Adil-lah, Niscaya kan Merdeka Seutuhnya!
Mas Ucuy, dari yayasan Kampung Halaman Jogja pernah berkaca-kaca matanya saat bercerita pengalamannya. Ia sempat hampir tiga bulan tinggal menjadi mentor perkumpulan pemuda di Desa Liang Buaya, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
"Parah!" ucapnya. "Listrik hanya hidup enam jam sehari di sana, dari jam 6 sore sampai jam 12 malam. Setelah itu, mati lampu. Kami para mentor seperti bekejar-kejaran dengan waktu saat memberikan materi yang berhubungan dengan marketing dan public speaking. Setelah mati lampu, materi dilanjutkan menggunakan lampu teplok dan sebisa mungkin menghemat baterai dari laptop, handphone, ataupun kamera sebagai bagian dari bahan presentasi."
"Banyak anak muda di sana yang putus sekolah," tambahnya, "Sebab sekolah yang tersedia hanya sampai SMP. Untuk Sekolah Menengah Atas, mereka harus hijrah ke desa tetangga, Sedulang yang berjarak empat jam dari kampung itu."
Ironis memang. Kutai Kartanegara, untuk sebuah daerah yang terkenal kaya, daerah penghasil batu bara, gas, dan minyak bumi yang terlihat cukup seksi di mata republik ini malah berbanding pincang saat mencatatkan angka kemiskinan yang cukup tinggi. Menyumbangkan kurang lebih 130 trilyun untuk Indonesia setiap tahunnya, namun tak semerta-merta membuatnya menjadi sejahtera. Dinyana, per tahun hanya dikembalikan oleh Pemerintah Pusat tak lebih dari 3 trilyun dalam bentuk APBD, dan harus mengurus luas daerah yang 40 kali lebih besar dari pada kota Jakarta, tak berhenti sampai disitu. Auto konyol! Daerah penyuplai bahan baku batu bara untuk daerah Jawa malah mengalami kelangkaan listrik di daerah sendiri.
Tetapi, masyarakat Kalimantan seperti ditakdirkan terlahir menjadi tangguh. Mungkin karena terbiasa, terbiasa mengalami pemadaman listrik berhari-hari, terbiasa menghadapi down internet saat hujan badai menghujani, terbiasa naik mobil berkelok-kelok di jalan yang hancur dan tak rata, terbiasa dikira orang kaya pada saat merantau kuliah ke pulau Jawa, terbiasa hampir ke semua perkara tak menyenangkan dalam hidupnya dan hanya satu bagi masyarakat sini yang tidak terlalu terbiasa, yaitu nanti! Saat jadi pindahnya ibu kota ke sini.
Inilah potret kecil dari Indonesia dengan kekayaan alam melimpah ruah gemah ripah loh jinawi yang merata hampir di setiap sisi. Mungkin Tuhan sedang bahagia saat menciptakan negara ini, dan yang paling canggih adalah jarak presisi antara matahari ke bumi. Di sini, letaknya tepat berada di garis kuliminasi khatulistiwa, otomatis membuatnya memiliki iklim hangat dengan semilir angin yang sekuy jika musim bermain layang-layang tiba.
Comments (0)