Desir Ombak Kreasi Irama Pantai Selatan Lewat ‘Dendang Samudra’

Desir Ombak Kreasi Irama Pantai Selatan Lewat ‘Dendang Samudra’

Transkrip wawancara oleh Ganjar Pratama

Diakui oleh Irama Pantai Selatan jika tema tentang kelautan atau maritim menjadi satu hal yang memang secara natural tergambar jelas di bumi pertiwi, yang kemudian mereka tuangkan dalam karyanya

Sejenak menarik garis waktu sejak jumpa pertama Sigit Ezra dan Arief Fauzan dalam pertemuan tak terduga, selama hampir dua tahun hilang kontak. Pertemuan yang di kemudian melahirkan duo maritime folk; Irama Pantai Selatan, yang banyak terinspirasi dari karya-karya musik monumental khas Nusantara seperti Adikarso, Soejoso Karsono, Bing Slamet, Orkes Teruna Ria, Orkes Tropicana, Osslan Hussein dan seterusnya.

Duo ini bisa dibilang cukup konsisten dengan pendekatan musikalitasnya akan produk-produk populer masa lampau, di mana salah satu yang cukup terasa dalam karyanya adalah penulisan lirik berbahasa Indonesia, di mana menurut mereka merupakan bahasa ‘Ibu’ yang selalu dapat diterima oleh semua warga negara Indonesia. Satu hal yang kemudian mereka aplikasikan lewat albumnya yang berjudul Dendang Samudera.

Irama Pantai Selatan yang mengidentikan dirinya dengan “Musik Pop yang bertema Kelautan” ini melibatkan peran Adikarso dan Oslan Husein di dalamnya yang menjadi inspirasi besar mereka dalam Bermusik. Dua orang itu cukup berpengaruh dalam penulisan lirik lagu-lagu Irama Pantai Selatan, termasuk lagu-lagu yang ada di album Dendang Samudera.

Ditemui disela-sela syuting DCDC Musikkita, mereka menuturkan jika album Dendang Samudra berkaitan erat dengan keinginan mereka untuk bersenang-senang dengan musik. “Sebenernya yang ingin diceritakan tentang ‘Dendang Samudra’ itu semacam kesenangan, karena dari judulnya aja udah dendang ya, jadi kita ingin ngajak pendengar berdendang dan ngasih warna baru juga, karena Irama Pantai Selatan itu ngga kaya folk ‘kesore-sorean’ gitu lah, karena di album ini kita udah mulai masukin irama lenso,jazz dan lain-lain. ya pengen ngajak berdendang aja sih sebenarnya”, ujar Arief Fauzan.

Menamakan musiknya dengan istilah maritim pop hal tersebut kemudian melahirkan pertanyaan tentang apakah mereka menjadi terjebak dengan ‘kotak’ genre musiknya sendiri, atau apakah hal tersebut menjadi trigger menarik bagi mereka dalam melahirkan karyanya. Mendapati pertanyaan seperti itu mereka dengan kompak menjawab jika dengan menamakan musiknya dengan maritim pop justru membuat mereka lebih bebas membuat apa saja. “justru dengan menamakan musik kita maritim pop itu membuat kita lebih bebas, karena itu genre kita buat sendiri pertama, dan kita juga ngga kepatok lagi sama hawaian nih, atau ada juga yang menyebut musik kita bikini buttom malah. Makanya kita namain aja musik kita maritim pop. Ya intinya kaya musik pop dengan tema kelautan lah dengan penggunaan lirik bahasa Indonesia, yang kita nyoba konsisten dengan dua hal itu”, ujar Arief Fauzan.  

Menyoroti tentang Irama Pantai Selatan dan cara mereka menampilkan visualnya melalui tatanan kostum panggung, hal ini sejalan pula dengan sesuatu yang tropical, hingga hal itu kemudian teralisasi pula dengan kostum panggung mereka. “Gamungkin lah namanya Irama Pantai Selatan tapi kita pake parka gitu”, ujar mereka berdua seraya tertawa.

Selain itu, diakui oleh mereka jika tema tentang kelautan atau maritim menjadi satu hal yang memang secara natural tergambar jelas di bumi pertiwi. “Emang kita ini negara maritim kan, banyak pantai pantai indah, dan juga orang-orang yang tinggal di pantai juga unik sih. Dan banyak diantaranya bisa jadi cerita juga buat dibikin lagu. Kaya balada-balada pinggir laut, nelayan-nelayan jatuh cinta di laut. Jadi kita ngambil kerakyatannya sih, kaya inilah kehidupan masyarakat di laut”, ujar Arief yang juga diamini oleh Sigit.

Irama Pantai Selatan yang muncul pertama kali dengan konsep duo, kemudian berproses dengan turut menampilkan pula orkes musik yang mengiringinya. Tentang hal ini mereka menuturkan jika dalam proses kreatifnya sebenernya tetap ada pada mereka sebagai ‘core’ nya. Namun keberadaan teman-teman di orkes pantai selatan ini juga diakui mereka cukup membantu duo ini dalam memasak musik bersama-sama. “temen-temen yang lain banyak banget bantunya, bantu di ide, bantu di musik, dan kita makin terbantu sih karena kadang berdua doang kita suka stuck di tengah-tengah gitu, bingung harus ngapain nih. Sekarang udah ada yang bantuin jadi lebih enak sih. Ibaratnya kita ngasih benda mentah dan dimasak sama mereka gitu. Sekarang kita lebih berani ke panggung lebih gede”, ujar duo Sigit dan Arief ini.

Tentang musiknya yang erat berkaitan dengan sound vintage, hal tersebut rupanya diterjemahkan pula dalam album mereka yang dirilis dalam format kaset (pita). “Itu jadi sebuah collectable aja sih, karena sekarang kan zamannya digital. Kalo kita rilis CD agak mubazir karna soundnya sama kaya yang digital. Nah kalo kaset soundnya otentik sih menurut kita”, ujar Arief.

BACA JUGA - Saturday Night Karaoke : “Ramones yang Bikin Kita Gabung”

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner