Metal Hibrida di Indonesia

Metal Hibrida di Indonesia

Begitu juga dengan musik metal di Indonesia. Walaupun belum tercatat dalam sebuah direktori data yang valid, namun dari penelusuran karya yang pernah dirilis, pernah ada beberapa band ekstrem metal Indonesia yang mencoba membuat formulasi musik hibrida. Menggabungkan musik metal dengan elemen budaya Indonesia seperti instrumen tradisional, kostum atau pakaian tradisional dan lirik-lirik yang bertemakan kebudayaan Nusantara.

Di era awal perkembangan musik rock di Indonesia, penggunaan pola hibrida dalam musik sudah terjadi sejak era '70an. Walaupun pola musik yang dimainkan cenderung hanya menjadi sekedar pelengkap elemen pertunjukan namun band seperti Guruh Gypsy yang memadukan musik  dengan musik gamelan Bali dianggap sukses melakukan ekspreimen tersebut. Di era tahun 80 dan 90an, band seperti God Bless, Gong 2000 dan Kantata Takwa terbilang berhasil memadukan musik rock dengan unsur musik tradisional Indonesia.

Sementara di dunia ekstrem metal, dalam hal penggabungan antara musik metal dengan unsur musik tradisional yang terdokumentasikan dalam bentuk album rekaman adalah band yang berasal dari Bali. Eternal Madness berdiri tahun 1994 dan merilis album perdana mereka di tahun 1997 dengan judul Offering To Rangda. Di album ini, Eternal Madness mencoba membangun atmosfir horor melalui perpaduan musik death metal dengan gamelan Bali. Tidak hanya lewat musik, namun di setiap penampilan mereka selalu hadir dengan kostum rangda dan leak. Selain itu, dalam setiap lagu ada beberapa bagan mereka menggunakan nada-nada pentatonik.

Band yang telah mengoleksi tiga album penuh ini selalu konsisten dengan konsep musik hibrida yang memadukan musik death metal dengan unsur musik tradisional terutama yang berasal dari Bali pada akhirnya memutuskan untuk vakum. Namun di masa istirahat band Eternal Madness, Moel sang vokalis membentuk projek musik Lemurian Codex yang membawakan musik symphonic metal. Band yang digawangi tiga orang personil ini fokus mengusung tema tentang cerita bangsa Lemurian yang menjadi cikal bakal dari nenek moyang Nusantara lengkap dengan warisan budayanya.      

Bergeser ke Pulau Jawa tepatnya di kota Bandung. Di awal tahun 2010, Layala Roesli yang merupakan putra dari almarhum Harry Roesli bersama bandnya Authority memainkan musik hardcore dan mencoba membuat formulasi campuran musik antara hardcore dengan gamelan etnik Sunda. Dirasa nama Authority tidak lagi mewakili semangat musik hybrid yang dikembangkan, mereka merubah nama band menjadi Anaking. Sempat merilis beberapa single dengan format musik hardcore-gamelan dan mendapatkan apreasiasi dari dunia internasional, namun di tengah persiapan merilis album perdana, nama mereka tenggelam dan tidak terdengar lagi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner