MELACAK TOREHAN DAN PENGARUH SUM 41 SELAMA 27 TAHUN

MELACAK TOREHAN DAN PENGARUH SUM 41 SELAMA 27 TAHUN

Sum 41 menjadi sesuatu yang baru kala itu berkat ‘racikan’ musiknya yang terasa lebih heavy dibanding band band pop punk lainnya. Hal ini menjadi peluru tersendiri bagi Sum 41 untuk menyentuh ‘pasar’ anak muda penggemar musik cadas (di luar scene pop punk kala itu)

Awal Mei 2023 ini kabar kurang menyenangkan datang dari unit pop punk, Sum 41. Grup musik asal Ajax, Ontario, Kanada ini menyatakan membubarkan diri setelah 27 tahun bermusik bersama. Menjalani hampir tiga dekade bermusik dengan dinamika yang naik turun selama perjalanannya menjadikan Sum 41 sebuah band yang punya pengaruh kuat bagi ranah musik dunia, tak terkecuali Indonesia.

Band ini mengawali karir bermusiknya dengan merilis album perdananya yang berjudul Half Hour of Power, pada tahun 2000, namun kemudian menjadi mulai diperhitungkan dan mendapat perhatian dunia kala mereka merilis album All Killer No Filler, satu tahun setelahnya. Beberapa single seperti “Fat Lip”, “In Too Deep”, serta “Motivation” mulai menarik perhatian scene pop punk dunia kala itu, dengan ciri khas Sum 41 yang bisa dibilang lebih ‘terasa unsur rock’ nya, dibanding band pop punk yang juga naik daun kala itu, semisal Blink 182 atau pun New Found Glory misalnya.

Di Indonesia sendiri Sum 41 ‘diperkenalkan’ lewat MTV Indonesia, yang kala itu sempat menorehkan rekor baru pertelevisian Indonesia dengan siaran 24 jam non stop setiap harinya. Dari sederet rangkaian program yang disuguhkan MTV, Sum 41 termasuk band yang terbilang heavy rotation di MTV, hingga tidak heran jika lagu-lagunya pun mulai mendapatkan tempat bagi muda mudi penggemar pop punk di Indonesia. Lahirnya album All Killer No Filler pun berbarengan dengan rilisnya album Take Off Your Pants and Jacket dari Blink 182, hingga ada kesan dua band pop punk tersebut sedang berlomba mencuri spotlight dari banyak orang kala itu. Apalagi keduanya sama-sama menambahkan angka di belakang nama bandnya, hehehe. Namun tentu saja, keduanya punya kekhasan dan pasar masing-masing.

Sum 41 menjadi sesuatu yang baru kala itu berkat ‘racikan’ musiknya yang terasa lebih heavy dibanding band band pop punk lainnya. Hal ini menjadi peluru tersendiri bagi Sum 41 untuk menyentuh ‘pasar’ anak muda penggemar musik cadas (di luar scene pop punk kala itu). Musik mereka seperti menawarkan notasi pop punk yang melodius namun dengan olahan gitar yang lebih gahar dan karakter vokal Deryck Whibley yang terasa lebih heavy dibanding vokalis band pop punk lainnya semisal the dynamic duo dari Blink 182, Mark Hoppus & Tom DeLonge misalnya.

Karakter musik dan gaya vokal Deryck Whibley jadi sajian ampuh sekaligus ‘nilai jual’ bagi Sum 41 bagi pasar musik di Indonesia kala itu. Diakui atau tidak, musik rock di Indonesia jauh lebih dulu menjadi ‘tuan rumah’ dan diminati banyak orang, dibanding ketika pop punk mulai menginvasi dunia, termasuk akhirnya di Indonesia. Maka tidak heran jika pada akhirnya Sum 41 yang berhasil menggabungkan pop punk dengan unsur rock yang lebih heavy ini mulai digemari di Indonesia.

Pengaruh Sum 41 di tanah air kala itu cukup terasa dengan banyaknya band cover version Sum 41, juga dengan cukup banyaknya anak muda yang meniru style dari para personil Sum 41. Mungkin banyak juga diantara pembaca artikel ini yang masih ingat jika pada era 2000an awal gaya rambut spikey cukup digandrungi dan jadi tren saat itu. Sedikit banyaknya hal tersebut berhubungan pula dengan produk budaya yang diserap di tanah air. Salah satunya lewat musik. Sum 41 yang saat itu hadir dan digemari di tanah air, pun juga tampil dengan tatanan gaya seperti itu. Memang mereka bukan yang pertama mengenalkan tatanan gaya seperti itu, namun gelombang tren seperti itu kembali muncul ke permukaan salah satunya berkat seringnya video klip Sum 41 diputar, hingga kemudian menginspirasi dan kembali menjadi tren.

Gaya dari Sum 41 ini kemudian berbanding lurus dengan persona yang mereka tampilkan di panggung dan video klipnya, di mana unsur ‘rebel’ atau urakan cukup kentara menjadi persona mereka. Tengok saja video klip “Fat Lip”, “In Too Deep”, “Still Waiting”, atau pun “The Hell Song”. Persona yang mereka tampilkan di video klip itu seolah mewakili gambaran anak muda yang memang lagi ada di fase ‘ingin terlihat rebel’, hingga tidak heran jika ketika Sum 41 muncul dengan persona itu mereka kemudian dinilai figur yang cukup mewakili untuk dijadikan acuan bagi anak muda kala itu.

Nama mereka kemudian makin mencuat kala Sum 41 juga dilibatkan untuk menjadi salah satu pengisi soundtrack film Spiderman, lewat single mereka yang berjudul “What We're All About”. Makin mengukuhkan musik mereka dengan racikan heavy-nya itu, di lagu ini Sum 41 menggandeng gitaris Slayer, Kerry King. Sekali lagi, ‘racikan’ musik Sum 41 berhasil menggaet banyak pendengar, dan karenanya nama mereka semakin diperhitungkan dan membawa pengaruh cukup signifikan di scene pop punk tanah air.

Pasca merilis album All Killer No Filler dan Does This Look Infected? Gaung Sum 41 perlahan mulai meredup seiring dengan beberapa masalah personal yang mereka hadapi. Namun meski begitu, mereka masih aktif melahirkan album, dari mulai Chuck, Underclass Hero, hingga Screaming Blody Murder. Hampir tiga dekade bermusik dengan melahirkan enam buah album studio, dua EP, dua album konser, serta sederet keterlibatan mereka dalam proyek musik band-band senior semisal album Killer Queen: Tribute To Queen, serta penampilannya untuk MTV Icon: Metallica, membuat nama Sum 41 punya catatan tersendiri di ranah musik dunia, termasuk Indonesia.  

Seiring meredupnya gaung Sum 41, hal ini berbanding lurus pula dengan gaung pop punk yang mulai meredup, meski belakangan scene ini kembali lagi muncul ke permukaan dengan sederet band-band baru yang mencuri perhatian, juga band-band lama yang kembali melahirkan karya baru. Sum 41 sendiri sebenarnya sedang dalam fase ‘hidup kembali’ pasca kembalinya sang gitaris, Dave Baksh setelah dia keluar pada tahun 2006 lalu, dan kembali menjadi gitaris utama di Sum 41 pada tahun 2015. Jadwal tour band asal Kanada ini juga cukup padat, dan bahkan mereka dijadwalkan manggung di Indonesia untuk gelaran Gudfest 2023, meski sayangnya hal tersebut urung dilangsungkan, karena acaranya sendiri batal digelar.

Katanya, hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan ada konsekuensi yang harus dijalani pula. Pun begitu dengan yang diambil Sum 41 kala band ini memutuskan untuk membubarkan diri. Meski begitu, jejak atau karya yang dihasilkan band ini tentunya menjadi cetak biru untuk band-band setelahnya yang ingin memulai karir di dunia musik, dengan letupan energi dan keinginan eksplorasi yang besar layaknya Sum 41. Mereka memulai karir sebagai typical band pop punk lewat album  Half Hour of Power, lalu memberanikan sedikit eksplorasi musikal di album All Killer No Filler, menguatkan unsur heavy rock yang mereka punya di album Chuck, serta sederet pencapaian dan kreasi yang dihasilkan band ini.

Bahkan, ketika mereka akhirnya memutuskan untuk membubarkan diri pun Sum 41 tengah dalam persiapan album terakhirnya dan sedang menjalani rangkaian tour Eropa mereka. Sederet kegiatan mereka ini seolah ingin menegaskan jika Sum 41 masih belum kehabisan energi untuk menorehkan catatan penting bagi para penikmat karya, atau setidaknya mereka ingin pamit dengan torehan seru nan memorable sebelum akhirnya benar-benar pamit secara kolektif sebagai band.

BACA JUGA - Gelaran Dengan Kekhasan Musik yang Menginspirasi

Denny HSU

Denny Hsu a.k.a Ahonk adalah drummer dari band Rosemary. Ia juga seorang penyiar di salah satu program spesial DCDC Substereo di OZ Radio, Bandung.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner