Abstraksi Dari Skrip yang Terselamatkan

Abstraksi Dari Skrip yang Terselamatkan

Ketika naskah buku dan semua kebutuhannya sudah siap, saya setorkan semua kepada penerbit Pelangi Sastra. Langsung masuk tahap lay-out hanya dengan sedikit revisi kecil. Awal tahun 2022 sudah masuk proses naik cetak. Akhir bulan Februari 2022 buku saya itu mulai terbit dan beredar di pasaran.

Punguti Aksara memuat kumpulan tulisan saya yang bersumber dari blog pribadi dan kontribusi di berbagai media. Di situ sengaja saya pilih naskah yang berformat feature atau esai seputar musisi dan band Indonesia. Ada naskah lama, baru, maupun yang hasil rekonstruksi. Eksplanasi yang lebih rinci saya uraikan pada halaman “Di Balik Skrip” di setiap tulisannya. Sudah coba saya jelaskan sedetil-detilnya di sana, ibarat behind the scene dari masing-masing naskahnya.

Di buku ini saya masukkan tulisan mengenai Radio Senaputra yang setia memancarkan propaganda rock di udara kota Malang. Catatan bocah yang beruntung bisa menonton konser Rotor setelah lolos dari kepungan tentara di Lebak Bulus ’93. Rangkuman kesaksian para mantan remaja belia yang nekat mengelola konser underground untuk pertama kali di kotanya. Kepingan narasi biografis dari jejak Rotten Corpse, Ingus, Antiphaty, Extreme Decay, sampai Tani Maju. Kisah Jasad dan Forgotten saat memulai karirnya dari kampung Ujungberung. Sampai ragam cerita di balik album milik Homicide, Burgerkill, Seringai, dan Sajama Cut.

Juga ada gejolak muda-mudi yang menyalakan bara, tawa dan amplifier di Houtenhand. Laporan dari konser God Bless di Malang. Wawancara yang panjang dengan Wendi Putranto, Nova Ruth, Garna Raditya, dan Idhar Resmadi. Esai tentang musik protes dan narasi perlawanan di era senjakala Orde Baru, serta perjalanan band metal Indonesia untuk bisa tur ke luar negeri. Kisah perburuan aneka rilisan sembari memelototi ilustrasi sampul album, serta nasib toko rekaman di era digital dan masa pandemi.

Semua itu saya tulis berdasarkan pada aneka kisah dan kesaksian dari kawan-kawan di sekitar, memori kolektif dan mitos dari beragam tongkrongan, pantauan dari luar venue hingga belakang panggung, catatan pinggir dari koleksi rekaman, serta vibrasi baik dari tumpukan zine dan kelas jurnalisme musik yang masih tumbuh di komunitas kita. 

Selama ini, saya sering bilang, sangat berhutang banyak pada tradisi zine. Memang dari situ awalnya saya belajar menulis musik dalam skema yang ugal-ugalan. Kemudian sekian lama terseret menulis untuk media cetak dan online. Menyenangkan meski tidak terlalu glamor seperti kisah reporter cilik di Almost Famous. Tidak pernah terbayangkan kalau menulis musik ternyata menjadi satu hal yang sangat seru dan bisa membawa saya ke mana-mana. Nyatanya, aktifitas ini masih menantang dan terus saya jalani sampai sekarang. Tanpa sesal.

Maka melalui buku Punguti Aksara ini, kalau boleh, saya ingin menyapa dan angkat gelas yang tinggi kepara para zine maker, penulis musik partikelir, pengelola media musik, serta siapapun yang (pernah) bergelut dengan jurnalisme musik. Saya sengaja memberikan baris ucapan terima kasih dan respek khusus bagi mereka semua pada bagian akhir buku Punguti Aksara. Cheers!

Lahir dan besar di kota Malang. Memulai kegiatan menulis melalui fanzine dan newsletter. Sempat menerbitkan Mindblast Zine dan situs Apokalip.com. Tulisannya pernah dimuat di Jakartabeat, Rolling Stone Indonesia,The Metal Rebel, DCDC, Supermusic, Vice Indonesia, Jurnal Ruang, Whiteboard Journal, Warning Magz, Pop Hari Ini, Demajors news, dan sejumlah media lainnya. Saat ini tetap menulis sehari-hari untuk topik musik dan budaya populer, sembari mengelola institusi Solidrock serta jaringan distribusi rekaman di Demajors Malang dan Rekam Jaya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner