Bandung Di Mata Teman-teman tak Kasat Mata

Bandung Di Mata Teman-teman tak Kasat Mata

Berkali-kali kudengar, teman-teman hantuku berceloteh tentang indahnya kota ini. Tentang taman-taman yang hijau, sudut-sudut kota yang selalu sepi, dingin... Namun sangat romantis. Merdunya alunan musik di Jalan Braga, belum lagi pertunjukan konser penyanyi asal Perancis yang pernah memukau mereka. Tak heran jika para biduan itu selalu datang lagi dan lagi ke Bandung, sampai-sampai mereka menyebut kota ini sebagai...

"Parijs Van Java"

"Kau pernah naik kereta? Saat itu, semua orang bersemangat datang ke kota hanya untuk melihat mesin raksasa itu bergerak", ucap salah satunya dengan wajah sangat ceria. "Aku ada disana! Melihat bangsamu membawa keluarga mereka hanya untuk menonton benda mati itu! Sementara orang-orang bangsaku begitu beruntung bisa menjadi penumpang kereta api pertama di kota ini".

Yang lainnya berkomentar. "Aku selalu suka makanan! Dan menurutku kue tradisional yang paling enak dibuat di Pasar Baroe. Yaaa memang, jika dibandingkan kue buatanku, tentu saja kue-kue Pasar Baroe kalah jauh. Tapi setidaknya makanan bangsamu rasanya cukup lumayan, masih bisa kunikmati! Kau tahu, kota ini sangat bagus! Semua orang selalu tersenyum begitu menginjakkan kaki disini. Bagus sekali!"

Ramainya kereta kuda juga tak kalah mengagumkan. Menurut mereka, orang-orang Belanda sibuk menghias kereta kuda mereka hanya untuk menunjukkan siapa yang paling kaya, siapa yang paling elegan. Belum lagi arsitektur bangunan-bangunan kota ini, yang dibuat sedemikian rupa agar menyerupai beberapa daerah di Eropa. Sangat indah! Beribu manusia datang ke kota ini, kota seribu harapan. Harapan bagi bangsa penjajah, atau bahkan harapan bagi bangsa yang dijajah.

***

Sesaat setelah itu...

Suara-suara bernada miring mulai kudengar. "Kacau, sangat kacau. Mereka jorok sekali!" Tunjuk salah satunya pada seorang anak muda yang sedang asyik memakan kacang rebus di sebuah taman, sampah bertebaran disekelilingnya. "Jahat! Sungguh jahat!" Saat mata mereka melihat seorang tukang sewa kuda memecuti kudanya yang enggan menepi ke pinggir jalan. "Kau tahu? Bahkan dulu ada polisi khusus yang ditugaskan untuk mengawasi para kusir kereta kuda. Jika mereka berbuat jahat pada kuda, maka polisi di zamanku tak akan segan untuk mengurung mereka di kantornya!"

Lantas pernah salah satu dari mereka berkata, "Rumahku dulu ada disini! Namun kini benar-benar tak berbekas. Mereka menghancurkannya tanpa ragu, lalu membangun rumah besar berbentuk kotak yang sangat jelek. Sedikit sekali jejak kami di kota ini. Apa kalian benar-benar membenci bangsaku?" Tanyanya dengan wajah sedih.

Kalau sudah seperti itu, aku hanya bisa menghela nafas panjang. Lantas kemudian coba merangkai beberapa kalimat yang kuharap bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis mereka tentang kota yang sudah banyak berubah ini.

"Zaman sudah berubah, duniaku dengan duniamu dulu tentu tak sama. Mungkin kebutuhan orang-orang di zamanmu tak sebanyak kami saat ini. Maksudku, rumah-rumah yang bangsamu dulu pernah tinggali mungkin saja tak mampu menampung banyak orang untuk ditinggali. Kalian sendiri bisa lihat, betapa banyak sekarang orang di kota ini. Kota ini masih sama seperti zamanmu, indah dan mengagumkan. Manusia masih saja berbondong-bondong datang kemari, menganggap kota ini adalah tempat yang indah jika dibandingkan dengan tempat tinggal mereka. Sama seperti dulu, kota ini adalah kota harapan." Ujarku sambil mencoba terdengar dewasa dan bijaksana.

"Apakah menyiksa kuda juga kebutuhan orang-orang zaman sekarang?" Tanya yang satunya polos.

Kugelengkan kepalaku pelan, merasa ada yang salah dengan pernyataanku sebelumnya. "Mmmmh... Untuk yang satu itu, tentu tidak. Mungkin di zamanmu dulu, sebenarnya ada juga orang yang bersikap jahat kepada kuda, hanya saja kau tak mengetahuinya. Bisa saja begitu, kan?" Jawabku penuh keraguan. Anak itu menggelengkan kepalanya, "Tak ada manusia yang bersikap kejam terhadap binatang di jamanku. Bahkan binatang-binatang lainnya, kami tak sanggup untuk menyakiti mereka, apalagi sampai menyiksanya" Timpalnya sambil acuh taka acuh.

Yang lainnya kembali bertanya, "Apa membuang sampah di taman juga hal yang dilakukan manusia sekarang? Setahuku, dulu kami semua sangat menghormati tempat-tempat di seluruh penjuru kota. Apalagi taman yang dipenuhi oleh tumbuhan, mereka mahkluk hidup sepertimu, bukan? Coba bayangkan, jika wajahmu tiba-tiba diludahi... atau dilempari cangkang kacang seperti anak muda itu melemparkannya di atas rumput taman. Tidak enak, kan?" Cerocosnya tanpa henti.

Mulutku dipaksa diam, mau tak mau. Sikap anak-anak yang kritis masih sangat lekat pada diri mereka, meski mereka memang tak bisa lagi disebut makhluk kasat mata sepertiku. "Ah, lama-lama aku pusing dengan pertanyaan-pertanyaan kalian! Kalian selalu saja tak mau mendengar penjelasanku, menyangkalnya dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang menyudutkanku seorang diri!" Kuakhiri perbincangan tentang kota ini dengan perasaan kesal.

Percuma saja, tak ada habisnya. Kadang aku merasa mereka benar juga, tapi sebagai manusia yang lahir, tinggal, dan bernafas di kota ini, aku tak suka jika harga diri kota ini diinjak-injak oleh mahkluk mati yang dulu merasa pernah lahir juga tinggal di kota ini.

***

Kubaca beberapa cerita tentang kota Bandung jaman dahulu kala. Salah satunya adalah buku "Wajah Bandoeng Tempo Doeloe" Karya Haryoto Kunto. Kepalaku mengangguk-angguk sendiri, membenarkan cerita-cerita singkat yang teman-temanku bicarakan tentang kota yang indah ini.

Bandung, kota sejuta harapan. Dimana dulu saat kota ini masih berupa lahan hutan, kaum penjajah bersikeras membuktikan kepada dunia bahwa terdapat keindahan yang terpendam di tempat ini. Cekungan diantara gunung-gunung yang gagah, tanah yang subur, lantas udara yang sangat sejuk seolah sedang berada di Eropa, membuat kota ini terus bangkit dan tumbuh. Bandung bermetamorfosa menjadi seorang Putri. Pada masa sebelum itu, mereka menyebutnya sebagai "Putri yang sedang tertidur".

Orang-orang kuat yang ada di kota ini berhasil membangunkan sang Putri dari lelap tidurnya. Berdandan cantik sedemikian rupa untuk menarik ribuan mata dunia. Gairah sang putri tidur yang lupa akan tidurnya terus membara. Dia mungkin sudah tua, tapi dia tetaplah seorang putri.

Kita tak ingin sang Putri tertidur lagi...

Gairah sang Putri mungkin memang pernah hilang, saat dia mendengar terlalu banyak keluhan tentang dirinya. Mungkin saja kala itu dia memutuskan untuk kembali tertidur.

Tapi sekarang aku sangat yakin, saat ini dia sedang kembali terbangun.  Belakangan pujian dari mana-mana datang kembali pada sang putri.  Seorang perempuan cantik tentu saja selalu senang dipuji. "Dia sedang tak tertidur. Sebaliknya, dia sedang kembali mempercantik dirinya..."

Entah apa pendapat mahkluk-mahkluk tak kasat mata itu kini. Pertanyaan-pertanyaan kritis tentang sikap orang-orang jaman sekarang terhadap kota ini mulai tak lagi kudengar dari mulut-mulut mungil mereka. Bahkan beberapa kali kulihat mereka tampak riang berada di sebuah taman kota yang dihiasi banyak permainan anak-anak. Tak perlu bagiku menanyakan lagi bagaimana perasaan mereka terhadap kota ini, meski sebagian besar orang menganggap mahkluk seperti mereka tak lagi berperasaan. Bagiku melihat tawa yang muncul dari wajah mereka sudah cukup menjawab segala pertanyaan di dalam kepala.

"Kurasa mereka kembali menyukai kota ini. Walau segalanya telah berbeda, kota ini tetap menyimpan kenangan yang indah. Kota tempat mereka lahir, tumbuh, bahkan mati. Jasad mereka ada disini, dijaga oleh sang Putri tidur yang kembali bangun dari tidurnya..."

Sumber Foto :
wisbenpisan.blogspot.com
commons.wikimedia.org
altgraphy.wordpress.com
kampungindian.blogspot.com
www.nativeindonesia.com
ganzzssparrow.wordpress.com
ganzzssparrow.wordpress.com
www.kompasiana.com
www.disparbud.jabarprov.go.id
kumeokmemehdipacok.blogspot.com
luk.staff.ugm.ac.id
informatika.stei.itb.ac.id
kumeokmemehdipacok.blogspot.com
www.flickr.com
www.pinterest.com
kumeokmemehdipacok.blogspot.com
www.pinterest.com
fototempodoeloe.blogspot.com
www.disparbud.jabarprov.go.id
ganzzssparrow.wordpress.com
blogketinggalanzaman.blogspot.com
luk.staff.ugm.ac.id
www.infobdg.com
kumeokmemehdipacok.blogspot.com
kumeokmemehdipacok.blogspot.com
kampungindian.blogspot.com
kumeokmemehdipacok.blogspot.com
keluyuran-yuk.blogspot.com

Partime singer, partime writer, & partime ghosthunter

View Comments (2)

Comments (2)

  • Ridhobenjamin89
    Ridhobenjamin89
    19 Apr 2016
    Oh gitu, walau saya belum pernah pergi ke Bandung, tapi setidaknya udah bisa dikasih gambarannya sama teh Risa.
  • fatimahrara
    fatimahrara
    3 May 2023
    this blog is very useful and relevan with article i've read, for more detail you can visit http://journal.unair.ac.id/filerPDF/comm71d9b64ac3full.pdf
You must be logged in to comment.
Load More

spinner