Ceramah William Tentang Ide Bermusik.

Ceramah William Tentang Ide Bermusik.

            Terlintas sebuah keinginan untuk membuat sebuah lagu, tentang perasaan hati yang sedang gundah gulana. Ada harapan membuncah, menyenandungkan suara hati yang sedang menjerit kegirangan. "Tapi aku tak pandai merangkai kata, tak pandai menyulam nada..." Selalu itu yang mematahkan segalanya, hampir setiap saat. Hingga akhirnya, kau tutup lembaran buku puisi, kau simpan gitar tuamu. Tak bisa berkarya, itu menurutmu.

            Seseorang bercerita kepadaku, tidak... dia bukan orang, tak bisa kusebut orang. Sebut saja namanya William, hantu laki - laki sahabatku yang begitu mencintai musik. Setiap saat bertemu dengannya, sebuah biola tua tak pernah luput dari dekapan tangannya. Dia bercerita, dulu... Begitu sulit baginya mengkomposisi sebuah lagu. Tak ada yang secanggih kini, dia hanya berteman dengan selembar kertas, pensil, dan kepalanya, sebagai pengingat nada-nada yang hendak dirangkai.

            "Kau sedang apa?" Tanyanya kepadaku suatu malam. "Sedang melamun" Jawabku singkat. "Membuat syair lagu lagi?" Tanyanya penuh semangat. "Iya, tapi aku sedang tak punya ide. Mentok, tak ada yang bisa kuceritakan. Membosankan!" Jawabku ketus, sambil berlalu meninggalkannya. Dia lalu berlari kecil melampauiku, lalu tangannya sibuk menggesek biola miliknya. Mata dan telingaku terjebak dalam perangkapnya.

            Nada biola William, indah dan menyayat hati. Matanya terpejam, kedua tangannya sibuk memainkan biola. "Pejamkan matamu, Risa!" Ucapnya setengah berbisik. Kupejamkan kedua mataku, menikmati nada demi nada yang kian menjebakku. Dan lantas kemudian, dia hentikan permainannya, tanpa aba – aba.

            "Kenapa kau menghentikan permainanmu?!" Bentakku kesal. William terkekeh disampingku, dia dengan santai mendudukkan tubuhnya. "Saat kau terpejam mendengarkan musikku tadi, apa yang kaubayangkan?" Tanyanya. Dahiku berkerut, "Entahlah, lagu itu membawaku kembali ke masa - masa kecil dulu. Rumah nenekku, rumah tua tempat tinggal kita!", jawabku tiba - tiba bersemangat. William tersenyum, "Lagu itu memang kubuat disana. Saat kau sedang pergi ke sekolah. Di suatu pagi, aku merasa bersemangat mencipta nada. Dan lagu itu tercipta begitu saja." Aku merasa kaget mendengarnya, bagaimana bisa pikiranku sama dengan tempat dia membuat musik di biolanya. "Ini sangat aneh! Bagaimana bisa, Will?"

            William melompat riang, ke sampingku. "Kau tahu Risa, hanya musik yang bisa merekam setiap peristiwa penting di sekelilingku. Mungkin kau punya benda-benda ajaib yang kau pakai untuk merekam segalanya. Tapi bagiku, hanya musik yang bisa dengan mudah membawaku datang dan pergi dari satu masa ke masa yang lain... Termasuk ke masa itu, saat seluruh keluargaku masih berkumpul dan hidup", tiba - tiba wajahnya menyiratkan kesedihan.

            "Hidupku tak seberuntung manusia - manusia jaman sekarang. Dulu segalanya begitu terbatas. Sementara ide kami berhamburan tanpa batas. Dan sekarang, kau mengeluh tak ada ide? Padahal hanya dengan perasaanmu saja sebenarnya kau bisa membuat sebuah karya." William tak henti berbicara. Aku hanya bisa terdiam, mencoba mencerna kata-katanya.

            "Kau tidak mengerti, ya?" Tanyanya ragu. Kuanggukkan kepalaku, "Sama sekali. Aku tak tahu maksud dan arah pembicaraanmu." William terbahak kini, seperti tengah menertawakan kebodohanku yang tak bisa menangkap maksud pembicaraannya. "Risa! Maksudku adalah tak ada alasan untuk setiap manusia berhenti berkarya atau kehilangan ide! Karena bahkan saat kau sekarang berbicara denganku pun ini adalah sebuah bagian dari ide untuk membuat sebuah lagu!" William terus tertawa, sementara aku yang sejak tadi berpikir akhirnya mengerti maksud dari pembicaraan ini.

            "Oh aku mengerti! Kau sedang menyemangatiku, ya?" Tanyaku padanya. Wajahnya kini tampak berbinar. "Ja! Jangan bicara soal tak ada ide di depanku. Bayangkan jika kau jadi diriku. Mungkin setelah mati pun kau membutuhkan kematian lain setelahnya karena merasa sedih, tak punya ide, dan tak berguna. Aku yakin, setiap manusia bisa menciptakan sesuatu. Terlebih mencipta musik dan lagu. Walaupun terkesan primitif, kita semua tahu, musik tak mengenal dimensi dan waktu. Bahkan aku tak perlu kembali hidup menjadi manusia lagi untuk mengingat detik demi detik di hidupku yang dulu pernah kulalui. Aku hanya cukup memainkan sebuah alunan musik lewat biolaku ini, untuk membawaku kembali ke masa itu..." Kini tatapan William terlihat kosong, melamun. "Dan Risa, dengan musik aku bisa berkomunikasi dengan banyak sekali mahkluk hidup. Bahkan, musik bisa membuatku berkomunikasi dengan alam ini. Buktinya, kau tahu bahwa lagu yang tadi kumainkan tercipta di rumah tua tempat kita tinggal dulu. Betul, kan?" William tersenyum sok dewasa menatapku.

            Aku yang sejak tadi diam tersenyum berbinar menatapnya, berpuluh ide kembali bermunculan di dalam kepala. Benar, semua ucapannya sangat masuk akal. Seharusnya aku berhenti mengeluh tentang kehabisan ide untuk berkarya, aku mengerti... Sebenarnya aku hanya tak peka dan tak mampu menangkap salah satunya, padahal ide - ide itu berserakan di sekelilingku. Anak ini, salah satu dari kelima hantu sahabatku yang selalu berlompatan saat mendengar beberapa lagu favorit mereka, bahkan selalu bersedih saat mendengar beberapa lagu menyayat hati.  Lagi - lagi aku merasa bodoh, kalah oleh pemikiran seorang anak kecil yang tak lagi hidup.

            "Will, bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu?" Tanyaku tiba - tiba. William mengangguk mantap, sambil tak henti tersenyum. "Tanya saja!" Jawabnya riang. "Diluar dari semua pernyataan mengagumkanmu soal karya. Mmmh aku penasaran, darimana kau dapat kata - kata keren itu? Ide, Primitif, modern. Maaf, tapi kau terdengar sangat dewasa sekarang. Mengerikan!" Wajahku pura - pura terlihat ketakutan, menatapnya dengan seram. William kaget mendengar ucapanku, dia lalu berlari ke arah cermin. Mungkin dia hendak melihat pantulan wajahnya di cermin, tapi dia lupa bahwa pantulannya kini tak bisa tertangkap cermin. William lalu berlari kembali menghampiriku.

"Risa! Benarkah? Cepat katakan kepadaku apakah aku terlihat menua? Dewasa? Aku tak mau terlihat tua! Aku tak mau terlihat sepertimu!" William kembali meneriakiku,  begitu panik.

            Hatiku tersenyum, tertawa puas, bagaimanapun... dia hanyalah anak kecil tak berdosa. Hanya saja, terkadang Will lebih mengerti banyak tentang kehidupan, terlebih tentang musik, yang begitu dia cintai. Tak ada alasan untuk kehabisan Ide. Benar juga...

Partime singer, partime writer, & partime ghosthunter

View Comments (1)

Comments (1)

  • Ridhobenjamin89
    Ridhobenjamin89
    23 Apr 2016
    Sip!
You must be logged in to comment.
Load More

spinner