Membenturkan Dua Kutub Budaya Dalam Balutan Bhinneka Tunggal Ika

Membenturkan Dua Kutub Budaya Dalam Balutan Bhinneka Tunggal Ika

Dalam konser Bhinneka Tunggal Ika kali ini, Jasad mengusung tema “Liman Soka”. Secara harfiah, tema ini mengandung arti rasa keprihatinan terhadap ilmu pengetahuan yang disalahgunakan oleh sebagian kelompok untuk memecah belah persatuan dan menciptakan konflik di ranah sosial. Namun, artikel ini tidak akan membahas tema tersebut secara lebih spesifik. Yang justru lebih menarik untuk dikaji adalah kolaborasi antara Jasad dengan kesenian tradisional wayang golek. Seniman wayang golek yang dilibatkan adalah Bhatara Sena. Ia adalah seorang dalang muda yang merupakan putra bungsu dari maestro wayang golek Asep Sunandar Sunarya dari Padepokan Giri Harja.

Dalam sebuah kesempatan, Jasad menerangkan bahwa dalam rangkaian konser Bhinneka Tunggal Ika 2018 ini, mereka merasa mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan isu mengenai konsep Bhinneka Tunggal Ika dalam bingkai berbangsa dan bernegara yang dihubungkan dengan isu Pilkada serentak secara nasional. Dalam kaitannya dengan penyampaian isu persatuan dan kesatuan, Jasad merasa perlu mengemas isu tersebut dalam sebuah kolaborasi kesenian antara musik death metal dengan kesenian wayang golek. Sebagai sebuah ekspresi budaya modern, musik death metal dihadirkan oleh Jasad yang berdampak pada makin menguat dan membesarnya fans mereka di kalangan anak muda di berbagai pelosok di Indonesia. Sementara, wayang golek sebagai sebuah ekspresi budaya tradisional dihadirkan oleh dalang Bhatara Sena sebagai salah satu identitas budaya nusantara yang perkembangannya makin hari kehilangan penggemar, terutama di kalangan anak muda.

Dari penjelasan situasi di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ada dua sisi situasi paradoks dari dua kutub yang berbeda. Jasad sebagai sebuah entitas band death metal yang mempunyai massa penggemar anak muda yang banyak, dan Bhatara Sena yang mewakili kesenian wayang golek yang dari hari ke hari semakin kehilangan peminat. Apabila dua kutub tersebut dipertemukan, maka akan ada irisan yang bisa menjadi solusi bagi kesenian tradisional wayang golek untuk kembali memperoleh apresiasi di kalangan anak muda. Situasi ini lah yang akhirnya direspon secara positif oleh kedua belah pihak. Konsep yang disodorkan adalah kolaborasi dalam bentuk karya pertunjukan, di mana masing-masing karakter, baik musik Jasad maupun penampilan dalang Bhatara Sena, berdiri sendiri namun saling memberi makna terhadap karakter masing-masing.

Ada bagian di mana musik Jasad dengan karakter death metal yang intens, rapat, cepat dan brutal hadir menjadi musik pengiring penampilan dalang Bhatara Sena memainkan aneka jenis wayang. Atau, ada saatnya kedua kolaborator tersebut tampil masing-masing dan saling merespon karya yang dimainkan. Sangat menarik menikmati pertemuan dua kutub budaya yang terbilang ekstrim tersebut. Kenapa saya sebut ekstrim, karena masing-masing seniman baik Jasad maupun dalang Bhatara Sena mempunyai “pakem” dalam memainkan keseniannya masing-masing. Yang patut diapresiasi tentu saja dalang Bhatara Sena. Sebagai seorang generasi dalang muda yang datang dari keluarga maestro dalang Asep Sunandar Sunarya, sikap terbuka dan berani melakukan kolaborasi dengan Jasad adalah bagian dari respon untuk menjaga, melestarikan dan mengembangkan seni tradisi wayang golek.

Apa yang dilakukan oleh Jasad dengan konsep kolaborasinya memang bukanlah hal baru di ranah industri musik independen Indonesia. Konsep serupa pernah diusung oleh banyak band dengan beragam tema dan konsep. Yang membedakan adalah bentukan karya yang dihasilkan tidak sekedar menjadi tempelan dan justru hadir menjadi bentuk baru dari sebuah pertunjukan. Sebuah karya yang mempunyai ruh dan berdiri sesuai karakternya masing-masing.

Ranah musik bawah tanah Kota Bandung tidak akan pernah sama jika Addy Gembel tidak hadir di era '90an. Bersama grup musik ekstrim yang dinamai Forgotten, ia lantang menyuarakan tentang hal-hal provokatif dan kontroversial, dengan dua jenis pilihan bahasa: frontal dan sangat frontal. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner