Band Bule Rasa Lokal

Band Bule Rasa Lokal

Alasannya apa? Bukan itu yang mau saya obrolin. Saya justru mau ngobrol sedikit tentang grup band bule (asing) yang pakai kata-kata yang diambil (sengaja atau tidak) dari bahasa Indonesia. Atau paling tidak, bahasa melayu atau sanskrit yang kurang lebih sama dengan bahasa kita, atau memang sudah diadaptasi menjadi bahasa Indonesia. Ada beberapa band yang mau saya sedikit ceritaken,  semuanya adalah band-band rock dari kisaran tahun ‘70-‘80an. Tidak termasuk band dari Rusia yang kemarin-kemarin sempat ramai di internet karena bernama “Sumatra” dan “Indonesia” (yang terakhir ini malah pernah tur di Indonesia. Indonesia tur Indonesia. Asoy!). Mungkin, ada di antara anda-anda yang sudah tahu atau familiar dengan band-band yang akan saya tulis ini, tapi ada beberapa yang belum tahu. Kita berbagi info aja ini mah, yah. Nah, ini dia beberapa contohnya:

1. GILA

Sebuah band psychedelic rock / krautrock (kosmikrock) dari Stuttgart, Jerman. Didirikan pada akhir tahun ‘60an oleh Daniel Alluno (drum dan perkusi), Fritz Scheyhing (keyboard), Conny Veit (gitar dan vokal), dan Walter Wiederkehr (bass) dan bubar di tahun 1974. Band ini tidak terlalu popular secara komersil, dan hanya menghasilkan tiga studio album. Pada tahun 2008, album pertama mereka Free Electric Sound yang dirilis pada tahun 1971 sempat dirilis ulang. Tapi, lagi-lagi tidak popular secara komersil.

Bagaimanapun, Gila dianggap memiliki peranan yang sangat penting di sejarah musik psychedelic dan krautrock di Jerman, bahkan Eropa. Selanjutnya, kurang begitu diketahui bagaimana nasib mereka. Hanya sang gitaris dan founder-nya, yaitu Conny veit yang akhirnya terlibat di beberapa grup musik progresif seperti Popol Vuh dan Guru Guru. Oh iya, tidak diketahui juga apa alesan mereka menggunakan nama “Gila” untuk bandnya, atau dari mana mereka mendapat ide dan inspirasi untuk nama itu. Apakah mereka tahu kalau nama itu di bahasa Inggris berarti “crazy”? Duka atuh.

 

2. DJAM KARET

Band ini didirikan pada tahun 1984 di California, USA, oleh Gayle Ellett, Mike Henderson, Henry J. Osborne, dan Chuck Oken, Jr. Mereka masih aktif sampai sekarang dan sudah merilis 18 studio album, yang lagu-lagunya adalah instrumental, meskipun sudah tidak dengan formasi yang asli. Musiknya beraliran rock progressive / psychedelic, seperti mendengarkan Pink Floyd dan King Crimson dengan gitar yang lebih distorsi.

Menurut personilnya, pemilihan nama band mereka mengambil dari istilah “Jam Karet” dalam bahasa Indonesia, yang kalau diartikan dalam bahasa Inggris berarti “Elastic Time”. Itulah alasan mereka menggunakan kata “Djam” dengan huruf “D” di depan huruf “J” (seperti ejaan lama bahasa Indonesia), agar pengucapannya tidak tertukar dengan kata bahasa Inggris, “Jam” (dibaca : /dʒæm/)  yang nantinya akan mengacu ke arti dan maksud dari kata yang lain. Jadi, bisa saya simpulkan, mungkin maksud dari nama band “Djam Karet” ini adalah “not punctual”, alias tidak tepat waktu, alias ngaret. Band ini masih menggunakan nama yang sama hingga hari ini.

3. BINTANGS

And you can sell your son
For a damned high price
If you travel on to Mexico

Kalimat di atas adalah sedikit cuplikan dari lagu berjudul “Travelin In The USA”, yang menceritakan tentang perjuangan satu keluarga asal Meksiko yang ingin menyebrang ke Amerika Serikat di tahun ‘70an. Ini adalah salah satu lagu favorit saya dari sebuah band beraliran rhythm and blues asal Belanda bernama “Bintangs” band. Konon katanya, pendiri dari band ini yaitu Frank & Artie Kraajeveld, sangat tergila-gila oleh apapun yang berbau Indonesia, terutama The Tielman Brothers.

Ada banyak band asal negara Belanda yang memiliki “unsur Indonesia” yang kental di dalamnya, seperti The Cats, yang digawangi oleh Cees & Piet Veerman, popular di tahun ‘60-‘70an. Konon katanya lagi, pernah menetap di Bandung, atau mungkin sering datang ke Bandung. Ada juga Clover Leaf, band yang vokalisnya adalah Ahmad Albar ketika beliau masih di usia 20an dan tinggal di Belanda (bersama gitaris Clover Leaf, Oom Ludwig Lemans. Oom Iyek datang ke Indonesia dan akhirnya membentuk band living legend, GodBless).

Nah, mungkin karena memang ada unsur “kedekatan” antara Indonesia dengan Belanda itu, maka tidaklah sulit bagi Frank & Artie untuk akhirnya menemukan nama yang cocok untuk mereka pergunakan sebagai nama band mereka. Bahkan di awal karirnya, ketika Bintangs masih dikenal sebagai band cover version dari bar ke bar, mereka lebih dikenal sebagai indorock, sampai akhirnya mereka rilis single pertama, “Blues On The Ceiling” di tahun 1969.

Pengaruh dari Tielman Brothers dan The Rolling Stones sangat kuat di musik-musiknya Bintangs. Sayangnya, meskipun katanya mereka sangat tergila-gila dengan Indonesia, tapi tampaknya mereka belum pernah sekalipun manggung di negara ini. Padahal, mereka masih aktif sampai sekarang.

Bassist of:
Pure Saturday
D'Ubz Bandung
A4/Akustun Band

View Comments (1)

Comments (1)

  • jvictoro
    jvictoro
    22 Jun 2021
    Tetep gga ada yg bisa. Menyaingi kedasyatan deep purple waktu manggung di senayan. 1975
You must be logged in to comment.
Load More

spinner