Mereka Ada Dimana-Mana

Mereka Ada Dimana-Mana

Sedang dalam perjalanan menuju Tokyo di atas kereta cepat (shinkansen). Sebelumnya saya singgah di Osaka dan Kyoto. Dua kota yang cukup terkenal di Jepang. Telinga saya dijejali earphone mendengarkan lagu Payung Teduh berjudul "Untuk Perempuan Yang Sedang di Pelukan". Musik Payung Teduh mengalun manis, dengan lirik lagu berbahasa Indonesia yang semakin membuat saya rindu pada kampung halaman, dan tentu saja... Rindu pada kota Bandungnya. Baru beberapa hari di sini, walau tidak berencana berlama-lama rasanya sudah ingin pulanh. Bagaimana pun indahnya negara ini, saya lebih suka Indonesia ketimbang Jepang.

Awalnya cukup ragu untuk berkunjung kesini. Pertama, sahabat-sahabat hantu saya yang notabene anak-anak Belanda di jaman kolonial tentu saja sangat marah jika saya berencana liburan ke Jepang. Bagaimanapun mereka tetap sangat sensitif terhadap hal berbau Nippon. Kedua, negara ini terkenal mahal untuk dikunjungi. Beruntung, sejak tahun lalu saya rajin menabung 20 ribu rupiah perhari di sebuah celengan ayam dan ketika dipecahkan, ternyata isinya cukup untuk dibelikan tiket promo pesawat Jakarta ke Tokyo. Entah kenapa akhirnya memutuskan membeli tiket itu, dan akhirnya berangkatlah saya ke Jepang.

Saya pikir sahabat-sahabat kecil saya takkan ikut dalam perjalanan ini...

Hari pertama datang kemari, saya tak melihat lima hantu kecil itu. Sekilas sebelumnya saya memang melihat sosok-sosok anak kecil tak kasat mata di bandara dan pesawat. Saya pikir, "Ah mungkin saja itu anak kecil beneran". Kalaupun anak-anak itu adalah hantu, manalah mungkin mereka ini Peter Cs. Saya memang berucap mengajak mereka ikut pada saat sebelum pergi, tapi mereka terlihat marah dan pergi dengan keadaan kesal sambil menembus tembok kamar. Oh ya sudahlah, saya pikir mereka benar-benar kesal tapi biasanya tak lama. Lagipula, saya sudah coba menjelaskan bahwa Nippon sekarang tak sejahat Nippon saat dulu. Orang-orang Jepang sudah sangat modern, tak kenal peperangan, mereka ramah dan sopan. Jika sudah berkata "mengajak", mereka bisa memilih untuk ikut atau tidak. Sama seperti seseorang yang diberi hadiah tiket konser, boleh dipakai atau tidak sama sekali. Begitupun mereka, tiket itu sudah saya berikan. Terserah mereka akan ikut atau tidak.

Dan mereka tiba-tiba muncul, saat saya mendatangi arena bermain yang cukup terkenal di Osaka. Tanpa peduli, tanpa mengabari, tanpa terlihat, rupanya mereka yang saya lihat di Bandara dan Pesawat. Saya melihat mereka berteriak-teriak senang, seakan tak peduli pada rasa takut terhadap orang-orang Jepang yang memadati tempat itu karena sedang masa libur panjang. Dengan sikap cuek, mereka menyapa saya dari kejauhan, melambaikan tangan sambil tertawa-tawa senang. Kaget rasanya melihat anak-anak hantu itu muncul. Jauh di lubuk hati, saya merasa tenang karena setidaknya mereka berhasil menaklukan rasa takut mereka terhadap Jepang.

Tapi mereka tak selalu muncul, hanya datang menghampiri di saat-saat tertentu. Sama seperti pada saat pergi ke Belanda, anak-anak ini pergi begitu saja meninggalkan saya selama disana, dan muncul beberapa saat sebelum kepulangan saya ke tanah air.  Kali ini, kemunculan mereka sangat jarang... Entah karena sedang asik bermain-main, atau karena bersembunyi di suatu tempat.

Di suatu malam saat sedang berjalan-jalan di pusat kota Osaka, tiba-tiba hantu yang paling kecil bernama Janshen mendatangi saya. Dengan ekspresi ketakutan, dia menunjuk-nunjuk ke arah sebuah gang kecil yang letaknya berada di tengah-tengah gedung pertokoan. Gang itu gelap, dan dipenuhi oleh ornamen-ornamen Jepang.  Saya tidak tahu namanya, tapi terlihat seperti alat alat peribadatan. Tangan Janshen menunjuk-nunjuk ke arah dalam gang, tubuhnya seperti berlindung dibalik baju saya. Alih-alih waspada atas apa yang ditunjuki oleh Janshen, saya malah asik berfoto di gang gelap itu. Entah kemana anak itu, dia seperti berlari menjauhi saya... Ketakutan... Dan menghilang tanpa pamitan.

Singkat cerita, saya lupa atas petunjuk ataupun pertanyaan-pertanyaan di kepala setelah didatangi Janshen dengan sikapnya yang seperti itu. Saya pulang ke penginapan dengan perasaan lelah, dan ingin segera tidur mempersiapkan tenaga untuk keesokan hari.

Entah kenapa, di beberapa titik menuju pulang... Ada beberapa tempat yang membuat bulu kuduk saya berdiri, dan membuat langkah saya menjauh dari titik titik itu. Ada sesuatu disana, seperti mata yang sedang memperhatikan gerak gerik saya. Namun karena badan sudah tak kuasa menahan lelah, saya putuskan untuk tak peduli dan berjalan cepat agar segera mencapai tempat tidur.

Malam semakin dingin, angin terasa semakin bertenaga. Saya menutup balkon apartemen sebelum akhirnya berbaring di tempat tidur. Saat hendak menutup balkon, tiba-tiba mata saya melihat penampakan sosok anak-anak kecil dari trotoar di bawah balkon. Saat diteliti dengan saksama, jelas disana ada William, Peter, dan Janshen yanh berdiri sambil memasang wajah khawatir. Tidak terdengar jelas apa yang sedang mereka coba sampaikan kepada saya, mulut mereka seperti sedang berbicara. Saya gelengkan kepala, lalu menutup jendela balkon dengan perasaan bingung. "Ah sudahlah, mungkin tidak penting."

Tidur tak nyenyak, seperti ada suara orang bercakap-cakap di telinga...

Mata saya otomatis terbuka, susah tidur ini membuat keduanya tetap terjaga walau mencoba untuk terpejam. Saat saya membuka mata, astaga... Suara saya tak bisa berteriak, bulu kuduk meremang hebat. Tepat diatas badan saya, ada sosok perempuan dengan rambut menutupi wajah, memakai baju putih, tangannya berada dalam posisi mengarah ke arah leher saya. Tanpa bisa melakukan banyak gerakan, kedua tangannya lebih cepat mencapai leher saya.

Saya pikir tak akan menemukan hantu lain selain kelima sahabat saya disini...

Saya mengerang, mata saya terpejam karena takut, saya tak tahu harus berbuat apa.

Beberapa detik kemudian, terdengar suara anak-anak kecil yang berdatangan. Disusul oleh merenggangnya cekikan di leher saya. Mata sontak terbuka, ada mereka disana... Pemilik suara-suara itu. Hendrick berdiri di belakang perempuan itu, tangannya terlihat sibuk menjambaki rambut si perempuan yang kini terdengar berteriak dengan bahasa jepang.

Tak tahu apa yg selanjutnya terjadi, saya coba pejamkan mata lagi lalu tak menangkap penampakan mereka lagi tak lama setelah itu. Keadaan benar-benar hening, jauh lebih hening daripada sebelumnnya...

Nafas terengah, coba mengusapi wajah dengan kedua tangan, menenangkan diri bahwa saya baik-baik saja. Saat tengah mencoba menenangkan diri, tiba-tiba terdengar suara bisikan seorang anak laki-laki.

"Kau sih nakal, sudah coba kuingatkan... Malah asik berfoto di sembarang tempat. Hati-hati, disini banyak perempuan jahat..."

Foto:
Cinema Knife Fight
www.photoree.com
 

Partime singer, partime writer, & partime ghosthunter

View Comments (6)

Comments (6)

  • agungekon1979
    agungekon1979
    8 May 2016
    Sereem.
  • desychristyani
    desychristyani
    9 May 2016
    hihihi... untung mereka (terkadang) baik teh, jadi masih mau bantu ngusir si emmmm apa ya nyebutnya...
  • Novianr
    Novianr
    9 May 2016
    Mereka emang bener2 sahabat sejati. Dimana teh Risa lagi di ganggu sama 'sadako' mungkin ya bisa di sebut, mereka coba buat nolongin teteh. Ya ampun so sweet..
  • anindyastiii
    anindyastiii
    10 May 2016
    Kadang, berteman sama "mereka" lebih asik daripada sama manusia ya teh
  • mikearvina
    mikearvina
    12 May 2016
    kereeeeennnnn
  • dejncvk
    dejncvk
    13 May 2016
    Tulis yg lain lgi kakaa... baguss
You must be logged in to comment.
Load More

spinner