Ada Kata Fun Di Dalam Funk. Showcase 70sOC - Electric Love: Funkified

Ada Kata Fun Di Dalam Funk. Showcase 70sOC - Electric Love: Funkified

Showcase, Hearing Session, Diskusi & Dj spinning

Persis sebulan lalu, band 70sOC mengadakan mini konser di Spasial, Bandung pada tanggal 18 Januari 2018 dan bertajuk “Electric Love: Funkifed”. Selain manggung dengan formasi spesial plus brass section dan perkusi, yang juga seru adalah sesi hearing session dan diskusi di sore harinya yang menghadirkan Rey, gitaris dari Kelompok Penerbang Roket dan Tanto dari The Groove. Topiknya adalah tentu saja; funk zaman now.

Rey Marshall sendiri sebagai gitaris pernah membentuk band funk Speakeasy dan telah merilis album, namun kemudian vakum ketika sibuk dengan Kelompok Penerbang Roket. Tanto sendiri sebagai kibordis The Groove sejak akhir ‘90an telah khatam memainkan repertoar yang kental dengan unsur funk-nya, baik di album atau pun di panggung. Sesi hearing session dan diskusi ini kemudian dipandu oleh Idhar Resmadi yang berhasil menemukan pertanyaan dan jawaban serta hal-hal yang menarik, seperti cara musik funk menemukan jalannya sendiri untuk bisa sampai ke para musisi ini.

Rey di bangku SMP mulai ngeband dan membawakan lagu-lagu dari rilisan label Inggris, Acid Jazz yang memang identik dengan funk revival di tahun ‘90an. Dari situ, ia menggali lebih dalam dan menemukan roots-nya di funk ‘70an. Tanto bercerita, di awal terbentuknya The Groove pada tahun ‘90an, the Groove mencari formula musik yang berbeda dari yang sudah ada. Musik-musik Acid Jazz menjadi jawabannya. Alasannya, ia menemukan bahwa di dalam funk bisa terjadi percampuran yang menarik antara jazz, musik dance, dan disko. Meskipun sambil merendah, ia menyatakan The Groove tidak pernah total bermain funk. Setelah The Groove populer karena membawakan repertoar funk dan Acid Jazz di café-café, mereka cukup cepat dapat kontrak dengan major label. Kemudian, terjadi penyesuaian di musik The Groove karena masuk ke major label berarti juga berhadapan dengan industri, sehingga harus pintar-pintar menyesuaikan dengan pasar.

Selain diskusi, di sesi hearing session empat lagu 70sOC diputar dan dibahas mendetail. Rey dan Tanto turut memberi pendepat, dan saya juga menceritakan proses penulisan dan penggarapan lagu tersebut. Dari situ sudah muncul hal-hal menarik, seperti kesulitan menulis musik funk berlirik Indonesia, karena referensi lokal yang tidak banyak, meskipun sejumput musisi legendaris seperti Rollies dan Benyamin pernah mempunyai lagu funk berlirik Indonesia. Lalu, saya juga menjelaskan ada kepatuhan-kepatuhan yang harus saya ikuti dalam patuh pada pakem-pakem musik funk. Gitar berdecit, suara seksi tiup heroik yang bertenaga, ketukan drum dan bass yang mengajak badan bergoyang, hingga pemakaian instrumen vibra slap yang wajib ada, meskipun hanya muncul dalam satu lagu dan hanya empat kali. 

Di sesi diskusi, ditemukan juga kenyataan kalau identitas musik funk yang goyang itu sama sekali tidak pernah muncul di Indonesia sini. Padahal, semua musik disko, dari classic disco, house music, elektronik, hingga EDM semua mendapatkan pengaruhnya dari musik funk. Di Indonesia, funk yang goyang kalah pamor dengan musik disko di club-club, atau bahkan musik dangdut sekalipun. Karena dari ‘70an hingga kini, bicara goyang ya pasti dangdut atau clubbing sekalian. Meskipun begitu, banyak musisi yang telah menyempilkan funk di musik-musiknya. Glenn Fredly pernah punya grup Funk Section dan merilis album di tahun 1997. Begitu pula Tulus yang punya single macam “Tukar Jiwa” atau “Lagu Untuk Matahari” yang bernuansa funk/disko.

Vokalis/gitaris 70sOC dan penjaga konten Pophariini.com. Suka membaca tentang musik, tentang subkultur anak muda dan sangat gemar menonton film.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner