Selamat Datang di Era Baru: Apokaliptika

Selamat Datang di Era Baru: Apokaliptika

Sebuah kiamat kecil bagi saya pribadi dan Down For Life. Jojo bersama Anang 'Achenk' Farid adalah sosok yang bersama saya mendirikan Down For Life. Jojo jugalah yang selama 20 tahun jatuh bangun membangun, berproses dan ber-progress di Down For Life. Bagi saya, Jojo bukan hanya seorang teman bermain musik di band, tapi juga sahabat dan saudara. Ikatan persahabatan kami tidak sekedar di Down For Life atau Belukar. Kami saling mengenal pribadi masing-masing dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bisa dikatakan kami sudah saling pegang kartu masing-masing. Keluarga kami saling mengenal, bahkan saat ayah saya sakit, ayahnya Jojo memberi banyak saran dan menjenguk ayah saya juga. Kami tumbuh bersama dalam suka dan duka kehidupan, tidak hanya dalam Down For Life.

Kami berdua berdiskusi panjang tentang keputusannya ini. Bukan pilihan yang mudah untuknya, baginya Down For Life adalah perjalanan hidup dan spiritualnya. Jojo mengatakan bahwa dia tidak mundur dari Down For Life, tapi hanya berganti peran. Tidak lagi di atas panggung mengisi line up tapi berada di balik layar. Dia seorang Romanisti, dia menyamakan ini seperti saat Francesco Totti mengumumkan gantung sepatu dan kemudian berada di manajemen AS Roma. Demikian juga dia memutuskan gantung bass sementara dan berada di balik layar Down For Life. Alasannya adalah dia tidak dapat berkontribusi maksimal seperti sebelumnya. Down For Life masih memiliki mimpi-mimpi panjang yang harus diperjuangkan untuk diwujudkan, tapi bagi dia saatnya berganti peran.

Saya akhirnya memahami keptusannya. Baginya, hampir semua angan-angannya dalam bermusik terpenuhi dengan Down For Life. Ketika awal membentuk band ini, kami hanya berangan-angan bermain di kota Malang karena skena hardcore-nya yang luar biasa. Sesederhana itu target awal kami. Dulu, kami hanya bisa bermimpi merilis album, tur dengan bis tur, berangkat manggung naik pesawat, manggung di banyak panggung, festival dan TV nasional, dapat bayaran yang lumayan, punya toko yang menjual merchandise dan rilisan musik seperti yang kami lihat di katalog Victory Records dan tentunya bertemu dengan banyak teman dari seluruh dunia di ranah musik yang kami cintai. Bermain di luar negeri, terutama di festival sebesar Wacken Open Air, itu semua dulu hanya mimpi, dan Jojo sudah berhasil mewujudkannya bersama Down For Life. Jadi, mungkin itu saat yang tepat untuk memutuskan gantung bass untuk sementara waktu.

Ini untuk kepentingan dan kebaikan bersama, Jojo merasa dan berharap Down For Life mendapatkan personil yang bisa lebih berkontribusi dibanding dia. Menurutnya, zaman sudah berubah, teknologi berkembang sangat cepat, Down For Life harus bisa beradaptasi dengan baik atau akan hilang ditelan zaman. Dia sangat paham, kami sangat lemah dalam hal teknologi. Dia menyarankan syarat untuk bassis baru nanti: harus yang paham teknologi, selain tentunya masalah skill dan attitude diutamakan. Sebuah syarat yang masuk akal di masa sekarang.

Akhirnya saya dan teman-teman merelakan keputusan Jojo. Sekali lagi ditegaskan: Jojo tidak mundur atau keluar dari Down For Life, hanya berganti peran berada di balik layar. Dia sudah brkomitmen akan di Down For Life selamanya, seperti tertulis di tattoo di pinggang belakangnya, "DFL loyalty". Tugas berat menanti, kami harus segera mencari bassis pengganti untuk manggung karena jadwal di depan mata sudah menanti.

Kami awalnya berusaha mencari bassis yang tinggal di Solo atau Yogyakarta dengan pertimbangan mempermudah jarak dan waktu untuk jangka pendeknya mudah beradaptasi, dan jangka panjangnya mempermudah proses kreatif menyelesaikan materi untuk album baru. Saya mencoba menghubungi Oki dari Death Vomit, dia sempat satu kali menggantikan Jojo untuk syuting sebuah program musik. Selain itu, juga karena kami sudah saling mengenal kapasitas bermusik dan pribadinya. Bahkan saya dan Oki berteman jauh sebelum kami bermain musik dengan Down For Life maupun Death Vomit. Tapi, Oki sedang sibuk mempersiapkan album baru Death Vomit dan pekerjaaannya yang tidak bisa ditinggalkan dalam waktu dekat.

Kemudian, Rio merekomendasikan Rizky Gombloh, seorang gitaris dan bassis yang juga kawan kami di Solo. Bukan kebetulan juga, Gombloh pernah menjadi crew kami di beberapa tahun sebelumnya. Setelah satu panggung di Sukabumi, kami merasa dia bukanlah bassis yang tepat untuk kami karena pada dasarnya dia seorang gitaris dan lebih banyak bermain musik pop bersama bandnya, Jcoda.

Stephanus Adjie

Stephanus Adjie. Dikutuk menjadi metalhead sejak 1990 sampai akhir menutup mata.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner