Coretan dari Dinding-Dinding Kota
Foto koleksi Ritmekota
Sesungguhnya saya tidak melulu sendirian dalam menyiapkan rancangan buku Ritmekota. Sejak awal sudah banyak dibantu oleh Hilman dalam berburu calon penulis dan naskah, sampai melobi ilustrator. Juga ada Dewi Ratna yang cerewet mengingatkan ini-itu dan turun tangan menangani lini publisitas Ritmekota. Lantas ada Aldymavl yang berkontribusi bikin ilustrasi sampul buku, serta Ali Topan (Redbiter Photoworks) yang rela menyumbangkan foto-fotonya.
Di benak kami sedari awal sudah ada nama Muhammad Hilmi yang musti digiring keterlibatannya dalam buku Ritmekota – mengingat relasi dan pemahamannya yang kuat soal scene musik di Malang. Dia sudah pernah merasakan berbagai gigs, nongkrong dengan banyak squat, bahkan sempat menggarap Sintetik Zine ketika kuliah di Malang. Apalagi soal penulisan dan jurnalisme musik bukanlah hal yang asing bagi pria yang sekarang bekerja di situs Whiteboard Journal itu. Kepadanya kami luangkan halaman kosong untuk menulis pengantar buku Ritmekota.
Selama prosesnya pun, saya banyak berkonsultasi dengan beberapa orang soal buku Ritmekota. Diskusi ringan dengan sejumlah kawan di tongkrongan musik dan penulisan. Salah satunya dengan Kimung pas kebetulan dia datang mengisi sebuah workshop di Malang. “Kota ini perlu narasi,” begitu katanya. “Supaya peradaban musiknya tetap tercatat dan bisa dikembangkan lebih jauh…”
Kumpulan naskah di buku Ritmekota memang agak bertabur romantika dan bumbu sentimentalia. Mungkin terbaca cukup sederhana dan biasa saja. Nyaris tanpa narasi pencapaian yang hebat atau success story seperti kebanyakan kisah-kisah “from zero to hero” yang semakin marak dan sudah klise itu.
Memang seperti itu saja sebenarnya maksud buku Ritmekota. Sekadar mengumpulkan berbagai catatan, rekam jejak, serta esai personal seputar scene dan ekosistem musik di kota Malang. Sekaligus menggairahkan budaya menulis, serta memompa keberanian untuk selalu mencatat dan berbagi pengalaman.
Comments (0)