Antiphaty, For The Scene, dan Kejutan yang Tak Kunjung Usai

Antiphaty, For The Scene, dan Kejutan yang Tak Kunjung Usai

Di sela-sela membantu persiapan tur Antiphaty, belakangan saya rutin memutar album For The Scene serta menyimak sejumlah karya rekaman berikut ini:


Aestees – Earthshaker (Sepsis/Blackandje Records)

Earthshaker mengaduk komposisi prog/tech metal yang mengacu pada kebiasaan Death, Atheist, hingga Cynic. Rentetan riff gitar-nya sesekali terdengar cukup “djent” seperti Meshuggah atau Periphery. Beberapa atmosfir musiknya malah mengingatkan pada Burgerkill di era Venomous. Di CD-nya memang tidak memuat lirik, namun jika membaca eksplanasinya kita seperti diajak belajar sejarah dunia – dari soal bencana global di Eropa, hikayat Yunani dan Romawi kuno, kejayaan Mesir dan Babilonia di zaman purba, hingga kekaisaran Mongol dan era Samurai di Jepang. Sebagai debutan, Aestees lumayan berani mengusung kadar musik metal yang jarang dimainkan di sekitar. Paling tidak ikut menyatakan kalau musik metal itu ternyata masih bisa dibawa berkendara ke zona yang lebih jauh. Dan perjalanan tersebut memang seru serta mengesankan.


BVRTAN – Gagak Pancakhrisna (Blackandje Records)

Dalam kadar prodvksi yang lebih serivs, BVRTAN kembali mengvsvng keagvngan black metal kepada masyarakat di bvmi. Atmosfer yang biasanya dingin dan tinggal di hvtan yang gelap mereka tandv ke lvar menvjv dvsvn terdekat, lalu didvdvkkan di balai desa bersama para pemvka masyarakat. Sembari memelototi foto pemimpin negara dan menyvnting teks Pancasila di tembok, BVRTAN merongrong kvasa negara hingga kecvrangan para tengkvlak beras. Hasilnya, black metal dengan swasembada isv yang paling dibvtvhkan rakyat kecil saat ini. Mereka tak perlv bakar kemenyan, memvja pentagram, atav ritval menyembelih hewan. Tema yang dibicarakan BVRTAN ini saja svdah menjadi horor yang paling mengerikan bagi kvping pengvasa – dari level kepala desa, parlemen, hingga presiden. Mervjvk pada baris penvtvp di lagv ketiga: “Dibersatvkan hanya vntvk promosi kampanye / Setelah acara kampanye kembali merana / Kembali ke acara semvla menderita selamanya / Sejahtera matamv!!!”

Samack lahir dan tumbuh di kota Malang. Sempat menerbitkan Mindblast Fanzine (1996-1998) dan situs musik Apokalip (2007-2010). Tulisannya seputar musik dan budaya pop pernah dimuat di Jakartabeat, The Metal Rebel, Rolling Stone Indonesia, Vice Indonesia, Warning Magz, Whiteboard Journal, GeMusik, serta berbagai media lainnya. Sesekali menjadi editor untuk sejumlah buku dan penerbitan. Saat ini beraktivitas di bawah institusi Solidrock serta mengelola distribusi rekaman bersama @demajors_mlg.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner