Dangdut Koplo Dramarama: Histeria Semu Kaum Berpunya
Kelompok yang dulu merendahkan Dangdut, memvonisnya sebagai genre murahan karena disukai oleh para tetua membosankan serta kaum kampungan, khalayak cool tersebut belakangan malah merangkul dan meninggikannya.
Memang, memang bukan Dangdut per se yang didongkrak ke atas. Tapi Dangdut Koplo. Serupa, iya. Tapi tidak sama. Seperti Reggae dengan Ska.
Coba saja kita perhatikan sekitar, Dangdut Koplo sudah menyebar ke banyak bar, merangsek ke klub-klub molek, berkelindan dengan anak gedongan dan elitis metropolitan. Kasta cool, kelas menengah dan strata kaya sudah tidak malu-malu berjoget diiringi Dangdut Koplo. Lengkap dengan gestur jempol digoyang serta liukan pinggul dan pantat pra-“senggol bacok”.
Jika dirunut ke belakang barangkali institusi dan sosok yang paling mula berinisiatif membawa Dangdut ke ranah borjuis adalah kanal MTV lewat MTV Salam Dangdut dengan pembawa acaranya yang keren dan kocak, Jamie Aditya, pada awal 2000an. Walau terbilang acaranya cukup menarik, prakarsa revolusioner tersebut nyatanya sepi sambutan. Respons dari kasta cool, kelas menengah dan strata kaya cenderung hening. Pamor Dangdut masih dicap pedesaan.
Sampai kemudian muncul Inul Daratista. Dangdut lalu diberi atensi lebih, lebih istimewa dari biasanya. Lewat VCD bajakan yang deras berpindah tangan, dikenallah kemudian “Goyang Ngebor”. Gerak laga nan vulgar. Tak lagi malu-malu dan sekadar sensual. Tapi sudah seksual. Bukan ngotot berkutat di jalur lambat. Namun ritme digeber lebih cepat. Pendekatan yang tanpa tedeng aling-aling, frontal, in your face (mirip manuver punk rock) oleh Inul Daratista ini membuka pintu baru bagi Dangdut. Selain kehebohan gerakan pantat yang fenomenal tersebut, di saat bersamaan istilah Dangdut Koplo mulai populer.
Comments (0)