Membenturkan Dua Kutub Budaya Dalam Balutan Bhinneka Tunggal Ika

Membenturkan Dua Kutub Budaya Dalam Balutan Bhinneka Tunggal Ika

Ada yang menarik dari sisi pengemasan rangkaian konser “Bhinneka Tunggal Ika – Liman Soka 2018” yang menampilkan Jasad sebagai penampil utama. Sebelumnya, saya akan mencoba menarik mundur kembali mengenai konser Bhinneka Tunggal Ika dan Jasad sebagai sebuah pertunjukan yang membawa entitas budaya nasional, sekaligus Jasad yang mewakili sebuah ikon dari musik ekstrim death metal di Indonesia. Pasca dirilisnya album Witness Of Perfect Torture, secara konsep lirik Jasad mengalami perubahan. Adalah sosok Man yang pada awalnya bersentuhan dengan ruang lingkup kebudayaan Sunda dan mengantarkan Man pada banyak wacana mengenai ajaran leluhurnya. Penggalian kembali nilai-nilai kultural yang dilakukan oleh Jasad dan berakhir di muara kreativitas dalam bentuk lirik-lirik yang dirangkum di album Rebirth Of Jatisunda seolah menegaskan kelahiran kembali Jasad sebagai sebuah band yang membawa gerbong dengan muatan nilai-nilai lokalitas dalam hal ini kebudayaan sunda dan nusantara.


Artwork "Rebirth of Jatisunda" -  Foto: Metal Archives

Jika kita negasikan isu yang diusung oleh Jasad di album Rebirth of Jatisunda dengan konsep Konser Bhinneka Tunggal Ika, maka kita akan menemukan banyak irisan terkait nilai kultural dalam konsep nusantara sebagai nilai dasar sebuah negara kepulauan. Sebagai sebuah dogma budaya, maka konsep Bhinneka Tunggal Ika hadir sebagai satu nilai pemersatu yang diharapkan mampu merekatkan segala bentuk perbedaan dalam sebuah tatanan sosial sebuah negara. Sebuah bangsa terlahir dari konsep budaya yang diwakilkan pada struktur masyarakat terkecil melalui suku, bahasa, kesenian dan ekspresi lokal yang terdapat di dalamnya. Nusantara tercipta karena adanya segala macam perbedaan menyangkut suku, bahasa, kesenian dan ekspresi budaya yang tersebar di setiap pelosok kepulauan.

Bhinneka Tunggal Ika hadir dan menjadi sebuah semangat yang mengangkat rasa kebanggaan pada nilai-nilai lokal. Karakter itulah yang pada akhirnya dimunculkan oleh Jasad melalui garapan rangkaian konser Bhinneka Tunggal Ika yang mengusung kebanggaan pada nilai-nilai budaya lokal sebagai sebuah kekuatan dasar sebuah bangsa. Artinya, Jasad seolah hadir mewakili semangat ekspresi budaya kekinian melalui musik ekstrim metalnya, membawa semangat penggalian nilai-nilai leluhur dan ekspresinya menjadi semacam representasi dari kekuatan karakter sebuah bangsa. Persis seperti apa yang dilakukan oleh band Amon Amarth asal Swedia yang mengusung nilai-nilai kultural bangsa Viking namun tidak lantas terjebak pada semangat chauvinism dan sektarian. Nilai kultural lokal mampu menjadi amunisi kreatif bagi setiap ekspresi dalam setiap karyanya.

Ranah musik bawah tanah Kota Bandung tidak akan pernah sama jika Addy Gembel tidak hadir di era '90an. Bersama grup musik ekstrim yang dinamai Forgotten, ia lantang menyuarakan tentang hal-hal provokatif dan kontroversial, dengan dua jenis pilihan bahasa: frontal dan sangat frontal. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner