A Page About - Buah Tangan Bottlesmoker Dari Negeri Orang

A Page About - Buah Tangan Bottlesmoker Dari Negeri Orang

Terbiasa manggung di luar negeri, Bottlesmoker pulang ke tanah air membawa oleh-oleh: cara pandang segar hasil ‘studi banding’.

Angkuy dan Nobie menciptakan semua lagu Bottlesmoker dalam kamar mereka, dengan azas do it yourself. Proses rekaman, mixing, dan mastering dilakukan dengan menggunakan laptop. Namun, mereka tetap menggagas konsep khusus agar mampu tampil secara live dan atraktif di atas panggung – tidak seperti para musisi home-recording kebanyakan yang seringkali hanya bisa ‘terdiam’ dalam ‘sarang’ nyamannya. Sekarang, orang-orang sukses menganggap Bottlsmoker sebagai sosok bedroom musician yang mau ‘keluar sangkar’, bahkan menjadi inspirasi bagi para musisi kamar sejenis untuk mau lebih berani tampil dan go public. Keluar dari zona nyaman dari kamar mereka. Meski zaman sekarang proses rekaman bisa dilakukan di kamar sendiri, Bottlesmoker tidak puas selama belum mendukung potensi-potensi dari tanahnya sendiri, Bandung.

Bicara soal Bandung, mereka berujar bahwa scene musik di Bandung regenerasinya terlambat dibanding kota lain, seperti Jakarta dan Jogjakarta. Perlu kebersamaan sesama pemusik untuk bikin gebrakan. Angkuy yang juga mahasiswa magister di bidang seni ini, mengutarakan ketajaman analisanya terhadap peta bermusik Bandung dan Indonesia. “Di Indonesia, dalam satu hari ada 5 band baru yang lahir. Sudah sama dengan jumlah lahirnya virus-virus komputer,” lantun Angkuy.

Sadar akan potensi besar musik indie, Bottlesmoker sempat aktif dalam sebuah ‘arisan band’ bersama 10 band lain, di antaranya Teman Sebangku, Sigmund, dan Nada Fiksi. “Kami bayar iuran bulanan sebesar Rp. 300.000 per band. Setiap 2 bulan arisannya dikocok, dan band yang menang harus bikin acara musik, plus mengajak 10 band baru untuk ikutan main,” cerita Nobie dengan parasnya yang seperti orang Jepang. “Ide ini muncul karena banyak band bagus yang tidak diimbangi dengan banyaknya kesempatan manggung. Ketika sekarang daya apresiasi orang-orang membaik, mudah-mudahan ini bisa jadi contoh untuk masyarakat,” imbuh penggemar band Sigur Ros ini.

Nobie pun melanjutkan pandangannya tentang manfaat dari adanya beragam jenis skala acara pertunjukan musik. “Kalau masyarakat awam hanya dikenalkan dengan contoh acara musik yang identik dengan panggung besar dengan budget tinggi, maka ilmu yang akan mereka serap adalah image bahwa sebuah pertunjukan musik itu harus selalu besar, mahal, dan mewah. Di luar negeri, konser musik itu bisa memanfaatkan sumber daya alam. Contohnya, saat kami pentas di Vietnam, sebuah danau dijadikan venue konser, sekaligus ruang piknik keluarga. Artinya, kita harus mulai keluar dari stigma, bahwa konsep acara musik itu harus selalu ramai, crowded, dan banyak didatangi orang.”

Angkuy pun tidak mau kalah dalam sharing pandangan. “Dari pengalaman kami manggung di Singapura, kami mengambil kesimpulan bahwa di sana ada banyak festival, tapi jumlah talents sedikit, mereka malah nyari ke Indonesia. Jumlah galeri banyak, tapi pada kosong. Di Indonesia justru kebalikannya. Potensi melimpah, namun fasilitas dan wadah berkesenian masih minim, senimannya pun masih kurang disiplin,” ujarnya sambil menambahkan bahwa untuk skala Asia, permusikan Indonesia hanya kalah sama negara Jepang saja.

Bottlesmoker menarik kesimpulan, bahwa perlu ada integritas kepentingan antara pemerintah dan warga. Bukan tidak mungkin nanti kita mampu rutin mengadakan pameran khusus hasil-hasil industri kreatif agar mudah go international. Supporting dari pihak pemerintah perlu pula diimbaingi oleh sikap supportive dari masyarakatnya. Jika ingin dunia kesenian maju, masyarakat jangan ogah untuk datang ke event dengan membeli tiket, dan jangan selalu berharap merchandise gratisan dari musisi favoritnya.

Foto diambil dari official fanpage Facebook Bottlesmoker

BACA JUGA - A Page About - Bottlesmoker : Beater, Rebel, Stronger!

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner