Mengawali Diri di Dunia Musik dan Menjadi Perempuan di Band

Mengawali Diri di Dunia Musik dan Menjadi Perempuan di Band

Beberapa tahun berikutnya, saya bertemu dengan teman-teman yang sekarang bersama di Heals. Mereka lah yang mengenalkan saya dengan musik-musik extreme. Masuk akal, karena masing-masing dari mereka tergabung dalam band-band underground Bandung, yaitu Caravan of Anaconda, Hellbeyond, Deranged Pervesion, dan Fix Me Icarus. Karena sering berkumpul dan melihat mereka manggung, akhirnya secara tidak langsung saya mulai terdoktrin mendengarkan band-band sejenis dan sering juga mendatangi gigs-nya.


Heals, 2014. | Photo oleh Fahryanza Taftazani

Setelah bertahun-tahun sering berkumpul bersama, akhirnya kami sepakat untuk membentuk Heals, dan saya diminta untuk mengisi posisi bass. Sering saya dengar anggapan bahwa ketika seseorang yang tidak terlalu pandai bermain gitar akan menempati posisi ini.


Panggung Perdana Heals, 2014. – Photo oleh Fahryanza Taftazani

Padahal, bagi saya menjadi bassist adalah hal yang sangat menantang sekaligus posisi yang sangat penting. Beberapa orang mungkin mengesampingkan serta menganggap bass hanyalah pengiring yang akan tenggelam di antara instrumen lain. Padahal, bass lah yang menghubungkan ketukan drum agar dapat diinterprestasikan dalam melodi atau kord, sehingga menjadi tulang punggung dalam memberikan fondasi bagi instrumen secara keseluruhan. Ketika sedikit saja kesalahan dilakukan oleh bassist, maka akan terdengar sangat fatal. Bangunan lagu tersebut akan terdengar goyah.

Mengingat segala proses dari awal sampai saat ini, saya tidak pernah merasa dimudahkan. Kapabilitas saya di sini sangat dibutuhkan, dan itu lah proses yang paling menarik. Belajar dari nol, berbekal pengalaman-pengalaman bermain gitar yang cukup membantu untuk mengetahui kunci-kunci nada dan ke mana saya harus bermain. Hingga sekarang, saya masih dan akan terus belajar bermain dari berbagai sumber karena saya tidak pernah sekolah musik. Pengalaman dan referensi lah yang sangat mempengaruhi saya sampai saat ini.

Masih sangat sedikit bukti yang sudah saya lakukan, mengingat pengalaman yang masih seukur jari di dunia musik. Ketika saya menulis cerita ini, saya selalu tertawa kala mengingat-ingat masa lalu itu. Pengalaman seru, bodoh, menegangkan, dan menantang yang telah saya lewati.

Kurang lebih itu lah cerita pendek saya di awal menekuni musik hingga bergabung di Heals. Sepertinya, tidak terlalu berbeda dengan kalian bukan? Mungkin, saya bukanlah aktivis yang gemar menyinggung atau menggemborkan isu feminis, walau sangat disayangkan sampai saat ini masih banyak stigma yang seharusnya dihapuskan di zaman yang sudah modern ini. Barangkali pula, saya pernah menghadapai tantangan-tangan berbeda jika dibandingkan dengan musisi pria. Isu sexist atau dipandang sebelah mata “hanya sebagai pemanis dalam sebuah band” sering saya telan.

Padahal, sudah banyak sekali musisi perempuan yang telah membuktikan dengan karya dan kapabilitasnya, seperti Dina Dellyana (HMGNC), Endah (Endah N’ Rhesa), Stella Gareth (Scaller), dan masih banyak lagi. Lalu, yang selalu menjadi pertanyaan di benak saya, mengapa masih ada saja yang menganggap perempuan hanya pemanis? Malahan, melihat mereka membuat rasa percaya diri saya bertambah dan memilih untuk terus menjalaninya saja.

Pada akhirnya, cerita ini tidak dibuat untuk menjadi inspirasi, tetapi menjadi perempuan dalam band itu sangat lah mungkin. Saya tidak akan bilang ini mudah, akan tetapi saya yakin sesulit-sulitnya kita menekuni sesuatu yang kita senangi akan terasa menyenangkan dan itu berlaku untuk siapa saja. Tidak ada perasaan yang lebih menyenangkan ketika sebuah semangat diberikan ke khalayak dan kembali kepada kita sebagai nilai.

Octavia Variana atau kerap di sapa Via ini adalah bassist dari kuintet Alternative Rock/Shoegaze dari Bandung, Heals. Selain itu, ia juga senang menekuni bidang ilustrasi.

View Comments (1)

Comments (1)

  • dimshand
    dimshand
    23 May 2018
    gratz kak
You must be logged in to comment.
Load More

spinner