Tak Perlu Takut Pergi Ke Rumah Tuhan

Tak Perlu Takut Pergi Ke Rumah Tuhan

Tiba-tiba saja, sebuah pesan datang.

Pesan itu bilang, "Dua minggu lagi kamu dan adikmu berangkat ke tanah suci untuk melakukan ibadah Umrah".

Orang tua saya yang menulis pesan itu. Saya dan adik berpandangan, tak percaya atas apa yang sedang kami baca. "Pergi ke tanah suci? Apakah kita akan baik-baik saja disana?" Pertanyaan itu yang terus menerus berbayang di dalam kepala saya dan adik.

Siapapun yang mampu melakukannya, wajib melaksanakan perjalanan ke tanah suci. Namun kebanyakan orang termasuk saya, selalu saja menjawab "belum ada panggilan" saat orang lain bertanya perihal mengapa tidak pergi ke tanah suci dulu sebelum menjelajahi bagian-bagian dunia lainnya. Lebih parahnya lagi, saya sempat bercanda dengan salah satu sahabat saya bahwa saya menunda perjalanan ke tanah suci karena takut tak bisa melihat Ka-bah sesampainya disana.

BACA JUGA - Bersepeda Malam

Terlalu banyak alasan yang sebenarnya dibuat-buat ketika orang lebih memilih Amerika, Eropa, atau negara-negara yang sebenarnya mungkin jauh lebih mahal untuk didatangi ketimbang Arab Saudi. Saya salah satunya. Takut adalah alasan paling utama, saat orang-orang yang pernah bepergian kesana menceritakan hal-hal aneh tentang apa yang mereka alami selama disana. Kebanyakan hal aneh yang terjadi adalah pembalasan atas sikap buruk kita selama menjalani hidup disini.  

Setiap orang punya sisi buruk, yang secara sadar atau tak sadar dilakukan sepanjang waktu. Bagaimana jika begini? Bagaimana jika begitu? Terlalu banyak rasa takut pada akhirnya memupus keinginan itu, keinginan untuk datang kesana, ke rumah Tuhan.

***

Situasinya kini berbeda. Saya dan adik sudah terdaftar untuk pergi. Hati kecil saya berkata mungkin Tuhan tak suka dengan celoteh tentang "Belum ada panggilan" atau bahkan celoteh tentang takut tak bisa melihat Ka-bah. Rasa takut itu kembali muncul, kali ini dengan porsi yang lebih besar daripada sebelum-sebelumnya. "Jangan-jangan Tuhan akan menghukum saya setibanya disana."

Sepanjang perjalanan darat ataupun udara menuju sana, tak henti bibir terus mendoa agar semuanya baik-baik saja. Terlalu takut menghadapi balasan atas hal buruk yang mungkin tak saya sadari selama ini. Rasanya campur aduk, ada sisi gembira dimana akhirnya akan menjejakan kaki di tanah suci yang konon merupakan tempat paling dekat dengan Tuhan, namun di sisi lain, saya juga merasakan takut itu.

Sempat sebelumnya saya bermimpi, bagai di datangi dan di ganggu oleh suara besar seorang laki-laki tanpa wujud yang dengan jelas berkata, "Disini kau melihat banyak hantu, tunggu saja... Disana kau akan melihat yang sebelumnya tak pernah kau lihat. Jauh lebih mengerikan dari apa yang pernah kau lihat, jauh lebih indah dari yang paling indah yang pernah kau lihat." Sontak saya kaget, dan semakin tak bisa berpikir jernih setelah itu.

Sejak mimpi itu, saya benar-benar membatasi diri berbicara dengan hantu, bahkan dengan lima sahabat hantu Belanda saya. Entah mereka sudah tahu atau tidak, tapi anak-anak itu jarang menampakan batang hidung di hadapan saya menjelang keberangkatan, seolah mereka tak suka dengan destinasi kepergian saya kali ini.

Kakek saya pernah berkata, bagaimana pun erat nya persahabatan kami, dunia kami tetaplah berbeda... Ada dinding besar yang membatasi dunia kami. Sebaiknya tak perlu dulu berkomunikasi dengan mahkluk tak kasat mata sebelum berangkat ke tanah suci, fokuskan pikiran pada perjalanan ini.

***

Medina adalah kota pertama yang saya dan rombongan datangi. Ketakutan masih membayang, terlebih saat kaki melangkah keluar bandara. Wangi berbeda tercium disana, cuaca, serta kondisi kota pun asing dan terasa sangat berbeda. Hati semakin gelisah, belum tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Namun tiba-tiba semua ketakutan itu buyar, tatkala pada akhirnya kedua kaki ini menapaki masjid Nabawi, masjid tempat dimana Rasulullah dimakamkan. Bangunan mesjid terbesar yang pernah saya pijaki. Decak kagum terus mengalir, 40 derajat selsius cuaca Arab Saudi pun tak membuat decak kagum itu memudar.

Rasanya seperti dekat dengan-Nya, sebuah perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tak pernah saya rasakan sebelumnya. Seolah tak punya beban, menjalani hari-hari untuk beribadah disana membuat lupa akan segala permasalahan di tanah air yang kerap membuat kepala menjadi pusing. Ini ajaib, kota ini punya kesan tersendiri buat saya. Bibir terus tersenyum, air mata haru tak henti mengalir, Madinah penuh kedamaian.

***

Makkah, kota kedua yang wajib didatangi oleh umat muslim yang hendak menjalankan Ibadah Umroh dan Haji. Debaran hati selama perjalanan menuju kesana kembali terasa. Konon di kota Makkah lah Tuhan banyak menampar orang-orang atas sikap buruknya, atas kelalaiannya, atas hal-hal yang tak disukai oleh-Nya. Rasa takut mulai menghantui, tapi di sisi lain... Hati kecil ini berkata, "Saya pasrah, saya siap menerima segala teguran dari-Mu."

Butuh waktu 5 jam dari Madinah ke Makkah dengan menggunakan perjalanan darat. Dan selama itu pula bibir terus berkomat-kamit memohon ampun atas segalanya. Berkali-kali saya dan adik saling berbisik, "Tegang, ya?"

Namun lagi-lagi, Makkah dengan Masjidil Haramnya berhasil meluluh lantakan perasaan itu. Kedamaian lebih terasa di dalam jiwa, tatkala pada akhirnya kaki ini melangkah masuk ke dalam Masjid tempat Ka-Bah berada.

"Semoga Tuhan tak marah, semoga Tuhan mengijinkanku melihat Ka-Bah", tanpa sadar hati ini terus berbisik.

Air mata mengalir, bibir berucap "Allahuakbar", ketika akhirnya Ka-Bah tertangkap oleh kedua mata saya, Ka-Bah yang selama ini hanya saya lihat di televisi, atau diatas sajadah. Rasanya sangat merinding, senang, sampai-sampai tak mampu berkata-kata.

Benar kata bisikan itu. "Jauh lebih indah dari yang paling indah yang pernah kau lihat", dan Ka-Bah yang menjulang di depan mata adalah hal paling indah yang pernah saya pandangi.

Orang bilang, butuh banyak energi untuk melakukan ibadah di tanah suci. Banyak hal wajib yang dilakukan sebagai rukun Umroh, tapi tak sedikit pun hati ini mengeluh kelelahan. 43 derajat selsius, tak jadi hambatan untuk melaksanakan rukun-rukun itu.

Hari-hari berlalu cepat, rasanya enggan untuk pulang ke Tanah Air. Alih-alih terjadi hal buruk, saya malah merasa sangat kerasan dan merasa begitu dekat dengan Tuhan. Tak ada hal menakutkan, tak ada penglihatan mengerikan. Tuhan berbaik hati memberikan kedamaian pada saya yang selama ini tak pernah berpikir untuk pergi kesana dalam waktu dekat.

Dengan caranya, Tuhan mengundang orang-orang untuk datang kesana. Saya tersenyum kecil tatkala hendak meninggalkan kota Makkah, dalam senyum itu tersimpan pesan untuk Tuhan.

"Tuhan, terimakasih atas undangan tiba-tiba ini. Benar, tak ada yang tak mungkin. Semua bisa terjadi jika itu memang jadi kehendak-Mu. Maaf atas kata-kata asalku mengenai Ka-Bah. Rasanya sangat malu mengingat hal itu. Jika ada kesempatan, ijinkan saya kembali datang..." 

 

Partime singer, partime writer, & partime ghosthunter

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner