RITMEKOTA: Ketika Geliat Musik Kota Malang Diabadikan Lewat Selusin Cerita

RITMEKOTA: Ketika Geliat Musik Kota Malang Diabadikan Lewat Selusin Cerita

Buku ini tidak tebal, tidak lebih dari 160 halaman. Di dalamnya berisi tulisan-tulisan baru maupun yang sifatnya publikasi ulang. Panjang penulisan cerita tiap penulis beragam, dari 3 hingga 15 lembar. Dari lembaran ruang yang jadi fasilitas para penulis menuangkan kisahnya, mereka menuangkan memori dari garis waktu yang ditarik mundur ke beberapa tahun lalu hingga saat ini dengan gaya penulisan yang ringan untuk dipahami.

Kita bisa memahami bagaimana para pegiat musik Malang mulai menghela hingga terus menyambung nafas musik di sana, contohnya cerita tentang awal mula istilah indie dan underground muncul, tongkrongan-tongkrongan hits yang mempertemukan satu musisi dengan musisi lainnya, timbul-tenggelamnya beberapa zine dan acara musik, semarak kelahiran sub-genre hingga nama-nama yang bertanggung jawab atas itu semua. Riset, pengalaman, dan pandangan personal jadi sumber olahan tiap penulis dengan karakter mereka masing-masing yang seru untuk dikonsumsi. RITMEKOTA adalah sajian informasi yang sangat cukup untuk siapapun yang hendak memahami bagaimana pasang surut ranah musik kota Malang.

RITMEKOTA siap edar sejak 4 September 2019 lalu, ditandai lewat sebuah launching dengan format press conference yang digelar di Ngalup Coworking Space, Malang. Buku ini dibandrol harga Rp72.000,-, bisa didapatkan dengan cara menghubungi akun Instagram @ritmekota atau @pelangisastrabooks. Sangat direkomendasikan untuk siapapun yang mencari jawaban mengapa Malang jadi kota yang pergerakan musiknya amat menjanjikan.

Entah sengaja atau tidak, RITMEKOTA dirilis di bulannya Hari Literasi Internasional. RITMEKOTA semacam jadi kado manis untuk kota Malang, media apresiasi kepada salah satu unsur pembangun kota yang kreatif dan dinamis, yaitu musik.

Jika masih muncul pertanyaan tentang seberapa penting sebuah tulisan dan korelasinya dengan keberlangsungan sebuah peradaban, dalam hal ini peradaban musik, kami pilih kalimat yang pernah dilontarkan oleh Kimung untuk menjawabnya. Ia adalah penulis yang sudah lebih dulu merilis buku terkait musik, seperti "Myself: Scumbag, Beyond Life and Death", "Memoar Melawan Lupa", "Jurnal Karat, Karinding Attacks Ujungberung Rebels", "Ujungberung Rebels" dan "Sejarah Karinding Priangan". Ia pernah berkata, "Jalanan itu sangat kuat, terutama ketika berhubungan dengan musik. Jalanan itu pun mengajarkan untuk kita terus bergerak dan tidak bisa hanya diam di satu tempat. Musik adalah entitas yang sangat luas dan banyak hal di dalamnya yang harus diolah untuk membuat musik ini semakin lengkap. Menulis adalah salah satu jawaban untuk melengkapi kekurangan yang ada di jalanan, dan saya memberanikan diri untuk menulis demi memenuhi kebutuhan yang diminta oleh perkembangan musik itu sendiri."

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner