FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Satu)

FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Satu)

Mengapa FOGFEST?

“Ini sangat berkaitan erat dengan “salah kaprah” itu. Ada banyak klaim mengenai siapa yang paling cocok menyandang nama black metal. Saya ingin mengaburkan pandangan itu, agar semua bisa berkumpul bersama.”

Apa yang sedang dibahas di sini berkaitan dengan sesi diskusi yang terjadi di FOGFEST. Sesi diskusi dimulai setelah pemutaran dua film, salah satunya adalah “Where Do We Go” dari Hernandes Saranela. Dari film “Where Do We Go”, ada salah satu bagian di mana narasumber yang diwawancarai lebih kurang bicara begini: “ada beberapa kawan di black metal yang salah kaprah dalam memaknai black metal”. Pernyataan ini kemudian mengundang saya untuk bertanya di tengah sesi diskusi, seperti apa black metal yang salah kaprah itu?

Hernandes saat itu sempat menjawab, yang intinya adalah permasalahan tentang kesalahkaprahan mengarah pada istilah yang sering sekali dipakai, “cult dan tidak cult”, atau “true (dengan u atau v) dan tidak true”. Meski Hernandes juga akhirnya mengakui bahwa ia sendiri bingung bagaimana mendefinisikan si cult dan true itu. “Jangan-jangan, bukan mereka yang salah kaprah, tapi kita yang salah kaprah tentang apapun,” katanya. Tapi, pada akhirnya ia berucap bahwa seluruhnya akan bermuara pada bentuk musik, dalam hal ini black metal.

Robi Rusdiana, sebagai narasumber yang hadir di sana juga turut menambah jawaban dengan sebuah analogi. Bayangkan ada satu layar berwarna putih. Jika layar tersebut berubah menjadi warna ungu, apakah kita masih bisa menyebutnya dengan warna putih? Jawabannya adalah tidak, jika seluruhnya berganti. Tapi, jika warna putih masih ada di antara warna ungu tadi, barang setitik saja, maka kita perlu berhati-hati dalam memaknainya. Karena, ia akan tetap menjadi putih, meskipun minoritas.

Inti dari jawaban Robi adalah kawan yang menyebut “salah kaprah” itu lebih melirik pada kalibrasi dominan. Misalnya saja, sebuah grup band di atas panggung dengan penampilan tanpa corpse paint, hanya mengenakan kaus atau flannel, tapi membawakan musik black metal yang bisa diidentifikasi lewat riff gitarnya, atau ketukan drumnya, atau pola vokalnya, atau liriknya, maka mereka bisa juga bisa disebut black metal. Hanya, kembali lagi, Robi menyoroti tentang satu hal: rasa.

Setiap band punya hak untuk berekspresi dan diapresiasi, tapi rasa adalah hal yang sulit untuk diakali. Ia kembali beranalogi, jika lagu klasik dimainkan dengan alat musik angklung, apakah bisa? Tentu bisa, tapi bagaimana soal rasanya? Tetap saja, lagu klasik akan lebih enak didengar jika dimainkan dengan alat musik piano atau biola. Begitu juga sebaliknya, bagaimana rasanya jika mendengarkan lagu “Manuk Dadali” dengan instrumen piano? Tentu, rasanya akan berbeda jika dibandingkan dengan permainan lewat alat musik angklung.

Ini juga berkaitan dengan pemaparan Addy Gembel yang juga hadir di FOGFEST, di mana ia lebih menyoroti fenomena ini melalui kacamata teori.

Dalam salah satu buku teori tentang situasionis internasional, ada dua metode yang dibagi menjadi anonimus dan otonomus. Anonimus adalah sebuah gerakan di mana orang-orang di dalamnya memilih untuk menutupi identitas mereka, dalam black metal bisa dikaitkan dengan corpse paint atau nama samaran yang dipakai oleh kebanyakan musisi black metal. Sementara otonomus adalah gerakan dimana mereka melabeli dirinya sesuka hati. Misalnya saja, ada satu band yang melabeli grupnya pemain musik beraliran post-depressive-suicidal-math-progressive-black-death-metal dan lain sebagainya. Itu bisa jadi salah satu bentuk otonomus, di mana mereka menolak untuk mengikuti atau menghindari diikuti. Inti dari keduanya adalah untuk menghindari bentuk-bentuk kooptasi.

Kedua pemaparan ini rasanya saling berkaitan satu sama lain untuk memaknai tentang seperti apa black metal. Adalah hak setiap orang untuk memaknainya, mengekspresikannya dengan caranya masing-masing. Tapi, kembali lagi, hati-hati untuk urusan “rasa”.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner