Abstraksi Dari Skrip yang Terselamatkan
Tempo hari ada seorang kawan yang tiba-tiba bertanya kepada saya sambil memegang buku Punguti Aksara: “Eh mas, gimana rasanya akhirnya kamu menerbitkan buku?”
Saya sempat meringis. Kaget dan bingung. Tidak tahu musti menjawab apa. Lalu hanya bisa menjawab singkat, “Ah, biasa saja sih. Uhm, ya agak plong juga…”
Sejujurnya, saya tidak tahu musti merespon seperti apa. Saya masih menganggap buku Punguti Aksara ini adalah “produk haram” di masa pandemi untuk mengisi kekosongan di rumah dan menjaga saya supaya tetap waras saja. Oke, sekaligus ada sedikit niat untuk mendokumentasikan arsip tulisan saya agar tidak tercecer dan supaya bisa dibaca di atas kertas juga.
Kalau anda sudah membaca tuntas buku Punguti Aksara, saya selalu menanti segala bentuk saran dan kritiknya dengan senang hati. Sebab, tanpa itu semua saya tidak akan punya amunisi dan tekad untuk (belajar) menulis lebih baik lagi. Semoga kerja pencatatan dan penulisan musik seperti ini masih ada faedahnya buat kita semua.
Terus terang, proses mengerjakan Punguti Aksara menjadi pengalaman seru dan menyenangkan. Rasanya saya bakal kecanduan akan kerja penulisan buku seperti beberapa bulan terakhir kemarin. Apalagi hari ini pandemi masih belum kelar dan saya sudah semakin betah di rumah. Ditambah dengan sejumlah gagasan dan coretan kasar pada naskah-naskah yang belum selesai di laptop. Mereka sudah menunggu saya untuk kembali “dihajar” lagi.
Ini mungkin saatnya bagi saya untuk segera mengangkat pena kembali dan mulai menggarap tanggungan naskah atau buku selanjutnya. Satu-persatu hingga tetes tinta terakhir. Jadi, sampai ketemu di lain ruang dan halaman. Sehat-sehat ya semuanya.
Write and bleed.
*Esai ini mengambil potongan narasi dari pengantar saya di buku Punguti Aksara. Buku Punguti Aksara bisa dipesan melalui Toko Rekam Jaya serta beberapa distributor yang ditunjuk oleh penerbit.
Comments (0)