Membunuh Diri Perlahan dalam Kenyamanan: Sebuah Catatan Kaki dari Where Do We Go

Membunuh Diri Perlahan dalam Kenyamanan: Sebuah Catatan Kaki dari Where Do We Go

Militansi yang Bandel
Balik ke awal tahun 1997, saya memutuskan diri untuk bernaung di sebuah “rumah” baru bernama komunitas underground. Banyak hal dan pengalaman di dalam komunitas ini, yang salah satunya saya pindai melalui teropong-teropong kecil berupa zine fotokopian yang saya dapatkan dari kemurahan hati banyak kawan.

Tiga tahun kemudian, bersama beberapa kawan mulai membangun skena kecil bernama Bumiayu Corpse Grinder, yang tentu saja terinspirasi oleh nama kelompok metal solid di Yogyakarta. Komunitas kami waktu itu hanyalah beranggotakan beberapa band dan sudah pasti bukan siapa-siapa. Sebab, bukan karena berkelompok kami ingin menjadi sesuatu, tapi pergerakan ini menginspirasi dan memotivasi banyak kawan untuk mengubah pola pikir mereka untuk tak sekadar mencipta musik lalu mempertontonkannya ke khalayak. Akan ada pola relasi yang lain dari biasanya, yakni semangat independensi yang terlatif, militansi yang bandel, begitu saya menyebutnya.

Selama proses wawancara untuk kebutuhan produksi film WDWG, ada dua band yang mengingatkan saya pada kepolosan di masa-masa tersebut, dua band yang karena performativitasnya kerap menjadi perdebatan yang tidak ada habisnya dalam scene black metal kita. Ketika satu pertanyaan saya ajukan kepada mereka; seandainya harus memilih, mau bikin album atau manggung? Mereka menjawab tanpa beban bahwa manggung lah yang menjadi prioritasnya, dan tepuk tangan penonton adalah kepuasan tersendiri. Entah itu kepolosan yang dibikin-bikin atau tidak, kita yang sekarang terlalu naif untuk melihat sekumpulan band metal dibentuk dan bermain hanya untuk bersenang-senang. Tapi, seperti itu lah menjadi metal, di awalnya. Banyak aturan tak tertulis tentang bagaimana dan apa yang seharusnya kita kenakan, bagaimana logo band akan terlihat keren, atau apa saja yang menyebabkan kita terperangkap pada simbol dan jargon.

Film yang sudah dan masih saya kerjakan sampai detik ini memang tidak mungkin akan bisa menjawab segala wujud pertanyaan, kritikan, hujatan, atau apa saja kalian menyebutnya. Bahkan, untuk seri yang ketiga sudah masuk proses editing, sementara yang kedua belum. Kenapa? Biar karya saya kelak yang menjawabnya. Toh, WDWG dan dua seri berikutnya akan menjadi dokumentasi panjang perihal pergerakan black metal di tanah air. Di awal-awal memulai film saya, seorang kawan pernah bilang, film ini akan dinantikan banyak orang. Jadi, kredibilitas saya sedang dipertaruhkan. Siap atau tidak, ini adalah proses membunuh diri saya perlahan dalam kenyamanan.

Hernandes Saranela

Hernandes Saranela merupakan pembuat film personal di bawah bendera kolektif Cinemarebel Yogyakarta. Vokalis dari band Punk DEMSTER & band Pagan Metal ENUMA ELISH. Juga menjadi pengajar film dan akting di salah satu kampus di Jogjakarta.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner