolan sela-sela waktu luang.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner