Pikirin Konten, Biar Nggak Impoten

Pikirin Konten, Biar Nggak Impoten

Sialnya, konten yang kita anggap baik, tidak serta merta akan disambut dengan baik, karena konten terbaik membutuhkan kekuatan yang memikat, sehingga mampu memberi dampak, apalagi menginspirasi atau menghibur orang lain. Menurut Seth Godin: "Internet adalah media terbesar, tapi sekaligus bisa memberi respon terkecil. Kamu belum tentu bisa mencuri perhatian jika kontenmu buruk. Padahal internet tempat di mana semua gagasan pantas dilihat hampir semua orang. Internet adalah lapangan sangat luas, tapi bisa menciptakan bisikan kecil, internet bisa egois. Kamu akan ditemukan, ketika orang mulai mencarimu, ciptakan perhatian yang memikat."

Saya membayangkan, manajemen band bisa mencoba untuk menjajaki kerjasama dengan para sineas lokal, membuat web series. Satu episode berdurasi 10 menit, dan naskah film tiap episode diambil dari setiap lirik lagu. Satu lagu diproduksi menjadi satu film pendek yang bersambung. Sepuluh episode diproduksi untuk mengisahkan sepuluh lagu. Atau segera bikin tim produksi audio visual, untuk membuat acara talkshow sendiri dalam membedah setiap lagu, lalu tampil di studio. Direkam beberapa episode dalam bentuk video atau audio yang layak untuk serial podcast. Bisa juga membuat film dokumenter singkat, mengenai sejarah terbentuknya band dan melakukan wawancara singkat dengan pelaku sejarah yang punya andil. Rasanya semua ini bisa jadi opsi konten digital untuk digarap.

Di seberang telepon, teman saya sesama musisi bilang: "Puji syukur Che, gue mulai main di beberapa konser virtual, dan didanai sponsor, karena mereka ngeliat akun media sosial gue nggak berhenti bikin konten."

Komedi putar media sosial bergerak semakin cepat, tapi jangan sampai kita tidak pernah mencapai ke mana-mana. Mulai ciptakan konten digital yang layak untuk dibuat, dengan kisah yang layak untuk diceritakan, sehingga layak dipergunjingkan, itu akan jadi kisah yang bergaung dan bertahan lama. Memproduksi konten yang berkelanjutan memang tak mudah, butuh biaya yang tidak kecil, sumber dana bisa kita dapatkan dari penjualan merchandise. Atau dari perolehan tiket virtual show, atau income bulanan dari YouTube.

Che Cupumanik adalah biduan dari dua band grunge, yakni CUPUMANIK & KONSPIRASI. Ia pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah independen bernama JEUNE MAGAZINE, selama 29 edisi.

Kiprahnya dalam dunia musik pernah ditulis dalam sebuah buku berjudul "ROCK MEMBERONTAK", ditulis oleh orang dari litbang KOMPAS bernama Eko Wustuk.

Selain sebagai musisi, Che juga sering menjadi pembicara. Dia pernah bekerja sama dengan institusi KPK, tur ke beberapa kota untuk melakukan klinik penulisan lirik antikorupsi. Dia pernah tampil sendiri dalam pentas monolog di bentara budaya KOMPAS.

Selain menulis artikel di beberapa media dan portal musik, Che termasuk dalam tim 'ROCKOTOR TV', sebuah channel TV di YouTube yang mengupas gerakan musik grunge nusantara. Che kini sedang menyelesaikan proyek album solonya, dan tengah menyelesaikan penulisan buku karya perdananya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner