Album Debut Black Horses, 'Ballads of the Freedom Youth', Era Baru Rock Indonesia? (Bagian Dua)

Album Debut Black Horses, 'Ballads of the Freedom Youth', Era Baru Rock Indonesia? (Bagian Dua)

Lain ceritanya, versi bumi pertiwi. Sangat bersemangat soal cetak biru musik rock di Indonesia, para perintis yang sangat pivotal terwakili oleh Benny Soebardja yang psikedelik. Gito yang soulful bersama Stanzah yang supergenit dan eksentrik, juga "si bengal" sorotan orba, Harry Roesli yang ajaib penuh syair pemberontakan, komunikatif, provokatif, kritik sosial sekaligus tokoh besar yang melahirkan budaya musik dan seni teater kontemporer di Indonesia di hampir separuh hidupnya. Tak lengkap rasanya jika tidak menyematkan Ucok "AKA" Harahap yang berdaya magis, teatrikal, dan sedikit horor disisipi sentuhan sihir kearifan lokal. Oedin Syach yang ekletik bersama Noerche dan Jeffry Zaenalalbum satu-satunya yang dirilis Shadoks Recordsbertajuk Ariesta Birawa Vol. I sangatlah esensial menurut saya. Terakhir Iwan Madjid dari Abhama berkat albumnya yang masih saja ‘berat’ didengarkan hingga hari ini, bertajuk Alam Raya (1978).

Saya baru sadar setelah menginjak remaja, beragam bebunyian musik "aneh" yang diputar paman dahulu di mesin piringan hitamnya saat masa kecil turut membidani kesukaan saya terhadap musik rock. Derasnya arus informasi, berselancar di dunia maya, dan berburu mengumpulkan rilisan fisiknya jika memungkinkan. Telinga saya selalu haus akan musik rock. Diimbangi darah dan jiwa muda. Pilihan musik mulai semakin underrated, semakin tak dikenal tapi punya karya musik diluar zona nyaman pendengar pada umumnya. Semakin absurd tapi klasik.

Beberapa generasi setelahnya, sembah sujud bukan pada Kaka Slank apalagi tukang cari muka Ahmad Dhani yang paska Dewa 19 era Lasso dan Alm. Erwin Prasteya, lebih banyak bicaranya ketimbang membuat karya musik yang bagus. Tapi Njet dari The Flower yang masih mempesona dan membius saat tebar aksi di gelaran 2019 lalu. Sebagai koboy tua, ia ditemani Boris tetap konsisten dan aktif menelurkan karya, meski  album 17 Th Keatas tetaplah karya monumental mereka, sebagai album "teler" terbaik sepanjang masa. Lalu ada Ipang era Plastik sebelum kemudian bersolo karir, disambung David 'Naif' meski agak nge-pop. Masih satu jebolan dari institut "gembel naik kelas", ada Aufa Aryaputra dari That’s Rockfeller yang diselimuti mitos, misteri dan muslihat rock. Tidak sah rasanya jika tidak menyebutkan nama Eka Annash di daftar ini. Sebutkan namanya 100 kali sambil pacu melaju mesin tua Norton commando itu, 100 km/jam non stop.

Namun, perihal favorit saya soal "teriakan" hardrock yang lengkap, tetap saja seorang Rekti Yoewono. Ia yang terbaik, nyaris sempurna. Meski saat ini jauh lebih rajin mendekap mesra bas dan menjadi vokal pendukung di Mooner. Tak lupa saya sematkan sosok khatib dari jihadis garis keras rock’n’roll – pemimpin pasukan perang dari rawa – Doddy Hamson yang kharismatik. Ia dibayangi pula sosok ekletik nan jenaka bernama Haikal Azizi aka Bin Idris vokalis Sigmun.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner