Lagu Paling Norak Sejagat

Lagu Paling Norak Sejagat

Nah, lanjut ke topik utama, dalam skala global, menurut media-media musik dan gaya hidup nan berpengaruh, lagu terjelek sedunia telah disepakati: “We Built This City”!

Terpilihnya lagu tersebut bukan sedangkal ritual yang ringan dan yang lucu, yang penting ramai, asal kolosal, seperti ajang khas gelaran MURI. Rolling Stone, VH1, Blender, serta Gentlemen Quarterly musyawarah-mufakat mengganjar “We Built This City” dengan gelar hina dina tersebut.


Foto Starship dipinjam pakai dari artikel di NPR

Di daftar Run for Your Life! It’s the 50 Worst Songs Ever! bikinan Blender, “We Built This City” dikata-katai sebagai tembang buruk yang berlagak anti korporasi padahal di saat yang sama menelan bulat-bulat dolar korporat. Pula dituduh tak lebih dari lagu karangan—semata rekayasa—para eksekutif di label rekaman. Sama sekali bukan karya seni. Memakai pola generik. Tekstur manufaktur.

GQ mencela komposisi hasil kerja dari Bernie Taupin ini sebagai “lagu paling dibenci dalam sejarah manusia”.

Kian mengenaskan adalah ketika orang dalam sendiri, Grace Slick, sang biduanita di “We Built This City”, turut serta memvonisnya “the worst song ever” dalam wawancaranya dengan Vanity Fair di 2012. Bahkan Grace yang sejatinya sosok terhormat di belantika musik rock—“White Rabbit”! Jefferson Airplane!—akhirnya melepaskan kepemilikannya pada lagu tersebut, ogah dihubung-hubungkan lagi dengan “We Built This City”.

Yaelah. Sampai segitunya.

Bagaimana dengan di negeri sendiri, Indonesia terkasih ini? Gita mana dituduh maha buruk?

Dari pengamatan saya di media sosial sepertinya netijen riang sekali mengolok-ngolok, merundung, dan merisak grup musik asal Batam, Kufaku. Bukan cuma satu atau dua terbitan Bobby Rian dan Rekan yang dicap norak. Saya perhatikan, amat banyak video lagu mereka bersliweran di Facebook, dibagikan di jagat maya. Tidak dalam rangka secercah kisah mencengangkan, inspirasional. Tapi semata bercanda, lucu-lucuan. bahkan merendahkan.

Kufaku sendiri—diwakili sang biduan, Bobby—dalam sebuah wawancara, justru menuduh balik para penistanya sebagai kumpulan sosok kampungan.

“Video itu kan sebenernya prank saja. Saya juga bingung hampir tidak ada komentar cerdas atau simpatik di video saya. Semuanya nyela. Mungkin ini emang tabiat asli bangsa kita kali ya. Mungkin karena memang kita ini bangsa tempe, bisanya cuma nyela. Hahaha. Tapi seriously celaannya kampungan semua gitu, bukan?”

Well, pesan saya pada sejawat Kufaku: hangin’ tough!

Rudolf Dethu memiliki beragam profesi. Mulai dari manajer band, penulis buku, jurnalis, pengamat musik, aktivis gerakan sosial kemasyarakatan, koordinator program kesenian, sempat menjadi penyiar radio cukup lama, pun menyandang gelar diploma di bidang perpustakaan segala.

Pernah ikut menyelenggarakan salah satu festival industri kreatif terbesar di Indonesia, Bali Creative Festival, selama 2 tahun berturut-turut, namanya mulai dikenal publik setelah turut berperan membesarkan Superman Is Dead serta Navicula.

Belakangan ini Dethu disibukkan utamanya oleh 3 hal. Pertama Rudolf Dethu Showbiz, band management yang mengurusi The Hydrant, Leanna Rachel, Manja, Athron, Leonardo & His Impeccable Six, Negative Lovers, dan Sajama Cut. Kedua Rumah Sanur - Creative Hub di mana ia menjadi penyusun program pertunjukan musik dan literatur. Ketiga MBB - Muda Berbuat Bertanggungjawab, forum pluralisme yang mewadahi ketertarikannya pada isu kebinekaan dan toleransi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner