Adil-lah, Niscaya kan Merdeka Seutuhnya!

Adil-lah, Niscaya kan Merdeka Seutuhnya!

Ini hanyalah sebagian kecil potret dari betapa tak berlaku adilnya pemimpin negara ini terhadap kehidupan rakyatnya yang jauh di pedalaman sedari dulu. Jangan ditanya tentang berapa harga sembako atau seberapa mahal dan langkanya BBM di sana. Belum lagi Puskesmas pembantu yang tak cukup membantu, sehingga untuk berobat kebanyakan masyarakat di perbatasan Kalimantan harus rela berjalan kaki berjam-jam ke negara tetangga, Malaysia. Ruang sekolah juga seadanya, dengan listrik yang hanya hidup beberapa jam dan sarana penunjang umum lainnya yang tak memadai.


Lamin (rumah besar) tempat orang-orang di Desa Miau Baru berkumpul | Dokumentasi pribadi Akbar Haka

Seorang teman di Bandung pernah bertanya kepada saya, apa saja kerja kepala daerah di sana sehingga tak mampu mengurus akses jalan atau sarana publik lainnya. Ya, awalnya saya pun berpikiran sama. Marah, beranggapan mereka tak becus menjadi kepala daerah, atau para elit politik yang mewakili daerah pemilihan di sana. Namun, jika ditelisik tak semuanya bertumpu pada permasalahan ini. Ada beberapa kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah Pusat di Ibu kota Jakarta, seperti akses jalan negara yang berstatus lintas provinsi atau daerah. Pemerintah Kabupaten tak memiliki wewenang untuk melakukan lelang pekerjaan ini, karena akan berpotensi menyalahi aturan dikarenakan serapan anggaran yang berasal dari APBN. Sialnya, beberapa ruas jalan tak menjadi prioritas Pemerintah Pusat, sehingga cukuplah ini menjadi kunyahan masyarakat lokal selama bertahun-tahun dalam hidup mereka di sana.

Lalu bagaimana dengan ibu kota Jakarta? Panik saat terjadi mati lampu berjam-jam! Jagad sosial media menjadi gerah oleh beberapa meme yang beredar tentang Pulau Jawa versus Kalimantan, tak jelas siapa yang memulai, tanpa komando, seperti luapan kekesalan masyarakat Kalimantan yang ditumpahkan dalam lelucon satir namun menohok dalam menyikapi penderitaan yang dirasakan, buah dari perusahaan listrik milik negara tersebut.

Akbar Haka lahir di Tenggarong, 19 Februari 1983. Anak ketiga dari 4 bersaudara dan Ayahnya Drs. Halidin Katung yang disingkat menjadi akhiran namanya "Haka" adalah seorang gitaris band rock terkenal di Kalimantan Timur - D'Gilz pada medio akhir 1970-an. Selepas menamatkan SMA 1 Tenggarong pada tahun 2000, Akbar merantau ke Bandung hingga 2005, lalu pindah ke Jakarta (2005-2007), lalu kembali menetap di Tenggarong sebagai kecintaannya pada kampung halaman dan bercita-cita meledakkan nama Tenggarong, Kutai Kartanegara di Peta Musik Keras Nasional.

Perlahan cita-citanya terwujud saat mendirikan Kapital (2005) sampai sekarang, dan telah memiliki 6 album penuh, mewakili Indonesia dalam Heartown Rock Fest Taiwan 2018, dan saat ini sedang berproses untuk album ke tujuh "MANTRA".

Membentuk skena musik keras di Tenggarong bernama "Distorsi" yang kemudian melahirkan event rock berskala internasional KUKAR (Kutai Kartanegara) Rock In Fest dan ROCK IN BORNEO yang tercatat dalam rekor MURI sebagai festival rock terbesar dan gratis di Indonesia dengan catatan 80 ribu penonton.Juga aktif tercatat sebagai Music Director untuk Lembaga Pembinaan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur yang membawa Akbar Haka bersama sanggar-sanggar Tari Dayak atau pun Kutai berkeliling Eropa sebanyak dua kali, kemudian Shanghai, Vietnam, Singapura dan beberapa pertunjukan tradisi di dalam dan luar negeri.

Terobsesi oleh hampir semua karya tulis dari Tan Malaka, dan yang paling melekat dalam persepsi Akbar Haka adalah Terbentur, Terbentur, Terbentur...... Terbentuk!

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner