Ketika Semua Kembali ke Rumah

Ketika Semua Kembali ke Rumah

Saya jadi teringat masa kecil saya ketika alm. Mama mengajarkan saya main gitar dan bernyanyi lagu Bob Dylan, kakak laki-laki saya memberi contoh permainan gitar Eddie Van Halen, kakak perempuan saya menjelaskan lirik-lirik band U2 dan membahas korelasinya terhadap isu lingkungan, papa memutar kaset Bee Gees di tape deck dengan speaker besar, saya memutar keras-keras lagu album Dream Theater di rumah. Ya, semua dilakukan di rumah!

Saya menulis lagu pertama dan memainkannya di hadapan mama saya di rumah. Di rumahlah saya berjibaku dengan musik, berlatih gitar hingga menangis akibat jari yang berdarah-darah karena kulit tersobek senar gitar elektrik, bernyanyi jingkrak-jingkrak di hadapan cermin diiringi musik band kesayangan, seakan-akan saya adalah model video klipnya. Di rumah pula saya menyatakan kepada papa mama bahwa saya ingin jadi musisi. Hidup dari musik. Apa pun yang terjadi, saya akan tetap mencintai dan menjunjung tinggi profesi ini. Di rumah lah saya membangun mimpi-mimpi besar saya. Dan setelah perjalanan panjang ini, setelah mengalami kehidupan dari panggung ke panggung, hotel ke hotel, bandara demi bandara, dan berbagai tempat yang telah disinggahi, akhirnya saya kembali ke rumah.

Dan ternyata, musik itu tidak pernah ke mana-mana. Ia selalu setia di sisi saya. Ia hanya perlu ditemukan kembali dalam dimensi yang berbeda. Ketika saya memiliki ekspektasi terlalu besar terhadap kebahagiaan saya bermusik, ternyata ia muncul dalam bentuk yang begitu sederhana.

Tentu saja, saya masih menebak-nebak apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kondisi ekonomi saat ini masih tertolong royalti dan pundi-pundi darurat. Namun, tetap saja semua harus diperhitungkan dengan tepat. Setidaknya, saya dan Rhesa kembali menemukan ritme hidup dan bermusik bersama kembali. Begitu energi kami menyatu, manajer kami mengatur kembali semua koordinasi dan kegiatan. Pertemuan demi pertemuan dijajaki secara daring tanpa harus ke luar rumah. Saya dan Rhesa bisa menggelar pertunjukan di ruang tamu, ruang tidur, ruang hobi, di mana saja, yang penting di dalam rumah. Perlahan, semua lini mengikuti ritme baru ini, meskipun awalnya masih terasa asing. Asing karena jarak ini sedemikian nyata. Ah, tak apa! Yang penting dijalani, lama-lama juga akan terbiasa. Mari berdoa agar pandemi ini segera berakhir dan kita semua akan baik-baik saja.

Endah Widiastuti

Endah Widiastuti lahir di Palembang tanggal 4 Mei 1983. Merupakan gitaris, penyanyi, dan penulis lagu duo musik Endah N Rhesa yang dibentuk bersama Rhesa, suaminya. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya bernyanyi dan bermain gitar hingga akhirnya menyelesaikan kuliahnya di jurusan Music Education, Universitas Pelita Harapan. Sejak tahun 2004 hingga kini, Endah N Rhesa sudah menghasilkan puluhan lagu yang terdokumentasi dalam 5 album studio, beberapa EP dan single. Selain rekaman dan tampil di panggung, Endah N Rhesa membangun komunitas kreatif di Earhouse, kedai mungil milik mereka di Pasar Kita Pamulang, yang berdiri sejak tahun 2013. Selain bermusik, Endah juga suka bersepeda, membaca, menulis dan bermain game. Ia memelihara kucing pincang yang selalu membuatnya tersadar bahwa hidup adalah perjuangan dan patut disyukuri mau bagaimana pun kondisinya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner