A Page About: Lagu Pengantar Kematian dari Efek Rumah Kaca

A Page About: Lagu Pengantar Kematian dari Efek Rumah Kaca

Bayang-bayang tentang kematian di suatu hari nanti membayangi setiap detik ketika lagu "Putih" mengalun.

Saya ingat sore itu tidak hujan, namun tidak pula panas. Biasa saja. Sore ketika itu dihadirkan biasa saja. Atas nama waktu luang dan kuota internet yang lumayan cukup untuk memutar (atau streaming) beberapa video pilihan, selain video Ashanty yang dihipnotis Uya Kuya, yang dia bilang mas Anang romantisnya kalo lagi “pengen” aja, jari dan pikiran saya sepakat berkonspirasi mengetik nama Efek Rumah Kaca (ERK) pada pencarian di kanal YouTube tadi.

Efek Rumah Kaca tidak pernah gagal membuat saya kagum dengan mereka. Lagu-lagu mereka sangat kuat bagi saya, lirik dan musiknya gampang nempel di kepala, dan setelahnya mengundang lamunan panjang ketika saya mencoba membedah isi lirik dalam lagu-lagu Efek Rumah Kaca. Seperti di single mereka yang berjudul “Putih”. Di sore itu (setelah saya nonton video Ashanty yang dihipnotis Uya Kuya), saya mendengarkan single terbaru ERK yang berjudul "Putih" tadi. Potongan lirik “akhirnya aku usai juga” di lagu "Putih" membuat saya diam, lama sekali. Melamunkan keadaan jika saya meninggal kelak. Akan seperti apa orang mengenang saya jika saya meninggal nanti? Akan seperti apa rumah saya, dengan kamar saya yang kosong? Akan seperti apa rasanya ketika ruh terlepas dari raga?

Dua jam berikutnya, lamunan saya beralih memikirkan isi lirik di menit ke 3 lewat 28 detik di lagu "Putih". Seperti halnya lagu "Biru" yang punya dua bagian cerita dalam lagunya, lagu "Putih" juga masih dengan konsep yang sama, yakni menyuguhkan kontradiksi antara ada dan tiada. Karena konsep dan isian lirik lagu ini menarik, saya kasih tahu pacar saya kalo lagu ERK yang baru ini bagus banget. Sebelumnya, kami memang terbiasa saling bertukar lagu jika menemukan materi lagu yang bagus menurut kami.

Jika pada bagian pertama lagu "Putih" menggambarkan keadaan seseorang ketika meninggal, maka di bagian kedua ini menggambarkan tentang kelahiran. Ini juga membuat saya kembali melamun lama. Saya membayangkan akan seperti apa anak saya kelak. Apakah dia akan mewarisi sifat pelupa bapaknya? Apakah dia akan punya ketertarikan dengan bau tanah ketika hujan seperti bapaknya? Apakah dia akan senang ketika mendengar bunyi rintik hujan sama dengan bapaknya? Apakah saya bisa membuat anak saya bahagia kelak? Apakah dia akan sering beradu argumen dengan saya, seperti halnya saya sering beradu argumen dengan bapak saya?

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner