COFFEE REGGAE STONE: Tampil Di Bali Bersama Duka, Bencana dan Liburan

COFFEE REGGAE STONE: Tampil Di Bali Bersama Duka, Bencana dan Liburan

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by DCDC (@dcdc.official) on

Sabtu 29 September 2018, kami bertolak dari Bandung dan tiba di Bali Pukul 17.00 WITA waktu setempat. Ke-tujuh personil lengkap dengan empat orang crew dan soundman serta beberapa keluarga. Semua kelengkapan equipment yang kami bawa dipastikan tidak ada yang tertinggal. Karena tujuan kami manggung sambil liburan, maka kami menyempatkan datang dan menginap di Kuta. Karena kami tahu, untuk yang baru menginjakkan kaki di Bali pasti akan mengunjungi Kuta, di mana kami merasakan hiruk-pikuknya jalan Legian, banyaknya bule berjalan kaki, serta menikmati sunset dan bersantai sambil mengobrol di pinggir kolam. Hari pertama yang cukup menyenangkan.

Lengkap sudah kami menyusuri pedestrian Legian dan Kuta dengan dentuman music ala clubbing. Kami mengunjungi tugu peringatan Bom Bali, tetapi tak bisa melihat lebih dekat karena sekitar tempat tugu sedang direnovasi. Kamera ponsel dan kamera beneran terus merekam setiap sudut yang kami lihat dan tak lupa kami menyempatkan ber-selfie ria.

Sebagai insan reggae, tak lengkap jika tak mengunjungi Apache Reggae Bar, di mana banyak para musisi reggae Bali manggung di sana. Saat itu, Apache Reggae Bar sedang tak ada perform, karena Apache Reggae Bar sedang ikut berpartispasi di acara BRSF di Pantai Mertasari, dan tentunya penikmat musik Jamaican Sound sudah berada di venue Bali Reggae Star Festival.  

Tiba saatnya hari ke-dua kami di Bali. Setelah mandi dan jalan-jalan di Pantai Kuta, kami bersiap-siap berangkat ke daerah Pantai Mertasari Sanur dan bersiap tampil pada pukul 17.00 WITA. Kami tiba di Hotel Swastika Guest House, di mana pihak panitia menyediakan hotel untuk satu malam terakhir. Kami pun berisitirahat sejenak menunggu waktu pukul 15.00 WITA dan bersiap untuk menuju venue. Sesampainya di sana, kami langsung masuk ke area backstage dan di sana banyak musisi yang sedang bersiap untuk tampil.

Dengan persiapan yang cukup singkat, akhirnya kami diberikan waktu main hanya 25 menit. What? Hanya 25 menit, which is itu hanya sekitar tiga sampai empat lagu. Kami pun me-list lagu apa yang akan kami bawakan. Kami mendiskusikan waktu yang singkat ini, kami harus tampil maksimal dengan empat lagu. Kami pun memilih song list "Demon", "Ngopi Bareng", "Cahaya" dan "Pasir Putih". Lagu tersebut merupakan lagu terpilih dengan berbagai alasan. Sejujurnya, kami dengan persiapan tersebut sempat merasa minder karena lagu mereka jauh lebih "reggae" dibandingkan kami yang hanya sekadar saja, terdengar dari ketukan kental drum dan bass yang mumpuni membuat kami ingin menunjukan sesuatu yang berbeda dari talent lain. Kami akan menunjukan seberapa kuat iklim musik kami di Bandung diperdengarkan di Bali. Dengan tanpa adanya fans dan grupis, ini bukan habitat kami. Tapi, ini kesempatan kami untuk trial, tanpa ada hal yang biasa kami temui: ratusan penonton. Kami akan menghadapi penonton yang duduk santai di pasir putih sambil menikmati matahari yang mulai tenggelam.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by DCDC (@dcdc.official) on

Akhirnya, kami menemukan ritme pada lagu kedua. Sedikit demi sedikit, orang-orang mendekat ke bibir panggung. Terlihat sekumpulan anak muda berbaris dan berdansa kecil tersipu malu. Sebagian dari mereka adalah para scooter dari berbagai daerah, secara kebetulan kami bertemu kawan dari Jawa Barat: Subang, Indramayu yang tergabung dalam rombongan komunitas motor Vespa.

Di penghujung lagu terakhir, matahari mulai menghilang tetapi cahayanya masih hangat dirasa. Kami mengucapkan banyak terimakasih telah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam acara BRSF. Teriakan penonton untuk meminta lagu lagi sangat berkesan bagi kami untuk tampil dan kembali ke pulau ini lagi suatu saat nanti. Apa daya, waktu yang memisahkan kita.

Malam telah datang, orang-orang semakin banyak datang. Semua ingin berdendang mendengarkan reggae musik. Terimakasih kami sudah diperdengarkan musik reggae yang berbeda dengan olah bahasa yang berbeda. Kami menjadi tahu musik reggae tanah air ternyata banyak warna, banyak yang bisa kami ambil dan dipelajari.

Malam semakin larut, seiring angin laut yang dingin malah menghangatkan suasana di lantai pasir dansa. Bergerak, berdansa bersama Lagu penutup bersama Tony-Q Rastafara.

Sampai jumpa lagi Bali, Semoga kita bisa main kesini lagi.

M Ridharakhman

M Ridharakhman alias Dogo Gigo adalah musisi tanah air. Ia adalah seorang biduan dari band reggae asal Bandung, Coffee Reggae Stone. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner