Tongkrongan, Band Paket, dan Cara Kancah Berbagi

Tongkrongan, Band Paket, dan Cara Kancah Berbagi

Dalam wawancara untuk Bandung Pop Darlings, Adit vokalis The Bride yang juga inisiator Frantic menyebut, saat itu scene indies memang perlu gigs yang memadai. Sebelumnya mereka hanya bisa main di acara ulang tahun. Panggung besar masih jauh karena di era itu masih ada gap yang lebar antara musisi label besar dengan musisi bawahtanah. Sementara Saparua terlampau identik dengan musik bawahtanah berkarakter keras.

"Frantic ini kemudian jadi melting pot indies. Acara pertama yang mengumpulkan band-band indies," kata Adit.

Memang tak butuh waktu lama untuk mereka menarik perhatian. Meski acara mandiri tetap ada dan tak jarang ditonton oleh band yang main pula, di era 1997 beberapa band yang semula tampil di Frantic sudah bisa punya panggung berkala. Paling tidak jadi band layer dua pada acara pentas seni sekolah dan kampus. Memang tidak semua, tapi selalu ada saja cara bagaimana menyokong kawan. Konsep band paketan jadi pilihan.

Konsep ini sederhana. Dan seingat saya masih sering digunakan oleh band-band yang muncul era 2000-an. Enggak tahu kalau sekarang. Singkatnya, band yang sudah punya banyak panggung diimbau membawa serta satu atau dua band kawannya untuk ikut main di acara yang sama.

"Kayak di PRB itu kan seingat saya ada 26 band. Yang sering main Kamehame, ETA, dan Pokemon. Agar band lain punya kesempatan tampil, saya minta tiga band ini selalu membawa minimal satu band PRB lain setiap kali mereka manggung," kata Andi Asmawir, pegiatan kancah yang memanajeri band-band di PRB. Lagi-lagi, semua soal berbagi.

Saya tidak tahu sekarang. Mungkin pola berbaginya saja yang sudah berbeda. Sudah tidak dengan sentuhan langsung tetapi dengan jalinan di ruang-ruang maya. Atau mungkin saya saja yang tak lagi bergaul. Digerus hidup. Sementara warisan untuk saling berbagi kebaikan masih berlangsung dan sinambung. Karena tanpanya, mungkin kita tak akan merayakan hari ini.

Irfan Muhammad (menamakan nama penanya sebagai irfanpopish) adalah penulis buku @bandungpopdarlings. Sehari-hari dia bekerja sebagai jurnalis yang bertugas di Ibu Kota untuk desk Polhukam. Di luar aktivitas liputannya, Irfan sesekali masih menangani Yellowroom Records, label kecil yang dia mulai bersama sejumlah teman di Bandung sejak 2014 dan bermain untuk unit alternative, MELT.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner