A Page About: Lagu Pengantar Kematian dari Efek Rumah Kaca

A Page About: Lagu Pengantar Kematian dari Efek Rumah Kaca

Sebagai penulis lirik di band Efek Rumah Kaca, Cholil bisa melahirkan lagu-lagu berbahaya dengan lirik yang menohok langsung tanpa ampun, bercerita tentang apapun dengan anggukan kepala yang mengiyakan setiap kata yang keluar dalam lagunya. Cholil memerankan dua peranan langsung dalam lagu yang dia buat. Dia berada di dua sisi secara bersamaan sampai lagu itu selesai dia nyanyikan. Simak saja ketika dia bertutur jika dia bosan dengan lagu cinta melulu, namun setelahnya dia berujar apa karena kuping melayu suka yang mendayu-dayu, jadi suka yang sendu-sendu. Jadi, seperti dia berujar bosan, namun dia memaklumi kenapa hal itu bisa terjadi. Atau ketika dia berada dalam satu waktu untuk menunggu hujan reda, sampai memunculkan pelangi setelahnya dalam lagu "Desember". Kata hujan yang mewakili hati yang sendu dalam balutan gerimis yang turun sedikit demi sedikit, sampai kemudian akhirnya berhenti dan memunculkan pelangi. Seperti sebuah siklus dalam sebuah fragmen dalam hidup, yang dia rangkum dalam sebuah lagu dengan komposisi lirik yang komplit mewakili itu semua.

Lagu “Putih” seakan penggambaran akan hal tidak terlihat yang sebenarnya ada dan tidak dapat dihindari, seperti kematian. Seolah kematian itu berkata jika dia sebenarnya menemani setiap jengkal hari yang saya lewati. Ketika saya belajar melawan hari, melawan terik matahari, sampai akhirnya dikalahkan oleh hujan yang membasuh peluh dengan teduh. Kematian itu ada saat saya menyerah dan ingin pergi. Pergi dalam artian tak berselang hari, tapi pergi ke ujung di mana pelangi berada yang hadir setelahnya. Setelah hujan yang mengiringi tersedu dalam haru biru khas realita, yang sudah terlalu angkuh untuk saya.

Adalah mungkin memang kematian menjadi bagian tak kasat mata, yang padahal dia ada bersama bangku yang saya duduki, ataupun pohon yang sering saya lihat dengan rindangnya itu. Juga dengan arsiran gelap terang diksi bentuk ruang. Gelap yang sering dikutuk oleh banyak orang ketika kematian itu datang dan terlelap dalam gelap. Kontradiksi analogi gelap terang dalam balutan nurani yang terkotori cahaya dalam warna-warni pelangi. Warna-warni yang tak terlihat ketika gelap. Karena itulah mungkin kematian menjadi tak berwarna, atau hanya warna putih saja. Gradasi setelah senja seakan tak begitu indah untuk disaksikan pasang mata yang memandang.

Sampai ini hampir menuju titik, saya masih mengeluh akan gelap. Padahal, gelap itu bukan sebuah diksi kebanyakan yang bisa dialibikan dengan kata ganti kosong. Karena kosong itu berarti tak ada. Sesuatu yang tak ada tak akan bisa dirasakan. Dalam artian sebenarnya, gelap bukan berarti tak ada cahaya, namun kurang cahaya. Pun begitu dengan sunyi yang masih bisa terdengar bisikannya, sebagai sebuah penawar dari kelelahan mata terhadap cahaya, setelah lelah dan ingin berdenting dalam hening.

Jadi masih mau menyalakan lampu?

Padahal jelas lampu adalah hasil rekayasa cahaya. Gelap terang dalam sebuah seri cerita bergambar setiap harinya. Lagu "Putih" adalah doa terbaik untuk setiap orang yang telah pergi, dan doa yang terbaik untuk setiap orang baru yang terlahir.

Foto diambil dari Official Facebook Fanpage Efek Rumah Kaca

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner