Interpretasi Lagu Koil – “Rasa Takut adalah Seni” (Komoditas dan Adiksi)

Interpretasi Lagu Koil – “Rasa Takut adalah Seni” (Komoditas dan Adiksi)

“Rasa Takut adalah Seni” memang salah satu judul lagu yang paling keren dan menohok di album ke dua unit veteran industrial rock asal Bandung. Lagu tersebut terdapat di akhir side A album Megaloblast, yang kasetnya meledak di awal abad 21 dan terjual sangat banyak untuk ukuran indie label. Konon, kaset bersampul putih rilisan Apocalypse Records itu terjual 20.000 copy dan akhirnya dicetak ulang dengan sampul berwarna hitam dengan distribusi yang lebih luas.

Tahun lalu, album dengan sampul putih bergambar wajah dirilis ulang dalam format double vinyl, dengan bonus track dan juga diremastered. Selain itu, setelah 16 tahun salah satu kaus fenomenal itu (Megaloblast) akhirnya dicetak ulang juga oleh rocknation.id. Cetakan pertama kaus Megaloblast hari ini sudah susah didapatkan. Kalaupun ada, biasanya harga dari kaus itu sudah berkali-kali lipat dari harga era awal kaus itu beredar di pasaran via God.Inc.

Saya mengutip wawancara Otong sang vokalis dengan berbagai majalah dan media seputar lirik dan tema dari album yang dirilis tahun 2001 itu. "Lirik-lirik di album Megaloblast adalah abstrak, tidak menceritakan kehidupan atau keseharian manusia pada umumnya."

Sedikit kilas balik, dulu hampir setiap teman saya yang suka musik dan intens datang ke event pensi pada era itu mempunyai album kedua Koil. Dalam medio itu, band asal Bandung sangat sering main di pensi-pensi dan berbagai acara di Jakarta, dan bisa dikatakan saya cukup sering menonton Koil dengan formasi kuartet pada saat saya duduk di bangku SMP - SMU.

Dari berbagai lagu dengan bahasa Indonesia yang termuat di album itu, judul yang paling menohok bagi saya pribadi sebagai seorang "penakut" adalah "Rasa Takut Adalah Seni", yang penuh dengan nuansa perasaan gusar yang membakar, dibalut dengan aransemen yang catchy dan riff gitar yang memorable, dengan sound yang "canggih" untuk takaran band lokal. 

Lagu itu dibuka dengan sampling kata-kata "untuk apa hidup ini?!", suatu hal baru yang cukup tabu bagi saya yang masih duduk di kelas 2 SMP, beberapa tahun sebelum saya membaca berbagai literatur mengenai nihilisme dan eksistensialisme. Di tutup dengan sampling kata-kata "ini lebih memuakkan dari pada orang ateis." Sampai saat ini, saat saya memutar lagu ini di berbagai format seperti vinyl, kaset, atau digital saya merasa rasa takut sebagai salah satu teman terdekat saya, dari awalnya risih sampai pada akhirnya saya dapat menikmati dan mengolah berbagai macam rasa takut yang saya alami. Seperti salah satu penggalan lirik lagu berdurasi 7 menit 21 detik tersebut, "apa yang aku alami akibat keputusanku sendiri, berjuta tanya dalam hati aku berdiri menghadapi."

Track terakhir di side A album Megaloblast liriknya sangat membekas di memori saya sebagai pendengar , teman dan fans. "Apa yang aku sayangi antara Tuhan, setan dan dirimu sendiri," adalah salah satu penggalan lirik terbaik di lagu ini bagi saya. Sempat menjadi pertanyaan bagi diri saya dengan berbagai jawaban yang berbeda-beda, seiring perjalanan hidup saya dan jawaban yang cukup lama saya "pegang" adalah saya cinta semua objek yang otong tulis di penggalan lirik tersebut. 

Vokalis dari band death metal Ibukota, Deadsquad.
Owner dari minor label dengan genre musik heterogen Alaium Records, fokus merilis album band dalam format kaset.
alaiumrecords@gmail.com
www.facebook.com/alaiumrecords

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner