Musik Ekstrim, Antara Tradisi dan Trendi

Musik Ekstrim, Antara Tradisi dan Trendi

Faktor kedua, ingin dianggap keren. Nah! Kalau ingin nampak keren, saya sedikit sarankan ya, jangan jadi Metalhead, apalagi di ranah Black Metal. Menjadi keren itu sungguh berat, cukup Dilan saja. Kasus yang mirip juga terjadi di (lagi-lagi) Punk. Seabrek anak belia ingin jadi Punker hanya karena melihatnya sebagai hal yang keren. Dan itu juga terjadi di beberapa subgenre metal lainnya. Lalu apa yang salah dengan menjadi keren? Tidak ada. Sebab itu merupakan hak asasi setiap manusia. Cuma, apa kamu lupa atau sengaja mengabaikan fakta bahwa ekosistem di Bawah Tanah itu hidup, dan senantiasa dihidupkan oleh semangat menolak tunduk, dan semoga saya tidak berlebihan menyebutnya; egaliter.

Apakah saya sedang meledek mereka yang gemar berbusana ala Black Metal atau mengesankan garang, dengan unggahan seabrek dari koleksi rekaman fisik sampai tetek bengek lainnya? Tentu saja tidak. Tidak ada masalah, dan saya tegaskan lagi, tidak pernah ada masalah seseorang mengunggah, atau menunjukan koleksi rekaman fisik atau kaos bandnya di media sosial. Itu bagian dari passion mereka, public statement, atau bahkan sense of belonging, serta yang paling penting disini ialah berbagi informasi atau wawasan. Dan jelas bahwa tidak ada sedikit pun masalah, karena mereka juga mendengarkan koleksi rekaman fisik yang mereka miliki, apalagi nama band yang tercantum di kaosnya. Saya kutipkan di sini postingan dari salah satu kawan baik saya, kawan yang sangat provokatif di medsos yang berbunyi; “If you don’t listen to the band don’t wear the shirt.” Yah, kecuali ada yang ngasih kaos band dimana yang dikasih itu tidak tahu, atau tidak pernah dengar musiknya. Mau gimana lagi, cuma dikasih kok, kakaks….

Faktor ketiga, parodi. Ada loh, dan ini benar-benar ada, yang tampil secara Black Metal namun tujuannya untuk lucu-lucuan. Parodi memang identik dengan hal-hal yang bisa mengundang gelak tawa. Parodi juga dikenal khas dengan cara menirunya sampai sepersis mungkin, dengan apa yang sedang ditiru. Tapi, konon juga parodi merupakan satu style of art untuk mengkritik. Persoalan di sini, kritik semacam apa yang hendak ditujukan ke Black Metal? Lalu, apakah itu beneran kritik? Toh, pada ujung-ujungnya jualan juga, kan? Bagaimana pun caranya, ada banyak cara mendulang profit dengan cara eksentrik, nyentrik, kekinian, dan komoditasnya bisa diambil dari apa saja, termasuk Black Metal. Alhasil, makin banyak jenis jokes yang bagi saya garing, semisal “gakpapa jadi anak Black Metal, yang penting rajin ibadah. Tipikal seperti itulah yang sekarang ini cukup sering jadi bahan guyonan, mulai dari yang receh sampai yang konon kudu mikir keras. Bagi saya, hal-hal semacam itu malahan menunjukkan parade ke-oxymoronan yang luar biasa bebal dan arogannya. Lalu, sebenarnya saya mau ngomong apa sih di tulisan ini?


ABBATH - Foto: metalinjection.net

Sebagian diantara kita pasti pernah atau sering mendengar istilah hipster. Dan ya, inilah persinggungan dari semua faktor di atas yang hendak saya sampaikan di sini; perihal hipster di ranah musik ekstrim. Merujuk sebuah artikel di Ultimate Gitar, ada sebuah kasus menarik dalam subgenre Black Metal mengenai Hipster Black Metal. Ditulis di sana, Hipster Black Metal merupakan istilah yang belum terlalu lama munculnya. Biasanya istilah itu digunakan untuk menjabarkan band yang memainkan Black Metal yang bukan “trve”, yakni yang tanpa mengenakan corpse paint, memainkan sound yang jauh dari apa yang biasa dimainkan oleh band Black Metal pada umumnya, dan sebagainya. Sampai di sini, sebenarnya masih menjadi hal yang biasa apabila sebuah aliran musik mengalami perkembangan demi perkembangan secara teknis. Namun masih dari sumber artikel yang sama, ada perbedaan dengan band-band avant-garde, eksperimental, atau Post-Black Metal, dengan band-band Hipster Black Metal itu. Kategori pertama adalah mereka yang mencoba mendorong, atau bahkan melampaui berbagai batasan dari pakem-pakem teknis awal, namun selalu mengambil, juga tanpa henti menggali inspirasi dari sana, dan yang terpenting sangat peduli pada sisi ideologis, baik secara musikal atau segi penafsiran lainnya. Setidaknya, band-band semacam ini pernah mengalami fase memainkan aliran yang “otentik” atau paling tidak punya pemahaman kuat.

Hernandes Saranela

Hernandes Saranela merupakan pembuat film personal di bawah bendera kolektif Cinemarebel Yogyakarta. Vokalis dari band Punk DEMSTER & band Pagan Metal ENUMA ELISH. Juga menjadi pengajar film dan akting di salah satu kampus di Jogjakarta.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner