May Day dan Munculnya Lagu-lagu Perlawanan

May Day dan Munculnya Lagu-lagu Perlawanan

Di era kepemimpinan Presiden Soeharto atau era Orde Baru, Hari Buruh tidak pernah dirayakan karena diiidentikkan dengan gerakan atau paham komunis. Kebebasan buruh untuk berserikat dilarang dengan cara yang represif. Sejak peristiwa 30 September 1965, Hari Buruh menjadi tabu di Indonesia, termasuk menyanyikan lagu "Genjer-Genjer". Soeharto menghilangkan May Day pada 1967 dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja.

Di tengah situasi represif menjelang bergulirnya reformasi, ada sebuah lagu popular yang kerap dinyanyikan peserta aksi demonstrasi berjudul "Darah Juang". Lagu ini diciptakan oleh aktivis mahasiswa, John Tobing dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM). Lagu ini dengan cepat menjadi popular di kalangan aktivis. Lagu "Darah Juang" seolah menjadi lagu wajib bagi setiap mahasiswa yang berdemonstrasi dan mampu membakar adrenalin di kala mereka berjuang di jalanan bersama elemen buruh dan petani untuk menggulingkan rezim otoriter.

Setelah reformasi bergulir di tahun 1998, barulah kaum buruh bisa kembali meraih kebebasannya untuk kembali merayakan 1 Mei sebagai Hari Buruh. Hari di mana mereka libur dari bekerja dan bisa kembali turun ke jalan untuk menyuarakan tuntutan mereka terkait dengan kesejahteraan. Lagu "Darah Juang" kembali banyak dinyanyikan dalam banyak versi oleh beragam musisi. Demikian juga dengan lagu "Genjer-Genjer" yang didaur ulang oleh Tika and The Dissident. Selain mendaur ulang lagu "Genjer-Genjer", band ini juga secara khusus menciptakan lagu tentang Hari Buruh dengan judul "May Day" sebagai bentuk ajakan untuk merayakan hari kebebasan.

Setiap peristiwa pergerakan sosial selalu menciptakan banyak dinamika dalam proses penciptaan karya seni. Salah satunya adalah adalah ekspresi yang dibangun lewat musik. Melalui karya musik kita seolah diajak berkelana pada banyak peristiwa terkait pergerakan sosial di dunia. Lagu-lagu yang tercipta terkait dengan peristiwa May Day menjadi bagian dari potret zaman lengkap dengan nilai-nilai historis dari setiap nada dan lirik yang dihantarkan.

Ranah musik bawah tanah kota Bandung tidak akan pernah sama jika Addy Gembel tidak hadir di era '90an. Bersama grup musik ekstrim yang dinamai Forgotten, ia lantang menyuarakan hal-hal provokatif dan kontroversial, dengan dua jenis pilihan bahasa: frontal dan sangat frontal.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner