FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Dua)

FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Dua)

Awalnya, saya pikir FOGFEST terkait erat dengan trilogi film dokumenter yang Hernandes garap. Ternyata, ada hal lain yang ia soroti, terutama berkaitan pada konsep film dan FOGFEST yang sebenarnya masih dalam satu garis yang sama, namun mengarah ke dua mata angin yang berbeda.

“Kalau dilihat dari judul filmnya, “Where We Live In”, FOGFEST bisa menjadi pijakan awal saya untuk masuk lebih jauh dalam wacana kenusantaraan yang masih ingin saya munculkan di seri kedua ini. Tapi, bisa jadi FOGFEST tidak akan muncul sama sekali. Sebab, gagasan FOGFEST pada akhirnya menjadi gagasan kolektif, sementara seperti pada film saya yang pertama, “Where Do We Go” lebih banyak subjektifnya. Itu merupakan hal berbeda. Saya takut terjebak hanya pada mendokumentasikan sebuah peristiwa dan bukan lagi gagasan,” jelas Hernandes.

Tentang Terselenggaranya FOGFEST dan Sistem Volunteering yang “Ajaib”

Terkait panita pelaksana FOGFEST, ada satu sistem yang sangat “ajaib”. Sebelum acara ini diselenggarakan, Hernandes sempat mengunggah e-flyer yang berisi informasi open recruitment bagi teman-teman yang tertarik untuk ambil bagian di FOGFEST. Banyak teman-teman yang merespon dari berbagai daerah di Indonesia dan dengan sukarela terjun bebas dalam FOGFEST. Bahkan, ada tiga nama volunteer yang berasal dari luar Indonesia. Yang membuat ini semakin “ajaib” adalah seluruh tim panitia berkoordinasi hanya melalui aplikasi WhatsApp. Mereka baru bertatap muka di hari FOGFEST dilaksanakan.

Sistem kerja yang dilaksanakan di awal adalah meminta bantuan teman-teman volunteer untuk memasarkan kaus FOGFEST dengan sistem pre-order. Setidaknya, satu orang bisa menjual satu buah kaus. Bagi yang bisa memasarkan 10 kaus, Hernandes memberi bonus kaus lainnya. Koordinasi awal dimulai dari sana, memberi laporan tentang seberapa banyak kaus yang berhasil terjual. Kesepakatan awalnya adalah jika dalam satu bulan kaus tidak terjual sesuai dengan target, maka FOGFEST gagal dilaksanakan.

Di luar ekspektasi, kurang dari dua minggu itu kaus terjual sampai di angka 160 buah. Artinya, target yang mereka buat sudah tercapai bahkan melebihi perkiraan awal, dan hal tersebut membuat Hernandes dan teman-teman volunteer lainnya semakin percaya diri bahwa event ini akan berhasil.

Ada lagi hal yang menarik dalam kepanitiaan FOGFEST. Di antara teman-teman volunteer, ada beberapa yang bertentangan secara keyakinan politik. “Di kelompok kami, ada dua kubu yang dulu biasa ribut. Tapi, puji syukur hingga hari ini kita gak pernah ngobrol soal itu. Saya benar-benar merasakan bedanya, bagaimana akhirnya kita tidak pernah membicarakan persoalan-persoalan itu di dalam grup, sampai sekarang. Saya malah sempat mengucapkan terima kasih pada mereka, itu mengajarkan saya untuk lebih respect pada pilihan masing-masing,” tutur Hernandes.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner