4.20 Mari Kita (Tidak) Mengganja: Kumpulan Lagu Anti Ganja Era 70-an

4.20 Mari Kita (Tidak) Mengganja: Kumpulan Lagu Anti Ganja Era 70-an

Maju ke era kolonial dan kita berbicara sedikit mengenai opium yang nyatanya sebagai budaya bersantai atau rekreasional bagi para leluhur sejak abad 17, konon digunakan ketika setelah musim panen tiba di saat para petani rehat. Boleh jadi, ganja digolongkan serupa dengan opium dengan sebutan candu yang saat itu komoditas candu sedang naik sangat pesat, konsumsi rekreasional yang sangat digandrungi berbagai kelas sosial dari kalangan atas atau saudagar hingga petani. Akhirnya, pemerintah kolonial Belanda menggolongkan candu dan sejenisnya sebagai zat psikoaktif narkotik dan mengenakan pajak atas peredarannya yang marak dijual di warung-warung Cina, seperti jamu kuat di tahun 1926-1927. Pemerintah Belanda mengeluarkan dekrit yang melarang budidaya, ekspor, impor, produksi dan penggunaan candu kecuali untuk tujuan medis dan ilmiah dengan otorisasi negara.

Setelah merdeka, pemerintah orde lama, dengan alasan kesehatan mengatur lebih detail perihal distribusi narkotika melalui Menteri Kesehatan, yang kemudian meratifikasi Konvensi Tunggal Psikotropika PBB tahun 1961 yang memasukkan ganja bersama opium dan kokain ke dalam narkotika golongan 1. Dalam hal berkesenian khususnya dalam wilayah musik, Soekarno membatasi banyak hal khususnya dalam merespon budaya pop barat. Budaya populer yang mayoritas diimpor dari negara-negara Barat pada saat itu dilihat sebagai sebuah ancaman bagi kedaulatan bangsa Indonesia. Budaya populer Barat dilihat sebagai sebuah usaha dari negara Barat untuk merusak moral bangsa, khususnya anak muda, dalam rangka menghadirkan kembali imperialisme di Indonesia. Fenomena yang dikenal anti musik “ngak ngik ngok” ini membuat anak muda tidak banyak berkutik dalam berekspresi.

Era orde baru awalnya memang seperti membawa harapan baru bagi anak muda di Indonesia, keran akses informasi budaya populer dari barat dibuka. Dengan cepat dan masif anak muda menelan mentah-mentah semua budaya populer yang mereka anggap keren dan dianggap merepresentasikan jati dirinya. Sayang semua tidak berlangsung lama, dampak perang Vietnam mendorong rezim Soeharto lebih waspada. Pada tahun 1971, pemerintah membentuk Bakorlak Inpres guna menanggulangi berbagai jenis ancaman negara yang menonjol saat itu; pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotik, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan orang asing. Bahkan paranoid rezim makin menggila ketika razia rambut gondrong di pinggir jalan kerap dilakukan. Anak muda saat itu yang sudah terlanjur menyerap budaya populer barat mulai menggunakan musik sebagai senjata perlawanannya. Titiek Puspa dan Usman Bersaudara dalam judul yang sama, lagu yang berbeda “Rambut Gondrong” melantunkan nada protes pada kondisi ini, begitu pula dengan The Favorites dalam lagu “Aku Tak Berdosa”.

Lahir di Bandung 28 Juni 1977, mengawali karir bermusik bersama Harapan Jaya sebagai vokalis sejak 1996 hingga band ini diyatakan bubar. Membuat Teenage Death Star sebagai gitaris bersama Sir Dandy di tahun 2002. Sejak 2005 hingga 2012 menjabat sebagai Feature Editor di Trax Magazine. Pada tahun 2013 hingga sekarang membentuk Yayasan Irama Nusantara. Sebuah Yayasan pengarsipan musik populer Indonesia pra kemerdekaan hingga 1980 (sampai saat ini).

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner