Kekuatan Militansi (Sebuah P

“Satu satunya jalan yang membuat grup musik kontemporer atau katakanlah di sini musik yang tidak mainstream atau underground modalnya hanya militansi” – Harry Roesly (Musik: Antara Kritik dan Apresiasi, Suka Hardjana)

Apa itu militansi? Militansi tak jauh dari makna "bersemangat" atau "bergairah". Dalam kamus American Heritage Dictionary, “militant” didefinisikan dengan “fighting or warring” dan “aggressive”. Jika digabung dengan akhiran "i" dalam bahasa Indonesia, maka kata ini berubah menjadi “militansi”. Di Indonesia sendiri, teori militansi diterapkan sejak dulu, ketika para pejuang untuk berperang mencapai kemerdekaan. Dalam perspektif saya, militansi berarti melakukan sesuatu yang tidak berorientasi pada uang.

Ensemble Tikoro | foto: facebook

Dikorelasikan pada musik, biasanya dalam ranah musik mainstream, kebanyakan dari mereka berorientasi pada uang. Ketika orientasi itu tidak tercapai, mereka akan berhenti. Uniknya, dalam ranah musik underground, hal tersebut tidak menjadi prioritas. Seorang komposer dari Inggris bernama Gustav Holst berujar, “music-making as a means of getting money is hell”.

Jika seorang pemusik memiliki jiwa militan yang tinggi, biasanya orang tersebut pasti memiliki kontribusi dan dedikasi yang baik. Namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa bonus dari militansi itu sendiri adalah materi dan popularitas. Ternyata, dari proses yang dilakukan, secara otomatis akan membawa pada sesuatu yang lebih besar.

Lantas, bagaimana ukuran militansi itu? Entahlah, namun saya memiliki sedikit pengalaman yang mudah-mudahan mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Agung Suryana

Agung Suryana atau lebih dikenal dengan panggilan Agrog adalah generasi termutakhir dalam tubuh Beside. Ia berada di lini terdepan dan menjadi vokalis Beside sejak tahun 2014. Selain itu, ia aktif dalam sebuah proyek musik bernama Ensemble Tikoro.