4 Album Reissue Indonesia Favorit di Tahun 2019

4 Album Reissue Indonesia Favorit di Tahun 2019

2. For The Scene – Antiphaty (Vinyl 12”, In Punk We Trust)

antiphaty-dok.benu

Pada tahun 2000, Antiphaty merilis album ketiganya bertitel For The Scene (Raw Tape Records). Album ini bisa dikatakan album esensial mereka. Catur dkk meramu musik punk yang lebih cepat, agresif, dan bertenaga pol. Di album ini Antiphaty mulai merambah karakter Swedish punk, memainkan irama yang crusty, plus hook-hook metal yang kental, serta kabut soundscape yang rusuh dan distortif.

Menurut pengakuan mereka, titel For The Scene itu sengaja diambil dari judul album For The Punks milik The Casualties. Rekaman ini bisa disebut sebagai album konsep karena mengusung tema utama seputar kondisi scene musik dan komunitas underground-punk di kota Malang.

Catur menulis semua liriknya dalam kalimat yang jujur, terbuka, dan tetap sarkastik. Semuanya dibangun dalam bahasa yang kritis dan konstruktif, dan jauh dari kesan menggurui. Hampir semua lirik lagu di album itu terinspirasi dari segala stori dan suka-duka yang mereka alami di lingkungannya. Boleh dibilang, For The Scene adalah potret yang paling aktual dari kondisi scene bermusik di kota Malang saat itu.

Kemudian For The Scene dianggap sebagai masterpiece lokal yang berjasa mengantarkan Antiphaty ke mana-mana. Menambah banyak cerita, pengalaman, serta pencapaian bagi Catur dkk. And the rest is history…

Akhir tahun 2019, diam-diam Antiphaty menyiapkan dua kejutan besar. Pertama, proyek For The Scene Reunion Tour di Jawa Timur, Bali dan Lombok. Kedua, Album For The Scene dirilis ulang dalam format piringan hitam oleh In Punk We Trust, label rekaman yang berbasis di Lithuania.

Edisi reissue tersebut berisi 12 lagu klasik dari album For The Scene dalam versi remastered, ditambah bonus 7 lagu dari album Up The Punk (2015). Vinyl berukuran 12 inci itu sudah dipasarkan ke seluruh dunia, dan hanya beredar dalam jumlah yang sangat terbatas di Indonesia.

“Sori, sudah sold out! Kami cuma dikirimin jatah 10 kopi dari sana,” kata Catur dkk, tempo hari. “Di luar perkiraan kami, ternyata permintaan masih banyak. Kalau ada yang berminat, silakan order langsung saja ke labelnya. Di sana masih ada kok stoknya...”

Kepingan sejarah memang perlu dicetak ulang, layaknya For The Scene untuk antologi catatan skena lokal 20 tahun lampau yang mungkin masih relevan sampai hari ini.

Samack lahir dan tumbuh di kota Malang. Sempat menerbitkan Mindblast Fanzine (1996-1998) dan situs musik Apokalip (2007-2010). Tulisannya seputar musik dan budaya pop pernah dimuat di Jakartabeat, The Metal Rebel, Rolling Stone Indonesia, Vice Indonesia, Warning Magz, Whiteboard Journal, GeMusik, serta berbagai media lainnya. Sesekali menjadi editor untuk sejumlah buku dan penerbitan. Saat ini beraktivitas di bawah institusi Solidrock serta mengelola distribusi rekaman bersama @demajors_mlg.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner