FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Satu)

FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Satu)

Bagaimana Hernandes Memaknai Black Metal?

Pertanyaan kemudian mengarah pada hal yang sifatnya personal, dari kacamata Hernandes sendiri. Bagaimana ia memaknai black metal? Ia mengakui bahwa pada awalnya ia mencoba memaknainya sebagai ideologi super seram dengan segala macam simbolnya. Namun selanjutnya, cara pandang Hernandes menjadi lebih spesifik. “Semakin ke sini, di luar ketertarikan saya pada paganisme, saya mulai meneguhkan diri bahwa black metal hanyalah musik. Itulah kenapa ada embel-embel “metal” di belakangnya. Terlebih, saya sangat mencintai dunia subkultur. Jadi, keterlibatan di sini bukan lagi karena entitas black metal dan nilai-nilainya, namun karena melihat efek yang dihasilkannya dan bagaimana pengaruhnya pada orang-orang yang berada di dalamnya,” jelas Hernandes.

Hernandes kemudian menyoroti kejadian pembakaran gereja yang menyeret black metal menjadi identik dengan satu dan lain hal. Hernandes menambahkan, “Dalam hal ini, arus media yang membesar-besarkan pembakaran gereja juga membuat saya semakin tertarik. Tapi, itu dulu, sebelum saya mulai mencoba memahami musik black metal dari aspek-aspek yang lainnya.”

Fenomena dalam Black Metal: dari Pembakaran Gereja hingga Satanisme sebagai Hal yang Identik dengan Black Metal

Percakapan kemudian berlanjut pada pembahasan mengenai sebuah fenomena, bahwa ada nilai-nilai yang dianggap salah dalam black metal dan dirasa penting untuk diluruskan. Ini masih terkait pada peristiwa pembakaran gereja dan bagaimana dampak yang dihasilkan untuk orang-orang “di dalam” black metal, juga yang berada di sekelilingnya.

Fenomena yang terjadi di tempat kelahiran black metal adalah keterlibatan sejumlah musisi yang membakar gereja dan pembunuhan yang dilakukan pentolan Burzum, dan hal tersebut membuat black metal memiliki sejarah kelam. Menurut Hernandes, media arus utama terus mengolah itu menjadi “bahan jualan”, mencoba mengaitkannya dengan satanisme. Sesungguhnya, tidak demikian.

“Benar, bahwa lirik-lirik dalam black metal cenderung menentang agama, namun jika dikaji lebih jauh, semua berawal dari upaya yang dilakukan para musisi itu untuk kembali pada tradisi pra-kristen yang mengagungkan budaya pagan. Namun, media tidak pernah membahas satu alasan ini. itu yang membuat musik black metal sampai saat ini selalu dipandang buruk,” papar Hernandes.

Menurut Hernandes, mengapa hal tersebut perlu diluruskan adalah karena jika “kesalahkaprahan” itu terus dibiarkan maka akan menghasilkan kesalahkaprahan lainnya, dan hal tersebut berbahaya untuk scene. “Kita akan terjebak pada sejarah yang telah diputarbalikan, tanpa pernah mau tahu apa kebenaran sesungguhnya. Merasa puas pada pemahaman yang setengah-setengah, lalu dengan bangga mewariskan pada generasi selanjutnya,” lanjut Hernandes.

Namun kemudian muncul lagi satu pertanyaan sekaligus pernyataan. Melalui apa yang sudah dibahas sedari awal tentang “band black metal salah kaprah”, ternyata kesalahkaprahan itu terjadi tidak hanya di luar lingkaran, tapi juga di dalam lingkaran.

Hernandes mengaminkan, bisa jadi memang keduanya ada di jalur “salah kaprah” masing-masing. Tapi, lagi-lagi, selalu ada alasan lain mengapa hal itu terus berlanjut. “Memainkan musik black metal dengan segala hal yang menyertainya, kalau bukan karena mau dianggap keren, visual pun memiliki estetika yang tak kalah penting. Dalam seni pertunjukan, musik black metal bisa saja menempati posisi teratas dalam hal tampilan. Jika tampilan sudah keren, musik yang kompleks, apalagi kalau bukan bumbu-bumbu dari media itu yang kemudian kita bubuhkan. Itu adalah “jualan” terbaik yang pernah ada dalam sejarah musik dunia,” tutur Hernandes.

Bersambung ke artikel selanjutnya: FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Dua)

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner