Mati Ketawa ala Tani Maju (Bagian 1)

Mati Ketawa ala Tani Maju (Bagian 1)

Sebuah kajian sosiologis nan humoris atas kiprah artis top daerah. Menengok perjalanan Tani Maju yang anomali, jarang serius, namun justru berhasil melawan mitos ‘band kampus’.

"Aku pingin nontok Tani Maju!" celetuk seorang pria bertubuh ramping dan berkumis tipis dengan tiba-tiba. Ia spontan mengucapkan kalimat itu sembari meringis tatkala para personil Tani Maju sudah bersiap-siap di atas panggung Signore Cafe, Malang, 26 Juli 2017 silam.

Pria tadi namanya Novan Tri Sumahadi. Keinginannya tadi sebenarnya tampak wajar dan sederhana. Namun akan terdengar konyol dan menimbulkan ledakan tawa jika kalimat itu justru meluncur dari mulut vokalis Tani Maju sendiri. Ha!

Lho?! Lha terus sopo sing nyanyi?...

*****

Banyak orang di Malang yang sudah mengenal nama Tani Maju sejak era awal 2000-an. Ya, saya juga demikian. Bagaimana tidak, ketika itu nama kelompok musik tersebut cukup harum, segar dan membahana. Mereka rajin manggung di mana-mana. Hampir setiap pekan ada saja poster pertunjukan musik yang menempatkan Tani Maju sebagai penampil – sebagian besar malah mem-plot mereka sebagai headliner atau bintang tamu.


Tani Maju - Foto: Tani Maju docs.

Di era itu, Tani Maju bak “Raja Pensi” yang menguasai panggung-panggung kampus dan sekolahan. Tempat-tempat itu adalah “jajahan” utama mereka.

Konon, Tani Maju lahir dari kancah musik dan tongkrongan seni di kampus IKIP Malang sejak tahun 1999. Mereka tumbuh secara organik dan ugal-ugalan di lingkungan organisasi mahasiswa di kampus tersebut. Kabarnya, mereka suka nongkrong di UKM Sanggar Minat dan Opus 275. Aktif bergaul dengan anak teater, tari, paduan suara, pencinta alam, bahkan satpam setempat. Mereka hampir 24/7 berada di sana dan jarang pulang ke rumah. Bangku kuliah mungkin cuma jadi sambilan dan sekedar kegiatan 'ekstra-kurikuler' belaka. Pantas saja jika masa studi mereka lebih lama dibanding mahasiswa kebanyakan.

Skena musik di IKIP memang tampak hidup dan seru-serunya pada jaman itu. Banyak band bagus, atau lumayan bagus. Kehidupan seninya cukup dinamis. Selain Tani Maju, arek-arek Malang mungkin pernah mengenal The Monalisa, Jawaika, Sweet Memories, dan beberapa nama lagi. Sampai di sini, anggap saja agak mirip dengan kancah musik di IKJ pada medio 2000-an. Semeriah itu, meski hanya di lingkungan sendiri. 

Di kampus saya, Universitas Brawijaya (Unibraw), kelompok Tani Maju juga kerap ditanggap untuk manggung. Biasanya pada ajang musik parkir di beberapa fakultas. Mungkin karena Tani Maju dianggap lebih 'menghibur' dan mampu menyedot massa yang 'beringas' ketimbang Homeband Unibraw yang cenderung jazzy itu. Beberapa kali saya sempat menonton show mereka di Unibraw, tidak ikut joget sih hanya berdiri di pojokan.

Eh iya, saya memang lebih suka menyebut IKIP daripada nama resmi barunya sekarang, UM (Universitas Negeri Malang). Sama seperti saya yang lebih nyaman menyebut Unibraw daripada UB. Sudah kebiasaan dan lebih familiar. Maklum, kami dari generasi yang agak 'lama' itu. Zaman masih ada Ospek dan Penataran P4. Serta belum ada Malang Town Square (Matos) dan masih nihil kemacetan di ruas Jalan Veteran.


Tani Maju - Foto: Alitopan Redbiter

Saya sudah lupa kapan dan di mana tepatnya mulai mengenal nama atau karya-karya Tani Maju. Tapi itu tidak terlalu penting. Lagipula, hampir semua lagu Tani Maju selalu ada di setiap PC milik mahasiswa pada jaman itu. Bahkan dengan mudah bisa kita temukan pada folder berjudul “Musik Indonesia” pada setiap warnet di seputaran Sumbersari sampai Dinoyo. Lagu-lagu Tani Maju kadang bisa satu folder sama Dewa19, Padi, Jamrud, atau bahkan Power Metal. Jika tersusun berdasarkan alfabet, sub-folder Tani Maju bisa jadi berada di antara nama Slank dan Tic Band. Uhm, ya anggap saja begitu.    

Fakta seperti itu cukup menjawab rasa penasaran saya mengapa orang-orang yang tinggal di Yogya, Bandung, atau Jakarta tiba-tiba mengenal nama Tani Maju. Bahkan hafal lagu-lagunya meskipun mereka belum pernah ke Malang atau menonton live-nya? Bisa jadi mereka juga menemukan Mp3 Tani Maju pada warnet-warnet di seputaran kampusnya. Saya curiga begitu. Ya, sepertinya memang begitu.

Ingat, itu belum zaman layanan music streaming, dan YouTube tidak semarak sekarang. Cara terbaik mencari musik atau lagu baru adalah berburu di setiap folder PC milik warnet, atau file-sharing dengan kawan yang satu selera.


Tani Maju - Foto: Tani Maju docs.

Lagipula, sejak dulu rilisan fisik Tani Maju memang tidak terlalu gampang untuk ditemukan. Maklum, lapak musik dan record store juga belum semeriah hari ini. Konon katanya pernah ada tiga album Tani Maju yang dikemas dalam bentuk kaset dan CD. Tapi ya gitu, hanya beredar dari tangan ke tangan di lingkungan mereka sendiri. Atau kadang hanya dijual pada setiap konser mereka. Itu pun kalau mereka tidak lupa membawanya. Sebab, selain instrumen musik, kayaknya hanya botol-botol miras murahan yang tidak pernah luput dari bawaan mereka.

Saya pernah shock menemukan video konser Tani Maju dengan tajuk Living in Trawas yang dijual pada lapak-lapak VCD bajakan di Pasar Besar, Malang. Bahkan kadang disetel kencang-kencang di sana. Brengsek. Masa ibu-ibu yang lagi belanja di pasar itu doyan musik Tani Maju juga?!...

*****

Samack lahir dan tumbuh di kota Malang. Sempat menerbitkan Mindblast fanzine (1996-1998) dan situs musik Apokalip (2007-2010). Tulisannya seputar musik dan budaya pop pernah dimuat di Jakartabeat, The Metal Rebel, Rolling Stone Indonesia, Vice Indonesia, Warning Magz, Whiteboard Journal, GeMusik, serta berbagai media lainnya. Sesekali menjadi editor untuk sejumlah buku dan penerbitan. Saat ini beraktivitas di bawah institusi Solidrock serta mengelola distribusi rekaman bersama @demajors_mlg.

View Comments (1)

Comments (1)

  • Sugartfull
    Sugartfull
    9 Feb 2018
    Asbun aka Wibi pun sejatinya arek grunge loh....kalo gak percaya liat dadanya...disana terpampang tattoo kurt cobain (aselii ini). Bahkan dia pun sanggup memainkan gitar dengan tangan kiri (kidal) layaknya Kurt cobain<br /> Dan panggilan akrab 'asbun' di dapatkan karena prestasi nya saat menjuarai acara sebuah stasiun radio swasta (kds8) yang bertajuk asal bunyi (asbun). Generasi saat ini yg berusia 30-50 tahun pasti tahu acara populer di masa itu.<br /> Mungkin dr prestasi ini jugalah lirik tani maju memiliki diksi yang unpredictable
You must be logged in to comment.
Load More

spinner