Eastern Elite Commander: Bertamasya ke Lorong Kegelapan dari Timur

Eastern Elite Commander: Bertamasya ke Lorong Kegelapan dari Timur

Identitas Komunitas dan Logika Kedirian

Saya akhirnya memilih berlabuh ke EEC sebagai rumah baru saya. Ibaratnya, bersua dan saling berjejaring bersama kawan-kawan di sana seperti bertamasya menyusuri lorong-lorong kegelapan yang terus bertumbuh bersama pelbagai gagasan yang berjalan dan berkembang. Tidak mandeg, buntu, atau melulu berkutat pada isu-isu dunia bawah tanah yang itu-itu saja.

Fakta lain yang perlu saya sampaikan bahwa di EEC ini tidak menerima sebatas regional, alias cakupan satu kota. Selain Surabaya, sebagian kawan berasal dari Malang, Kediri, Kudus, Madura dan wilayah-wilayah lain. Dan yang lebih penting lagi, EEC bukanlah sebuah komunitas yang mengidentifikasikan diri secara spesifik hanya pada satu jenis Black Metal tertentu. Di situ malah ada berbagai makro genre yang berbeda dan sama-sama mengisi ruang dan perannya.

Seorang Indonesianis yang namanya kerap dikutip orang-orang pintar dan mengaku kritis di tanah air, Ben Anderson, pernah menyatakan bahwa bahasa nasional, kesadaran ruang dan waktu adalah konstruksi yang dibangun melalui fasilitas komunikasi. Sayangnya, mendiang Ben sepertinya cuma memandang bahasa sebagai alat yang stabil dan cenderung menekankan aspek homogenitas kesatuan kelas sosial, etnis, atau perangkat-perangkat sosial lainnya. Pemikiran tersebut kurang memadai untuk mengamati bagaimana globalisasi memudahkan kebudayaan dan identitas saling bersilang tempat. Sementara kenyataan sekarang ini telah berkembang konteks yang kian luas dan di saat bersamaan mengerucut sesuai spesifikasi selera atau minat. Ya, member di EEC adalah warga dari berbagai wilayah dari negara poskolonial yang sama-sama disatukan oleh minat dan semangat logam bawah tanah sebagai ekses globalisasi. Namun di saat itulah membernya masih berpegang pada aspek kedirian yang masing-masing mencakup ranah aktivitas, selera, dan kepribadian tanpa saling mengusik. Selalu ada kesempatan yang besar bagi setiap dari kami dalam menginvestasikan pilihan-pilihan dengan makna personal dan diungkapkan dalam beragam pilihan gaya hidup.

Mengapa Elite?


Logo Eastern Elite Commander

Ya. Dari pilihan satu diksi yang dipakai oleh komunitas ini barangkali mengusik benak sebagian orang, khususnya yang sama-sama menggemari musik Black Metal tapi tidak (atau belum) bergabung dengan mereka. Kesannya seperti komunitas yang sangat ekslusif dan dengan sengaja membedakan diri dari yang lain. Mengapa Elite?

Saya menyempatkan diri mengobrol dengan beberapa sosok di EEC, seperti Hendra Yuwono. Menurutnya, diksi Elite dipilih karena semua orang memang bisa mendengarkan atau memainkan musik Black Metal. Namun tidak semua orang bisa paham dan menyelami berbagai macam hal dalam genre tersebut. Saya malah menangkapnya sebagai ungkapan yang agak berbau sarkastik, di mana ada kenyataan yang harus kita akui bahwa ada sebagian yang mengaku egaliter di ranah bawah tanah tetapi pada praktiknya cenderung merendahkan dan jaga jarak. Contoh kasusnya, bayangkan saja semisal ada seorang fans band Black Metal fanatik yang datang jauh-jauh dari sebuah wilayah datang mengunjungi kota tempat idolanya. Awalnya di akun media sosial dijanjikan bakal ketemu tetapi saat sudah datang sama sekali diacuhkan dan bahkan tidak ditemui satu menit pun di lokasi yang sudah dijanjikan. Oke, anggap saja itu sebagai sebuah contoh dan semoga tidak pernah terjadi betulan.

Hernandes Saranela

Hernandes Saranela merupakan pembuat film personal di bawah bendera kolektif Cinemarebel Yogyakarta. Vokalis dari band Punk DEMSTER & band Pagan Metal ENUMA ELISH. Juga menjadi pengajar film dan akting di salah satu kampus di Jogjakarta.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner