Perspektif dalam Lirik (Bagian 2)

Perspektif dalam Lirik (Bagian 2)

Dalam beberapa kesempatan, saya menyempatkan diri untuk datang menonton pertunjukan Pas Band. Bahkan, ada satu kesempatan di mana band saya bisa tampil berbagi panggung. Di situlah, saya benar-benar melihat sosok Yuki sebagai seorang front-man band, yang menjadikan area panggung sebagai arena bermain dan bersenang-senang. Menjadikan panggung dan massa sebagai bagian yang harus dia kontrol demi menjaga ritme pertunjukan agar tetap dinamis. Semuanya selalu ada di bawah kontrol Yuki, sebagai seorang front-man. Penonton bisa merasakan segala kemarahan, kegelisahan, euphoria dan kesedihan bintang pujaannya. Apa yang Yuki suguhkan adalah arena permainan empati yang jujur dan mengalir apa adanya. Energi dan emosi yang begitu alami, mengalir mengisi setiap sudut arena pertunjukan. Singkatnya, kejujuran dalam berkarya mampu memberi output ekspresi yang jujur dan alami. Memang, ada histeria dan ekspresi di luar batas wajar, namun saya melihatnya sebagai sebuah ekspresi dari perasaan mereka yang merasa terwakili oleh setiap lagu yang mereka dengarkan. Analoginya adalah, "anjing, lagu ini teh gua banget!".

"Penonton bisa merasakan segala kemarahan, kegelisahan, euphoria dan kesedihan bintang pujaannya. Apa yang Yuki suguhkan adalah arena permainan empati yang jujur dan mengalir apa adanya."

Dalam sebuah sesi pemaparan, Yuki menceritakan sebuah fase di mana pada akhirnya dia masuk dalam dalam sejarah paling kelam dalam hidupnya, ketika uang, popularitas dan semua yang dia cita-citakan dalam bermain musik akhirnya tercapai. Petualangan-petualangan mendebarkan dalam gegap gempita dunia sex, drugs and rock ‘n roll. Saya pun pernah masuk dalam fase tersebut. Ketika kesempatan itu ada dan terbuka lebar, dengan penuh kesadaran dan sesadar-sadarnya saya jajal dunia tersebut. Laksana naik roller coaster, saya biarkan hidup saya merasakan sensasi naik turun dengan kecepatan tinggi, dan berjumpalitan di alam sublim euphoria dan histeria. Saat itu, saya hanya diberi dua pilihan: mati muda dan menjadi legenda, atau mati ditusuk gagang sikat gigi yang telah diruncingkan di sudut penjara.

"Saya pun pernah masuk dalam fase tersebut."

"Saat itu, saya hanya diberi dua pilihan: mati muda dan menjadi legenda, atau mati ditusuk gagang sikat gigi yang telah diruncingkan di sudut penjara."

Hingga akhirnya, kesadaran juga yang mampu mengeluarkan saya dari dunia tersebut. Kesadaran bahwa di sisa umur saya ada banyak hal lain yang harus di eksplorasi. Apakah saya menyesal? Ya, saya menyesal. Karena, ketika masuk ke dunia tersebut, ada banyak hal yang seharusnya saya kerjakan menjadi tidak saya kerjakan. Beberapa momen yang seharusnya menjadikan saya menjadi semakin produktif harus terbuang percuma, dan hanya berakhir menjadi cerita nostalgia tentang betapa "gemilangnya" masa lalu saya. Tapi, saya tidak pernah menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi. Hidup hanya sekali, dan tak pernah ada jalan untuk kembali.

"Apakah saya menyesal? Ya, saya menyesal. Karena, ketika masuk ke dunia tersebut, ada banyak hal yang seharusnya saya kerjakan menjadi tidak saya kerjakan."

Kini, saya anggap apa yang telah terjadi adalah bagian cerita dari hidup saya. Saya tidak menyalahkan Pas Band atau sosok Yuki yang telah banyak menginspirasi proses kreatif saya dalam berkarya. Dari cerita Yuki tentang latar belakang masa kecilnya, di mana sosok seorang ayah aristokrat begitu berpengaruh terhadap perkembangan emosi dalam mengambil keputusan, lewat kegemarannya membaca, saya yakin pola pikir Yuki terbentuk menjadi pribadi yang tidak sembrono. Ia selalu penuh pertimbangan dan mampu menempatkan diri dalam berbagai sudut pandang terhadap suatu persoalan, begitupun dalam membuat lirik yang diproduksi. Saya tidak menyalahkan Motley Crue yang dengan sangat eksplisit dalam setiap liriknya mengumbar dan mengeksploitasi nilai-nilai paten yang terdapat dalam gaya hidup sex, drugs, and rock 'n roll. Saya tidak menyalahkan Poison yang secara terang-terangan dalam lirik mereka bercerita tentang nikmatnya sensasi orgy di belakang panggung bersama puluhan groupies, sementara angka penjualan album mereka kandas dihajar oleh peralihan tren musik grunge dan alternative.


Yuki Pas Band | Foto: Tridy Prod

Saya ingin mengajak Yuki untuk melihat Pas Band dalam bingkai potret yang lebih besar, sebagai sebuah produk budaya yang mewakili semangat jamannya Pas Band dengan kekuatan musik dan liriknya, yang telah mampu memberikan identitas dan manfaat pada setiap individu penikmatnya di tengah arus perputaran peradaban. Setiap Pas Band manggung, saya bisa menyaksikan puluhan ribu luapan energi yang luar biasa, di setiap sudut arena pertunjukan. Apa pernah terpikir oleh Yuki bahwa di sebuah malam pertunjukan Pas Band ada seorang bapak tua pedagang asong yang mengucap syukur karena dagangannya habis terjual, hingga dia mampu membayar sisa cicilan kontrakan rumah bedengnya di pinggir kali yang kumuh? Atau pemuda tukang parkir yang lengannya penuh tato dan bersyukur hari itu dia mampu membayar tunggakan SPP adiknya ketika ribuan kendaraan penggemar Pas Band antri mencari parkir? Atau cerita ibu penjual nasi kuning yang dalam sekejap dagangannya habis terjual dan mengirim doa setiap malam agar Pas Band selalu diberi kesehatan dan keselamatan agar bisa sering manggung di tempatnya berjualan? Atau mungkin hanya sekedar senyum puas dan ucapan terima kasih dari para kru dan teknisi ketika mereka menerima amplop setiap kali Pas Band selesai manggung? Itu adalah sedikit gambaran energi dari semesta yang rasanya luput untuk kita lihat dan rasakan.

Hidup memang brengsek, dan dunia tidak akan pernah menjadi baik-baik saja. Jika lantas kita menyalahkan diri sendiri atas semua ketidakberesan yang terjadi, rasanya tidak harus menjadi senaïf itu juga. Biarkan semesta bekerja sesuai dengan pola yang telah ditentukan oleh penciptanya. Ketika Persib bermain butut dan harus kalah telak di kandang sendiri, tidak lantas itu menjadi salah Pas Band atau Yuki yang pernah membuat lirik tentang Persib. Ketika ada orang yang mengaku fans Pas Band atau penggemar Yuki terlibat tindakan kriminal, penyalahgunaan Narkoba dan tindakan asusila tidak lantas harus Pas Band atau Yuki yang menanggung konsekuensi secara moral. Menjadi baik dan memberi manfaat bagi sesama adalah pilihan. Sama halnya dengan orang yang memilih untuk menjadi bajingan dengan berbagai motif di belakangnya. Tidak ada yang harus disalahkan atas semua kebrengsekan yang telah terjadi. Jika kemudian ada orang yang beranggapan bahwa semua lirik yang ditulis oleh Yuki hanya menghasilkan output barisan panjang calon penghuni Neraka, ada baiknya dia datang dan menyaksikan langsung Pas Band manggung. Mulailah bicara dengan bapak tua pedagang asong, ibu penjual nasi kuning dan pemuda bertato si tukang parkir. Atau mungkin dengan saya, yang hingga kini masih selalu nervous dan speechless ketika berhadapan langsung dengan Yuki. Bahkan untuk sekedar berfoto bareng pun, saya masih sungkan dan grogi. Biarlah selalu ada jarak di antara kita. I'm your biggest fans and you’re my idol.

"Hidup memang brengsek, dan dunia tidak akan pernah menjadi baik-baik saja. Jika lantas kita menyalahkan diri sendiri atas semua ketidakberesan yang terjadi, rasanya tidak harus menjadi senaif itu juga. Biarkan semesta bekerja sesuai pola yang telah ditentukan oleh penciptanya."

 

Addy Gembel, September 2017

Ranah musik bawah tanah Kota Bandung tidak akan pernah sama jika Addy Gembel tidak hadir di era '90an. Bersama grup musik ekstrim yang dinamai Forgotten, ia lantang menyuarakan tentang hal-hal provokatif dan kontroversial, dengan dua jenis pilihan bahasa: frontal dan sangat frontal. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner