Pengamen: Seniman, Musisi, atau Pengganggu? (Bagian 1)

Pengamen: Seniman, Musisi, atau Pengganggu? (Bagian 1)

Beberapa menganggap bahwa mengamen itu adalah sebuah pekerjaan halal, bisa dibilang profesi (atau seniman), sama seperti pekerjaan lain yang diandalkan untuk mencari nafkah. Ini betul sekali. Beberapa bilang mengamen hanyalah kegiatan yang mengganggu. Orang lagi makan diganggu. Orang lagi pacaran diganggu. Orang lagi ngelamun terkantuk-kantuk di angkot diganggu. Mengganggu lah pokoknya mah. Dan ini betul sekali. Beberapa juga bilang bahwa mengamen itu sebenernya gak jauh sama mengemis. Kegiatan minta-minta yang tampak sedikit lebih nyeni ketimbang cuma ngasongin tangan sambil minta dikasihani. Meskipun nyanyinya bagus, enak didenger, tetep judulnya ngemis. Minta-minta. Dan ini juga betul. Lalu, gimana ya? Ya, sebenernya semua pengertian tadi betul adanya, bergantung dari pelaku (pengamennya sendiri). Jangan salahken orang-orang yang akhirnya memberikan asumsi, karena asumsi itu keluar atas dasar apa yang dilihat, dialami dan akhirnya disimpulkan. Balik lagi ke atas dasar apa sang pengamen yang menjalankan kegiatannya.

asumsi/asum·si/ n1 dugaan yang diterima sebagai dasar; 2 landasan berpikir karena dianggap benar;

mengasumsikan/meng·a·sum·si·kan/ v menduga; memperkirakan; memperhitungkan; meramalkan

*sumber : https://kbbi.web.id/asumsi

Sementara, kalau memang kita ingin tahu apa sebenernya pengertian dari “pengamen” atau “mengamen” itu sendiri secara umum mah, mangga silaken gugling aja. Banyak yang bisa dibaca di sana. Tapi, pada kenyataannya, menurut saya, pengertian yang sebenernya ya akhirnya harus disesuaikan sama zaman dan kondisi yang ada. Di luar negeri sana juga ada kok yang ngamen. Banyak. Street performers atau buskers adalah istilah bahasa Inggris buat pengamen. Ada yang emang sebagai profesi, ada juga yang emang sekadar sampingan atau cari extra money. Ya, mungkin jauh lebih baik dari hanya sekadar begging. Tapi, dari pengalaman saya, kalau di luar negeri itu jarang ada pengamen yang mengganggu. Mungkin, karena kalau di luar negeri sana (atau di beberapa negara asing), ada aturan yang jelas bahwa mengamen di tempat umum itu diperbolehkan, selama sang pengamen diam di satu titik lokasi, misalkan taman, subway, train station, di depan pertokoan atau toko-toko kecil selama diizinkan oleh pemiliknya. Dan yang paling penting, “TIDAK MENGGANGU PUBLIK DALAM BENTUK APAPUN”. Jadi, pada saat ada yang merasa terganggu, kegiatan mengamen ini harus segera dihentikan, atau akan berurusan dengan hukum. Saya pernah mengalami ini. Beda dengan di Indonesia, di mana pengamen di sini bisa bergerak bebas, ngamen di mana pun, termasuk mendatangi tempat-tempat yang mereka mau. Termasuk malah datang ke rumah-rumah (di luar negeri, kegiatan begini mutlak bisa dilaporkan sebagai perbuatan mengganggu atau tidak menyenangkan. Intruder, violating private property or privacy). Ya akhirnya, ini yang mungkin disebut sebagai kegiatan yang mengganggu, karena tidak semua orang akan merasa senang dengan kehadiran pengamen, apalagi kalau sang pengamen tidak disertai kemampuan bermusik atau menyanyi yang bagus. Ngaco dan gak enak didenger. Beda kalau sang pengamen diam di satu tempat di mana publik bisa punya pilihan untuk suka atau tidak. Kalau suka, bisa datang untuk menikmati sejenak, dan kalau berkenan bisa memberikan tips (bukan honor!) seadanya. Gak ngasih juga gak apa-apa. Direkam, lalu cabut. Slonong boy. Aplod, lalu dapat banyak view dan komen. Sang pengamen mah masih kerja keras cari receh.


Photo courtesy of : maxpixel.freegreatpicture.com

Nah, yang kedua mengacu ke poin pertama di atas. Kalau sudah ada kesepakatan tentang pengertian pengamen, selanjutnya diharapken pemerintah dan publik bisa membedakan mana yang pengamen, mana yang bukan. Mana yang benar-benar ngamen (sebagai profesi, seniman atau musisi) atau yang hanya sekedar jreng-jreng gak jelas dan ujung-ujungnya nodong minta uang. Mohon maaf sebesar-besarnya, mereka-mereka yang mampir ke angkot atau bus, atau keliling dari mobil ke mobil di lampu merah dalam keadaan mabuk dan nyanyi gak jelas, aah nu kitu mah jangan disebut pengamen atuh! (ahh yang begitu jangan disebut pengamen lah!) Mungkin, gak ada salahnya kalau pemerintah barengan sama mereka-mereka yang kompeten (mungkin seniman atau siapapun) mulai berembuk lah untuk cari apa sebenernya pengertian pengamen itu. Gak penting ya? Iya, gak penting kalau kata anda yang mungkin gak hidup di ranah ini. Tapi, buat mereka yang merasa bahwa mengamen itu adalah profesi, ya ini penting sekali, bos. Akan sangat sangat membantu. Nanti kita bahas lah masalah ini secara terpisah.

Intinya, meskipun ada anggapan bahwa mengamen itu adalah “cara cepat mendapatkan uang” (dalam artian, males kerja, males usaha, ya ngamen aja...), mau tidak mau harus diketahui dan disadari bahwa banyak orang-orang, teman-teman saya yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan mengamen ini. Meskipun dalam pengertian yang berbeda, seperti “ngamen di cafe” atau “ngamen di pinggir jalan” atau “ngamen di mall”, tetapi dasarnya adalah sama. Mencari penghasilan. Ya termasuk saya ini. Mencari nafkah, same as you do indeed.

(Bersambung)

Bassist of:
Pure Saturday
D'Ubz Bandung
A4/Akustun Band

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner