Hampir Satu Dekade Berdiri, Camestay Masih Konsisten Dengan ‘Punk’ Sebagai Identitasnya

Hampir Satu Dekade Berdiri, Camestay Masih Konsisten Dengan ‘Punk’ Sebagai Identitasnya

Transkrip wawancara oleh Ganjar Pratama

Identik dengan musik punk dalam olah karyanya, Camestay juga memaknainya sebagai sesuatu yang personal, yang kemudian mereka aplikasikan dalam lagu-lagunya

Berdiri pada tahun 2013 lalu di Jakarta, Camestay menjalani lebih dari setengah dekade bermusik bersama. Meski dalam perjalanannya diwarnai dinamika yang kerap terjadi di tubuh sebuah band, perihal pergantian personil, namun mereka masih cukup keras kepala menyalakan api kreasinya dalam band Camestay. Hal ini terbukti dengan beberapa rilisan yang mereka munculkan ke permukaan, dari mulai single “Pengkhianat”, “This Is Punkrocker”, hingga sebuah album berjudul Remember The Way yang menjadi trigger lahirnya beberapa karya mereka ke depannya.

Identik dengan musik punk dalam olah karyanya, mereka juga memaknainya sebagai sesuatu yang personal. Ditemui disela-sela syuting DCDC Musikkita, sang vokalis Isya Jajo menuturkan tentang pandangannya akan punk ini sendiri. “Kalo buat saya pribadi sama Degel, itukan cerita kita berdua waktu kita masih dijalan gitu, tentang kehidapan punk itu yang kebanyakan orang mindsetnya agak gimana gitu. Bahwa punk itu secara keseluruhan adalah suka duka tetap bersama melakukannya. Yang penting kebersamaan dan kesolidannya individualnya masing-masing”, ujarnya kepada DCDC.

Selain itu, kala menyoroti tentang musikalitas bandnya, vokalis berambut mohawk ini juga menjelaskan jika meski benang merah dalam band Camestay adalah punk, namun diakui olehnya masing-masing personil punya latar belakang musik yang berbeda-beda, dari mulai metal, rock, dan tentunya punk itu sendiri, yang dia akui sebagai ‘jiwanya’.

Lebih jauh mengulik tentang ‘punk’ dalam kacamata Camestay, hal ini kemudian memancing pertanyaan tentang apakah punk harus selalu identik dengan lirik-lirik politikal dan sesuatu yang berhubungan dengan pemberontakan. Tentang hal ini Jajo menuturkan jika secara penulisan dia meyakini jika lagu-lagu punk bisa bebas saja menyoroti apapun. “Bebas-bebas aja sih ya, kan engga tentang politik juga, semuanya bisa mencakup kalo kita main punk, soalnya kan punk itu bebas, yang penting kita tetep bertanggung jawab. Jadi mau cinta, politik, kritik sosial atau segala macemnya ya balik lagi kita ngemasnya aja. Terutama apa yang kita rasa, pokonya perjalanan, pertemanan dan kehidupan, ya paling curhatan dari kawan-kawan juga bisa jadi”, ujarnya yang langsung diamini personil lainnya.

Beberapa band punk diakui oleh mereka menjadi rujukan dan punya pengaruh tersendiri bagi musik Camestay, dari mulai Rancid, NOFX, Bad Religion, hingga beberapa band lokal di Indonesia seperti Marjinal, Superman Is Dead, sampai Rosemarry. “Jadi kita coba ramu-ramu juga dari referensi yang banyak itu. Ya bisa jadi bumbu yang menarik lah buat bikin nada atau lagu”, ujar mereka.

Menariknya, mereka juga menyoroti tentang scene musik punk di Indonesia, yang menurut mereka setiap band punya ciri khas masing-masing. “Jadi kita kalo senengnya Rancid kita dengerin ini, kalo ada NOFX ada dia, jadi kalo ketemu di stage banyak referensi, buat sharing juga sih”, ujar J alias Jajo, sang vokalis.

Hampir satu dekade bermusik bersama di band Camestay tentunya diisi dengan berbagai pengalaman menarik yang dirasakan para personilnya. Tentang hal ini J menuturkan jika lebih kurang tujuh tahun mereka berdiri banyak juga diisi dengan pro dan kontra akan band ini. “Kalo komen negatif mah udah biasa, cuman kita dewasa lagi. Tapi pengalaman konyol saya pernah manggung nyeker blok-blokan gitu hahaha. Itu waktu di Cipayung. Jadi karena hujan, jadinya kan becek dan banyak banget lumpur di area pertunjukan. Yaudah deh saya sampe buka sepatu gitu pas manggung”, ujarnya disambut tertawa personil lainnya.

BACA JUGA - Desir Ombak Kreasi Irama Pantai Selatan Lewat ‘Dendang Samudra’

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner