Thrash Is Back!

Thrash Is Back!

Dampaknya, tentu saja pada akhirnya musik thrash metal menjadi sebuah tren baru di kalangan anak muda Indonesia di tahun ‘90an, lengkap dengan fashion statement yang menyertainya. Pemuda gondrong dengan potongan rambut mullet, celana jeans belel ketat dan sobek di bagian lutut lengkap dengan ikat pinggang rangkaian peluru, t-shirt hitam bergambar band kebanggaan, sepatu basket warna putih adalah pemandangan umum yang bisa kita temukan pada masa itu.


Violator - Foto: Morbidzine

Fenomena yang terjadi di Indonesia saat itu tidak terlepas dari fenomena yang terjadi di negara di mana musik tersebut berasal. Thrash metal hadir sebagai sebuah jawaban dari kejenuhan anak muda di Amerika dan Eropa terhadap tren musik hard rock dengan budaya glam yang menyertainya. Musik hard rock dengan semangat gaya hidup seputar dunia sex, drugs, and rock ‘n roll dijadikan santapan empuk para pelaku industri musik, hiburan dan media.

Fenomena budaya dan tren yang terjadi saat itu dieksplotasi secara masal, seporadis dan simultan di berbagai sektor. Yang terjadi adalah kejenuhan di kalangan penikmatnya. Mereka pada akhirnya merasa bosan dan muak tentang segala hal yang berhubungan dengan musik hard rock. Hingga akhirnya, musik thrash metal hadir menjadi pelampiasan ekspresi yang baru.

Dandanan yang apa adanya tanpa harus ribet dengan segala urusan make up dan kostum, musik yang lebih agresif dengan lirik-lirik protes terhadap situasi sosial. Para pemuda pada masa itu menganggap musik thrash metal lebih jujur dan mampu menjadi pemuas bagi segala bentuk frustasi dan kemarahan yang disebabkan oleh persoalan sosial yang mengikuti keseharian mereka. Rumusnya adalah ketika hidup dirasa makin berat, maka musik yang dikonsumsi akan semakin agresif.

Situasi tersebut sedikit mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia. Thrash metal hadir dan tumbuh besar dikarenakan kejenuhan pada tren musik rock yang cenderung mengarah pada rock dengan warna Melayu akibat invasi band Malaysia, seperti Search dengan singlenya “Isabela”. Yang pada awalnya musik rock Indonesia begitu progresif secara komposisi dengan lirik-lirik yang cerdas, berganti tren menjadi rock Melayu yang mendayu-dayu dengan sajian lirik cinta yang cengeng.

Kejenuhan dan ketidakpuasan akan hal itu pada akhirnya menemukan media pelarian yang mampu memuaskan dahaga akan sebuah musik yang lebih agresif. Thrash metal adalah jawaban baru yang berhasil mendobrak kebuntuan dan kejenuhan di ranah industri musik di Indonesia. Menjadi pintu masuk eksplorasi lanjutan bagi jenis musik ekstrim lainnya seperti death metal, black metal, grindcore dan lainnya. Walaupun pada akhirnya, seiring perkembangan waktu tren musik ekstrim lebih mendominasi dan “membunuh” thrash metal. Memasuki era millennia, perlahan musik thrash metal mulai dilupakan dan hanya jadi sekedar musik nostalgia.

Ranah musik bawah tanah Kota Bandung tidak akan pernah sama jika Addy Gembel tidak hadir di era '90an. Bersama grup musik ekstrim yang dinamai Forgotten, ia lantang menyuarakan tentang hal-hal provokatif dan kontroversial, dengan dua jenis pilihan bahasa: frontal dan sangat frontal. 

View Comments (1)

Comments (1)

  • adxdraven
    adxdraven
    3 Feb 2018
    trash never die
You must be logged in to comment.
Load More

spinner