Perempuan Komponis Indonesia

Perempuan Komponis Indonesia

Sepertinya memang sudah saatnya kita sadar, bahwa keberadaan perempuan komponis telah memberikan warna dalam sejarah panjang kehidupan musik di Indonesia

Perempuan komponis Indonesia jumlahnya mungkin tidak sebanyak komponis laki-laki. Namun gaung karyanya masih tetap terdengar meski samar. Trisutji Kamal (28 November 1936 - 21 Maret 2021), mungkin dapat dikatakan sebagai pembuka jalan atau pionir bagi keberadaan perempuan komponis Indonesia yang karyanya telah dipertunjukan tidak hanya di panggung pertunjukan musik Indonesia saja, tetapi juga telah mendunia. Trisutji Kamal yang merupakan keturunan aristokrat Jawa, dengan latar belakang budaya yang begitu kental mencoba untuk merambah musik klasik dan memilih untuk belajar sampai ke Eropa. Menjadi perempuan aristokrat Jawa dengan segudang tetekon yang membayangi, tentunya tidak mudah baginya untuk tetap konsisten berkarya di luar jalur kebiasaan perempuan pada zamannya. Namun demikian, inferioritasnya sebagai perempuan ia kesampingkan dan dengan tegas memilih jalan untuk terus berkarya sebagai seorang perempuan komponis, bahkan hingga saat ia telah berkeluarga dan memiliki anak.

Trisutji Kamal merupakan representasi ideal bagi perempuan komponis yang mampu menyeimbangkan kehidupan pribadinya sebagai seorang perempuan, istri sekaligus ibu, dan juga kehidupan sebagai seorang perempuan komponis yang terus produktif berkarya. Selama kiprahnya sebagai perempuan komponis, sudah lebih dari 200 karya telah ia ciptakan dan telah dimainkan oleh para musisi kelas dunia di berbagai perhelatan musik. Pencapaian ini tentu tidaklah mudah, terlebih dengan budaya patriarki negara kita yang begitu kuat pada masa itu. Namun ia mampu bertahan, mempertahankan eksistensinya, mengembangkan potensi dirinya dan menginisiasi diri sebagai perempuan komponis yang gaungnya menjadi pembuka jalan bagi para perempuan komponis di era setelahnya.

Berbicara soal perempuan komponis, tak lengkap rasanya jika tidak menyebut nama-nama seperti Marusya Nainggolan, Nyak Ina ‘Ubiet’ Raseuki, Shinta Wulur, hingga Peni Candra Rini yang juga eksis dan konsisten dalam membuat berbagai karya komposisi musik. Masing-masing perempuan komponis tersebut memiliki gaya dan latar belakang musik yang berbeda, yang sangat menarik untuk di apresiasi.

Marusya Nainggolan yang merupakan seorang pianis dengan latar belakang musik barat yang begitu kental, namun dalam karyanya ia kerapkali meramu komposisi musik dengan sentuhan instrumen tradisional Indonesia yang diolah dengan begitu dinamis. Nyak Ina ‘Ubiet’ Raseuki, seorang asal ujung barat Indonesia yang pula hebat dalam mengolah berbagai kemungkinan suara manusia. Aktif sebagai antropolog, ia juga telah menjejaki berbagai kekayaan seni suara Indonesia dari beragam etnis yang ada, dengan berbagai keunikan dan eksotismenya, yang kemudian memperkaya pengalaman estetisnya sebagai seorang pesuara sekaligus improvicer dengan berbagai karya yang telah dipentaskan diberbagai perhelatan musik. Adapula Shinta Wulur, perempuan komponis yang aktif berkarya di Belanda, dan Peni Candra Rini, seorang pesinden sekaligus akademisi seni yang juga aktif berkarya sebagai seorang perempuan komponis yang karya-karyanya bernafaskan musik etnis Jawa dengan olah vokal yang unik dan menarik. Selain itu, Peni Candra Rini juga mampu melampaui batas kemampuan seorang pesinden dengan eksplorasinya yang begitu kaya dalam dunia seni suara berbasis tradisi.

Dinar Rizkianti

Dinar Rizkianti atau akrab dipanggil Kunay, adalah seorang pesuara etnik sekaligus perempuan komponis yang terjaring dalam Perempuan Komponis Forum dan Lab. Sehari-hari bekerja sebagai pengajar di salah satu Kampus Seni di Kota Bandung. Ia juga tergabung menjadi vokalis di berbagai grup musik multigenre seperti Malire, Ethno Progressive dan Gumam.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner